Lilin 71 Kumpulan Kisah Guru yang dengan Tulus Memberikan Hati untuk Murid-Muridnya merupakan sebuah buku kumpulan tulisan dari 31 guru dan bernuansa Kristiani.
Spesifikasi:
Judul: Lilin 71 Kumpulan Kisah Guru yang dengan Tulus Memberikan Hati untuk Murid-Muridnya
Pengarang: 31 guru
Penerbit: Penerbit dan Percetakan Lingkarantarnusa
Terbit: Oktober 2014
Tebal: 280 halaman
Penyunting: Wakidi Kirjo Karsinadi dan Yulia Loekito
Perancang Sampul: Rio Frederico
Penata letak: Wakidi Kirjo Karsinadi
ISBN: 978-602-1630-16-7
Harga: Rp 60.000 (harga sewaktu-waktu bisa berubah)
Buku dapat dipesan dengan menghubungi email komunitas.guru.menulis@gmail.com atau sms ke 0888-2882-749 (WhatsApp).
Pengantar Penerbit
Perubahan Zaman Menantang Pendidikan
Dunia berubah amat sangat cepat. Kalau melihat ke belakang 20 tahun yang lalu, kita tidak pernah membayangkan apa yang sekarang ini terjadi: sebagian besar dari kita sekarang ini tidak bisa hidup lepas dari gadget. Seluruh dunia ini sekarang ini ada dalam genggaman kita. Dengan sebuah alat yang disebut smartphone, kita bisa melangsungkan banyak sekali hal: menjelajah dunia, berkomunikasi lewat berbagai social media, twiter, FB, Instagram, dan berbagai aplikasi komunikasi, BBM, WhatsApp, Line, WeChat, Kakao Talk, mengendalikan bisnis, melakukan transaksi, menikmati hiburan, mendengarkan musik, nonton video, tv, namun juga belajar, membuat dampak, membangun citra, dan tak lupa juga melangsungkan kejahatan dan berdosa. Itu adalah salah satu contoh bagaimana dunia kita ini benar-benar berubah.
Perubahan ini sedemikian konkret dan menuntut pendidikan juga berubah. Rm Prof. Dr. A. Sudiarja, SJ (2014), dalam bukunya Pendidikan dalam Tantangan Zaman mencatat beberapa tantangan yang dihadapi dunia pendidikan. Pendidikan sekarang ini hampir meninggalkan ruh pendidikan itu sendiri, yakni humanisasi dan hominisasi atau memanusiakan anak didik, dan lebih berorientasi kepada pendidikan vokasional dan profesional. Aspek humaniora pendidikan mulai bergeser kepada pendidikan yang berorientasi pasar, yang lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu pragmatis-utilitarianis. Pembinaan watak yang menjadi ciri pendidikan tradisional mulai ditinggalkan, dan baru akhir-akhir ini pemerintah mulai sadar untuk memerhatikan soal watak atau karakter ini, namun kemunculannya lebih cenderung sebagai slogan politis. Perubahan-perubahan yang dilakukan lebih bersifat reaksioner terhadap persoalan-persoalan konkret yang dihadapi tanpa mempersoalkan ulang pertanyaan dasar pendidikan.
Wajah Muram Pendidikan
Tantangan pendidikan semakin terasa ketika kita melihat capaian bangsa ini setelah enam dekade lebih merdeka namun hanya menyuguhkan tatanan masyarakat yang semakin semrawut, para petinggi bangsa yang cenderung korup, keutuhan bangsa diciderai oleh gerakan radikalisme yang tidak toleran terhadap perbedaan, semangat hedonis dan konsumeris yang amat kental menguasai geliat peradaban bangsa, kesenjangan ekonomi yang semakin melebar antara segelintir orang kaya dan mayoritas rakyat yang kehilangan daya, anak-anak didik yang setiap tahunnya tidak pernah absen diberitakan terlibat tawuran di berbagai media, terseok-seoknya pembangunan hukum yang adil. Terhadap semua wajah buruk yang mewarnai bangsa ini, sebuah pertanyaan layak dikaji: di manakah beradanya pendidikan selama ini?
Guru Masih Menjadi Kunci
Menurut buku 21st Century Skills Learning for Life in Our Times tulisan Bernie Trilling dan Charles Fadel, kita perlu berlatih menjawab 4 buah pertanyaan untuk lebih memahami perubahan yang menimpa pendidikan dan pembelajaran:
1. Akan seperti apakah dunia ini 20 tahun yang akan datang ketika anak-anak didik kita telah lulus sekolah meninggalkan bangku kuliah dan memasuki dunia? Bandingkan dengan apa yang sudah kita alami selama 20 tahun terakhir ini dan semua perubahan yang telah kita saksikan terjadi.
2. Kompetensi atau kemampuan seperti apa yang dibutuhkan anak-anak kita untuk berhasil dalam dunia yang kita bayangkan akan terjadi 20 tahun yang akan datang?
3. Kemudian: coba pikirkan kembali pengalaman kita sendiri ketika kita benar-benar bisa belajar secara maksimal dan optimal. Kondisi-kondisi seperti apa yang membuat diri kita bisa belajar secara optimal?
Sebelum ke pertanyaan keempat: lihat kembali jawaban kita atas 3 pertanyaan tadi dan pikiran bagaimana sebagian besar siswa menghabiskan waktu mereka setiap hari di sekolah. Kemudian pertanyaan terakhir:
4. Seperti apakah semestinya pembelajaran yang kita langsungkan kalau mengingat jawaban-jawaban kita atas 3 pertanyaan tadi?
Nah terhadap pertanyaan ketiga, rata-rata guru yang diteliti dari tahun ke tahun memberikan jawaban yang kurang lebih sama: Kondisi yang membuat para guru itu pada masa lalu yang dialaminya bisa belajar optimal adalah:
1. Tingkat tantangan pembelajaran yang sangat tinggi, yang sering muncul dari passion pribadi, dari dalam;
2. Sama tingkatnya dengan jawaban pertama adalah: tingkat perhatian dan dukungan eksternal yang juga sama-sama sangat tinggi: misalnya seorang guru yang tuntutannya tinggi namun mengasihi, guru yang tegas keras namun penuh perhatian atau memberikan pendampingan belajar yang inspiratif;
3. Dibukanya lebar-lebar bagi terjadinya kesalahan, dengan dorongan untuk belajar dari kesalahan yang dibuat untuk berjuang menghadapi tantangan yang ada.
Nah di sinilah tertemukan kata kunci: Guru masih memegang peran kunci. Ternyata, dalam kondisi atau dengan latar belakang budaya seperti apa pun, dan dari waktu ke waktu, meskipun situasi dan kondisi yang dihadapi berbeda, meskipun terjadi perubahan yang dahsyat, peran guru tetap sentral dalam dunia pendidikan. Seorang guru yang bisa memberikan dan membangkitkan tantangan yang memang menantang bagi anak didik, yang berhasil membangkitkan semangat juang anak didik dari dalam anak didik itu sendiri; seorang guru yang bisa menunjukkan kepedulian dan perhatian; tegas, menuntut, namun mengasihi, dan seorang guru yang amat sangat mengerti bahwa dalam proses belajar kesalahan adalah salah satu anak tangga yang harus dilewati anak untuk belajar.
Guru-guru Penebar Harapan
Nah buku kecil ini anggap saja sebagai sebuah perayaan “kemenangan” para guru. Kemenangan karena buku ini bercerita tentang kepuasan meskipun harus didahului dengan kecemasan dan pergumulan serta pergulatan, tentang kegembiraan dan harapan meskipun tantangan dan perubahan melanda sedemikian hebat. Karena guru ternyata masih memegang kendali bagi menggelindingnya roda pendidikan – seperti apa pun zaman dan situasi yang dihadapi.
Dalam buku ini ditampilkan 31 kisah jujur dari para guru dan dosen, bapak dan ibu, serta mbak dan mas, yang dalam berbagai keterbatasan namun tetap berusaha teguh berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi anak didiknya, yang terus berupaya untuk menjadi pendidik, bukan hanya pengajar. Mereka bukan guru-guru super, mereka hanyalah manusia biasa, penuh dengan kelemahan dan tidak alpa dari kesalahan, tetapi mereka siap terbuka untuk belajar dari kesalahan dan melangkah maju kepada yang lebih baik.
Dalam bahasa yang sederhana, kisah-kisah mereka demikian menggugah. Kisah-kisah mereka memberikan harapan dan menjanjikan kepastian bahwa ketika guru tetap teguh pada komitmen untuk menjadi pendidik, betapa pun penuh tantangan, cepat atau lambat mereka akan memetik buah yang manis. Mereka sudah membuktikannya.
Ketiga puluh satu kisah ini dikelompokkan ke dalam 5 tema: refleksi, murid-murid istimewa, pelangi kasih-Nya, meneladan Sang Guru, dan perjalanan dan panggilan hidup. Dalam setiap tema, Ibu Yulia Loekito membuat renungan pengantar yang menjadi simpul dari berbagai sharing pengalaman yang ditulis oleh para guru.
Refleksi
Kerinduan
Efrem ~ Sr. M. Vincentine Etty Indriaswati, SPM. S.Sos.
Murid-Muridku
Guru Kehidupanku ~ Fernandes Nato, S.S.
Guru:
Doraemon atau Pembunuh? ~ L. Bening Parwita Sukci
Saudaraku,
Buatlah Aku Tersenyum ~ Y. Jaka Prastana, S.Pd.
Awas! Ms. Eva
Galak! ~ Evayanti Christina. S.Si.
Siswa IPS
Juga Berprestasi ~ Drs. Anthonius Supriaryaka, M.M.Pd.
Murid-murid
Istimewa
Mendidik
dengan Hati ~ Drs. Petrus Surjiyanta, M.Si.
Saya Mau
Bicara ~ Bernadeta Tumirah, S.Pd.
Mengukir Masa
Depan ~ Giyanti, S.Ag.
Beni Si Oke ~ Roni Baskoro
Kepedulian
Hati untuk Sahabat ~ Gregorius Hardiyanto, S.Pd.
Pelangi
Kasih-Nya
Jam Tangan
Kayu Glugu ~ Drs. Herman JP. Maryanto, M.Pd.
Guru Adalah
Panggilan Hidup Saya ~ Yessica, S.Pd.
“Kebetulan”
yang Bukan Sekadar Kebetulan ~ Yoseph Didik Mardiyanto
Tuhan,
Pinjami Aku Hati-Mu ~ Theresia Evy Christina
Buah Cinta
Lingkungan ~ Drs. Nicolaus Dolly
Simon Kusdwiutomo, S.Pd., M.Pd.
Untung Punya
Pengalaman Bromo ~ Arcadius Benawa
Meneladan
Sang Guru
Hati Yang
Penuh Syukur ~ Johana Rosalia Nirmala
Sekolah Kerja ~ M.A. Ratih Kristiani
Guru, Sahabat
Para Murid ~ Giovanni Mahendra Christi, MSF
Perjalanan
dan Panggilan Hidup
Mengiring
Langkah-langkah Kecil Penuh Makna ~ Theresia
Hendry
Satu Dasawarsa
Mengabdi dalam Dunia Pendidikan: Sebuah Tantangan dalam Pelayanan ~ Joseph Kristiandinata
Mukjizat Itu
Nyata ~ Susiwi Triwahyuni
Kamu Dipilih ~ Theresia Etik Lusiani, S.Kep.Ns.
Jadi Dosen ~ Muji Rahayu, S.Pd.Aud.
Berjalan
Bersama Panggilan Hidupku ~ Veronica Silalahi
Guru Muda ~ Robertus Kristian Era Purnama, S.Pd.
Melayani
dengan Kasih
Mencintai
Yang Tidak Dapat Dicintai ~ Cicilia Wahju Djajanti, S.Kep., Ns., M.Kes.
Sekeping Hati
untuk Melayani ~ Effie Wahono, S.Si.
Cerdas Dengan
Berbagai Kreativitas ~ L. Sutikno, S.Pd.
Kasih-Mu,
Kasihku, Kasih Kita Semua ~ Oktivia Astuti, S.Pd.
0 komentar:
Posting Komentar