Proyek Penulisan dan Penerbitan Puisi Anak
Yuk nulis puisi untuk anak-anak kita.
Proyek Penulisan dan Penerbitan Cerpen
Terbitkan cerpen Anda jadi buku ber-ISBN
Proyek Penerbitan Cerpen Anak
Anak-anak pun perlu bacaan yang baik. Yuk nulis dan nerbitkan cerita pendek untuk anak.
Karyatunggalkan Puisimu!
Yuk terbitkan puisinya dalam buku karya tunggal
Terbitkan 5 Puisi
Punya 5 puisi? Yuk terbitin bareng-bareng jadi buku ber-ISBN.
Penerbitan 500 Puisi Akrostik
Terbitkan puisi akrostikmu jadi buku 500 AKROSTIK ber-ISBN.
Proyek Penerbitan Kisah Pengalaman Inspiratif Pendek Guru
Tuliskan pengalaman inspiratif Anda sebagai guru dan terbitkan jadi buku ber-ISBN.
Proyek Penerbitan Kisah Pengalaman LUCU Guru
Tuliskan pengalaman LUCU Anda sebagai guru dan terbitkan jadi buku ber-ISBN.
Proyek Penerbitan Best Practices
Terbitkan best practices Anda jadi buku ber-ISBN.
Proyek Penerbitan Best Practices
Terbitkan artikel pendidikan Anda jadi buku ber-ISBN.
Penerbitan 5000 Pantun Pendidikan
Terbitkan pantun pendidikan dalam 5000 PANTUN PENDIDIKAN
Sabtu, 14 November 2020
Dalam Dekap Santo Fransiskus: Kumpulan Puisi Guru SMP Maria Mediatrix Semarang
Setangkup Puisi Pandemi Bumi Serambi: Kumpulan Puisi Forum Penulis Kemenag Aceh Timur
Deskripsi
Setangkup Puisi Pandemi Bumi Serambi, Kumpulan Puisi Forum Penulis Kemenag Aceh Timur ini adalah buku pertama dari Forum Penulis Kemenag Aceh Timur (FPeKAT). Memilih jalan menulis adalah memilih merekam perjalanan jiwa diri dan menyentuh jiwa orang lain dengan cara yang komplet. Dengan semangat itu pula forum ini terbentuk pada Juni 2019. Antologi puisi ini juga merupakan rekaman perjalanan jiwa dan raga para penulis selama melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam masa pandemi.
Daftar Tulisan
- Kata Pengantar oleh H. Syarifuddin S. Malem, S.Pd.I, Ketua Forum Penulis Kemenag Aceh Timur (FPeKAT)
- Prolog oleh H. Salman, S.Pd. M,Ag, Ka. Kemenag Aceh Timur
Penyair dan Puisinya
Agussalim, S.Pd.I.
- Duka Corona
- Peringatan
- Virus Dahsyat
- Karenamu Corona
- Rindu
- Kenangan
- Sejak Engkau Datang
- Senjata Tak Berpeluru
- Selamat Jalan
- Terima Kasih
Dinar Puspita Ayu, S.Pd.I.
- Si Mungil
- Tak Kasatmata
- Aku Tahu
- Pendar Lara
- Corona
- Harap Kami
- Pahlawan Tanpa Suara
- Namaku Corona
- NKCTHI
- Karena Ilahi
Dwi Ermayanti, S.Pd.
- Senja di Batas Kota
- Lelaki di Ujung Jalan
- Mereka yang Dirindukan
- Goresan Angka
- Senyuman yang Tak Luput
- Tanah Serambi Mekkah
- Kisah Luka Pengajar
- Narasi Selamanya
- Angka Mati
- Suara Hati yang Berbisik
Evi Susilawati, S.Pd, M.Pd.
- Curhat Siswaku
- Pandemi
- Dadaku Sesak
- Kak Nun
- Belajar Kami Masa Pandemi
- Lockdown Berujung Bahagia
- Ibu
- Kecewa
- Mengalah
- Hujan Hari Ini
Herdiansah, S.Pd., Gr.
- Tak Kentara, Tak Kasatmata
- Bukan Tatap Muka
- Kusebut Kau Kenangan
- Segeralah Berlalu
- Pandemi
- Doa dan Harapan
- Pandemi Corona
- Membaca Tanda
- Serba Sedikit
- Rinduku Sendu
Ita Khairani, S.Pd.I., M.Pd.
- Makhluk Kecil Itu
- Dialektika Masa
- Corona
- Pandemi
- Lelah
- Perjuangan
- Resah
- Terluka
- Perihnya Penantian
- Hampa
Miftahul Jannah, S.Pd.
- Bak Bala Tentara
- Kejam
- Lamunan Cinta
- Kini Kumengerti
- Pengecut
- Pergilah
- Rindukan Kasih
- Sulit ‘Tuk Dimengerti
- Ukiran Luka Cinta
- Virus Corona
M. Iwan Kurniawan, S.Pd.
- Potret Bumi
- Reuni Kematian
- Evolusi Kelas
- Mendobrak Tanggung Jawab
- Janji Sepertiga Malam
- Selamat Datang di Kehidupan Normal Baru
- Merdeka dari Bencana
- Guru Tragedi
- Wabah Pasti Berlalu
- Guru dan Rindu
Nuraini. S.Ag.
- Lockdown
- Enyahlah dari Bumi Pertiwi
- Rindu Sekolah
- Madrasahku
- Internet Gratis
- Kun Fa Yakụn
- Pahlawan Kemanusiaan
- Rencana Allah
- Covid-19
- Tak Selalu Suram
Putriana, S.Pd.
- Bunda
- Corona
- Gelap Terbitlah Terang
- Buih di Dalam Kegelapan
- Bisikan Kehidupan
- Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
- Kabut Duka Menghilang
- Perjalanan Masa
- Tempias Lara
- Di Balik Senja yang Menghilang
Retno Purwaningsih, S.Pd.Gr.
- Malam Lebaran
- Warita Kerinduan Widyaiswara
- Ingin Pulang
- Kepada Dokter dan Seluruh Tenaga Medis yang Gugur
- Kepada Tuan
- Renjana Temu
- Penggali Makam
- Lokawigna
- Petani di Masa Pandemi
- Covid Musnah
Sitti Rahmah, S.Pd.I.
- Kenapa Kau Hadir
- Pergilah Corona
- Mengapa Kau Datang
- Aku Cinta Profesiku
- Hati yang Sepi
- Masker yang Hilang
- Dulu Tidak Biasa Jadi Kebiasaan
- Pantang Menyerah
- Rindu Kedamaian
- Rindu Muridku
Syarifuddin S. Malem, S.Pd.I.
- Aku Takut
- Di Balik Masker Biru
- Cukup Hari Ini Saja
- Sabar dan Doa
- Virus Corona, Pergilah
- Medan
- Muhammad Telah Menuntunmu
- Pulang
- Cita-citaku Retak
- Silaturahmi Masa Pandemi
Yuliati
- Memahami
- Terkekang
- Kembalilah
- Semua Berubah
- Kau Tak Dinanti
- Waspada
- Kami Rindu
- Tak Seperti Biasa
- Perjuangan
- Hati yang Risau
Zully Hijah Yanti AD, S.Pd., Gr.
- Abad Sunyi
- Aku Menemuimu di Layar Ponsel
- Menjaga Jarak
- Mengusir Demam
- Di Ruang ICU
- Seperti Berhenti
- Tentang Waktu
- Penggali Kubur
- Belajar Daring
- Buat Madah Kelana: Anakku
Kamis, 05 November 2020
Erlin Hadjon, S.Kep.Ns.
Penulis bernama lengkap Bernadete Lina Hadjon, S.Kep.Ns., merupakan putri kelahiran Hokeng-Flores Timur, 16 September 1983. Kini ia bekerja sebagai perawat tenaga kesehatan Insenda (insentif daerah) pada Puskesmas Hewokloang, Maumere, Kabupaten Sikka.
Buku berjudul “Melangkah Maju Menebar Kasih Perjuangan: Sahabat Sehat dalam Jejak Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Hewokloang” ini adalah buku perdananya yang disusun penulis karena tergugah oleh Sahabat Sehat.
“Ternyata menulis itu mudah. Kita bisa menulis, tidak seperti yang disangkakan orang. Asal ada niat, kemauan, dan kerja keras,” ungkap penulis.
Karya
Melangkah Maju Menebar Kasih, Perjuangan Sahabat Sehat dalam Jejak Pelayanan Kesehatan di Puskesmas HewokloangMelangkah Maju Menebar Kasih, Perjuangan Sahabat Sehat dalam Jejak Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Hewokloang
Selasa, 15 September 2020
Sabtu, 12 September 2020
Aku ingin menyimpannya sendiri
Aku ingin menyimpannya sendiri.
Photo by Mati Mango from Pexels |
Minggu, 06 September 2020
Sunyiku, sunyi-Nya
Gelap tlah lama turun ke bumi,
Hendak sampaikan pesan
Bahwa panorama tlah berganti.
Sunyinya malam ini seperti menemani
Sesunyinya hati ini dalam tenang
Sunyi yang digenggam
Sunyi yang membuka panca indra makin terang
Sunyi jelang kesadaran batin
Sunyinya sesunyi jiwa yang merindu
Datangnya Dia yang hanya hadir
Dalam sunyiku
Sunyi sesunyinya
Jumat, 04 September 2020
Hujankan bumiku Tuhan
Di senja yang baru saja menjelang
Terduduk aku di tepi jendela
Menatap titik hujan yang terjatuh
Sedap menguar aroma tanah
tertimpa air dari langit.
Air mata bidadari jatuh
Kata ibuku dulu
Untuk menyuburkan tanah ladang
Petani senang sesaat hujan datang
Wahai hujan
Turunlah lebih lama
Barang satu jam saja di bumiku kerontang
Kunikmati datangmu bak nanti pangeran
Sesaat aku memandang langit
Terima kasih, Tuhan, Kau basahi bumi kami
Berikan sejuk di bumi kering ini.
Walau hanya sekejap hujan datang
Aku tetap duduk di tepian jendela
Menantikan kembalinya
Agar bumiku sejuk, cerahkan warna langit
Terima kasih, Tuhan
Apakah Kau sudah jauh berjalan
Melihat tingkah kami di bumi?
Berharap nantikan mukjizat-Mu datang?
Pujian kuhunjukkan pada-Mu
Engkau yang penuh kuasa
Berbelaskasihan kepada kami kaum papa
Anak sahaya-Mu yang menderita
Air tak lagi cukup bagi bumi kami.
Kini ... Kau datangkan hujan-Mu
Tuk segarkan bumi kami.
Semoga tetumbuhan pun tersapa
air sejuk-Mu menyentuh dedaunan
Dan beri kehidupan bagi kami
Manusia tak tahu diri.
Palembang, 4 September 2020, 17:41
Rabu, 02 September 2020
Kisah dompet di hari Rabu
Photo by cottonbro from Pexels |
Terduduk di sadel motorku,
Kucangklong tas punggung seraya
Menikmati udara pagi nan sejuk
Motorku terbang menembus jalanan
kota Palembang mulai hangat
Kutatap jalanan sembari berharap
Hari ini kudapat selesaikan tugas
Apa daya ...
Setengah jalan hari, tergagap aku
Sesaat hendak bayar parkir motorku
Dompetku raib tak pamit.
Pucat seketika menyapa hati
Serasa pagi tadi aku masih menyentuhnya.
Kumasukkan uang kelebihan belanja,
Aku tergagap di depan tukang parkir.
Seujung kata maaf tak sanggup membayar
Tukang parkir mafhum
Tetapi hatiku berontak
Ke manakah gerangan dompet di saku
Sebelum berangkat aku menyentuhnya
Aku terguguk bukan apa
Mengurus surat-surat hilang itulah
Yang enggan kuterjang
Ya Tuhan, apakah gerangan salahku?
Aku masih terduduk mengerang
Teringat suasana pagiku di rumah
Sebelum berangkat aku menyentuhnya.
Sekejap aku berlari ke pos polisi
Melapor apa kejadian hari
Sembari setengah hati aku mengiklas
Apa yang telah raib di depan mata.
Setengah empat sore aku terduduk
Setelah usai blokir ATM bank sana-sini
Aku merebah sembari pikiran berlari
Setengah hati lainnya mengejar mimpi
Andai dompet kembali
Tak susah hati daku kini.
Dering telepon genggam menggugah hati
Dengan enggan kujawab
"Selamat sore ..."
Di seberang, suara kecil pegawai
Pagi tadi harus kusambangi
Menyapa dengan suara minta maaf
Menemukan dompetku tercecer di parkiran
Tersentak aku
Jangan khawatir ... masih ada orang jujur
Di muka bumi titipan Sang Ilahi.
Puji syukur aku mendoa
Terima kasih tak terbilang pada Sang Dewa
Yang terus mengawas tingkahku
Karna tak pernah sempurna.
Terima kasih Tuhan
Pelajaran kejujuran hari ini
Menyapaku yang sungguh tak mengerti
Seluruh perjalanan yang harus kulewati.
Terima kasih Tuhan.
Palembang, 2 sept 2020, 19:36
Sabtu, 29 Agustus 2020
Nikmat Minggu pagi
Puisi Lodevika Endang Sulastri
Photo by Misael Silvera from Pexels
Corona mahkota tak diminta
Membuat manusia terhenti di kerja
Dan sunyi dunia bak kematian
Hanya satu dua manusia bergerak nyata
Mengapa di saat gadget sedang merata
Menghantui dunia, kau datang, corona
Lihatlah kanak-kanak hanya terlihat
Duduk di rumah menggerakkan jarinya
Sekolah terhenti bagi yang muda
Karya tak lagi nyata, pengangguran merebak
Kini orang mulai kembali ke dapurnya
Apa yang bisa dikerjakan sebatas pengganti biaya
Oh alangkah pedihnya
Manusia terduduk tak banyak kata
Jadi alasan karena corona tak pergi jua
Nestapa berapa tahun lagi kami kan jalani
Kemakmuran baru kami nikmati
Lenyap bagai air hujan terserap tanah
Corona ... oh corona ...
Pulanglah ke negeri asalmu
Yang entah di mana negri antah-berantah.
Kami ingin segera jumpa dan bercanda
Dengan saudara, keluarga juga sahabat dan kerabat
Pisungsung minggu sederhana
Puisi Lodevika Endang Sulastri
Photo by Pixabay from Pexels
Pagi merekah sejuk mengelus raga
Lilin menyala pertanda doa
Mohonkan berkat-Nya
Untuk kehidupan hari ini
Kicau burung membuka matahati,
Mazmur terbawa angin pagi-Nya
Syukur kupanjatkan di hadirat Dewa
Sang Mahaperkasa Penyelenggara dunia
Harum aroma lilin menyala
Mengabarkan sukacita warna hari
Minggu yang sederhana
Hari istirahat bagi raga,
Agar batin berbicara lebih nyata
Dalam renungan di nada pagiNya
Terima kasih Dewa Perkasa,
Masih Kauberi kami napas panjang-Mu
Agar kami isi hari hari kami
Dengan sukacita warna Injil
Syukur sujudku bagi Dewa Perkasa
Telah kujalani hari hari sepekan raya
Sebagai janji bhakti hamba
Mengisi dunia dengan nada ceria
Menerima duka sebagai timbangan dunia
Kerna Kau beri kami kekuatan
Untuk mengolah ladang kehidupan
Syukur sujudku kupersembahkan
Di pagi suci minggu sederhana
Pisungsung nyata bagi Sang Dewa
Palembang, 30 Agustus 20202:07:21
Kupandang Sakramen MahaKudus
Di diamku ... ada banyak kisah ...
Seolah dalam sembah sujudku
Seperti sebuah buku yang terbuka
Dan aku hanya bisa memandang-Nya
Sambil mengelu ...
Kupersembahkan semua bagi-Mu
Kisah hari-hariku ...
Percikan emosi datar wajahku,
Gejolak hati yang membara
Semangat dan keputusasaanku,
Ketidakmengertianku akan rencana-Mu
Sekarang ... kuletakkan di sini Tuhan
Biar selesai ... di sinilah.
Kupandang Roti Suci
Gambaran makanan kami sedunia
Yang bisa terbagi dengan rata
Dan bisa dinikmati oleh semua
Yang memberi energi baruku
Dan juga semua yang mengingat pengorbanan-Mu Tuhan
Yang karna Cinta sehabis-habisnya
Kuletakkan beban dan kegembiraan
Sukacita dan dukacitaku ... dalam hening-Mu
Hanya Engkau yang tahu
Hanya Engkau yang menyembuhkan
Hanya Engkau yang memberi kekuatan
Dalam kasih setia-Mu
Aku kembali memandang Roti yang terbagi
Kupandang Sakramen Maha Kudus
Tempat jiwa-jiwa lara ... dan belum selesai
Berlabuh memohon kerahiman Bapa
Ya Tuhan, aku mengingat mereka
Satu per satu ... para leluhurku ...
semua saudara yang berpulang
berilah Damai-Mu
Kupandang Sakramen MahaKudus.
Palembang, 29 Agustus 2020,
Betapa sedapnya Tuhan
Puisi Lodevika Endang Sulastri
People photo created by jcomp - www.freepik.com
Sabtu, 15 Agustus 2020
Aku dan Sepasang Mata
Photo by Lusia Yuli Hastiti |
aku tidak ingat sedang berada di mana
mungkin sedang berada di lorong-lorong sempit
dalam gerak pemikiranku sendiri
aku bertanya lagi sedang berada di mana
merenung di hamparan padang nista barangkali
terlena dengan pertemuan mata itu
yang sekarang hendak pergi ke tempat jauh
memetik buah-buah kasih dari surga
aku bertanya lagi sedang berada di mana
ketika aku serasa diayun buaian leka
dari kerisauan-kerisauan yang tak sepantasnya
aku bertanya lagi sedang berada di mana
saat aku terjebak kuat hanya mampu
merekam satu nama di ruang benakku
ini bukan tentang sepasang mata
yang hendak pergi dan tak kembali
ini tentang kenistaanku yang tak semestinya dengan sepasang mata itu.
Lampung Timur, 15 Agustus 2016
Puisi diambil dari Kumpulan Puisi Juni 2019
#Puncak Keni kmatan#Halaman 46
Minggu, 09 Agustus 2020
Selembar doa mengudara
Puisi Lodevika Endang Sulastri
Image by Gordon Johnson from Pixabay
Lewat sebuah kisah
Kala sang murid tergoda bertanya
Pada Sang Guru yang dikasihinya.
Hari ini Sabda mengurungku dalam tanya
Kala sang murid melihat Guru
Berjalan di atas air dengan fantastik.
Segenap mata berkelebat tanya.
Tetapi suara tenang Sang Guru
Menghentikan kepanikan mereka..
Teguhkan hatimu! Ini Aku ... jangan takut.
Sang murid pemberani bertanya:
Jikalau itu Engkau Guru,
suruhlah aku datang.
Selembar doa mengudara,
Kala mata hati terbuka
Oleh pengalaman iman.
Indahnya pengharapan dan anugrah.
Selembar doa mengudara,
Terhenti di bawah takhta-Nya,
Mukjizat nyata di manapun berada
Saat iman hadir di sana.
Percaya ...
Hanya percaya dan serahkan pada-Nya
Kuasa-Nya hadir dalam semesta
Mengapa aku masih juga tergoda
Untuk mempertanyakan-Nya.
Hanya pisungsung hatì yang diterima
Hati yang berserah ... pada Sang Dewa.
Maka Yang Ilahi menguasai hidup
Karena kita berharga di mata-Nya
Palembang, 9 Agustus 2020, 20:46
Sepercik cinta segenggam dendam
Puisi Lodevika Endang Sulastri
Photo by Nikolas Resende from Pexels
Kidung senja merambah udara
Menyenandungkan kisah seorang lelaki muda
Yang terhentak raga karna salah tutur kata,
Seorang gadis membuatnya terduduk
Tak mampu gerakkan tubuhnya
Sepercik cinta segenggam dendam
Dari jauh kulihat deritamu,
Luka cinta percikkan dendam kesumat,
Menghancurkan raga yang kaukasihi
Tiada lagikah jalan bagimu?
Sepercik cinta segenggam dendam
Oh manusia, mengapa pendek pikirmu
Kobaran emosi luluh lantakkan kekasih jiwa
Lihat kumbangmu terkapar tak berdaya
Mengapa hanya sebatas mata
Kaulihat harumnya cintamu.
Sepercik cinta segenggam dendam
Apakah yang membuatmu kerasukan?
Mengapakah hanya sebatas raga kau melihatnya
Tinggikan budi dendangkan mazmur Cinta
Bagi Tuhan, supaya lukamu disembuhkan
Tak harus dengan panah beracun kaukirimkan
Segenggam cintamu yang tlah terpadam
Sepercik cinta segenggam dendam
Akankah dendam lebih kuat dari cintamu?
Bawalah bayangnya dalam doamu
Kidungkan ayat-ayat cintamu
Dengan sepercik pengorbananmu
Agar cinta berbalas mesra.
Palembang, 9 Agustus 2020, 20:31
Kamis, 06 Agustus 2020
Cita-Cita
Photo by Pexels.com |
sebelum tidur
aku suka menatap
langit-langit kamar
tentu saja bukan biru
tapi berlatar putih bersih
di sana terdapat mimpiku
tak kugantung di tingginya
langit karena bisa jauh kuraih
pada langit kamar yang kukenal
kutitipkan angan-angan
kugambar pola cita melalui khayal
lewat keyakinan,
kuharap aku bisa mewujudkan
segala peristiwa kuserahkan
kepada kemungkinan
walaupun pengetahuan itu bersifat
dugaan dan perhitungan
Lampung Timur, 5 Agustus 2018
#A Poem A Day
Tersenyumlah untuk merdeka
Siang benderang
Sepasang tangan dengan ulet mengikatkan
Tali temali bendera plastik merah putih
Mengibar di tepian koridor sekolah
Menanda masih ada penghuni bergerak
Meski corona tak jua sepenuh hati pergi.
Tak gentar dengan sunyinya sekolah
Hanya angin siang berembus mengabarkan
Bahwa dinding-dinding sekolah berdiri
Dengan gagah menantikan kerumunannya
Anak anak remaja membawa tas punggung
Memasuki gerbangnya dengan ceria
Sambil berceloteh pun terdengar gelak tawa
Duh ... rindunya kami para guru melihatnya.
Namun, kini di sini ...
Kami sedang berdaring ria
Dengan segudang ilmu seperri biasa
Mengajar di kelas sunyi, siswa nun jauh
Entah sedang bagaimana mereka di rumah
Mungkin maknya berteriak menghalau
Dapur kesayangan yang kini penuh keramaian
Atau melotot garang melihat anandanya
Masih bergulingan belum juga beranjak
Dari pembaringan yang sudah kusut
Kerna ulah anaknya tidur semalaman
Tak jua tenang ...
Oh siang benderang, senyapkan hati
Ke mana nian para muridku kini ...
Mengapakah lama pandemi menghampiri
Seolah kerasan dengan suasana kami.
Kulihat bendera dan umbul telah tegak
Dipasang para guru muda seraya tertawa
Dan menanya entah pada siapa
"Akankah ada yang bahagia lihat kibaran
Merah putih meriah di seluruh penjuru
Sekolah kita yang senyap
Kepada siapa mereka mengibar
Ketika anak bangsa terkarantina.
Wahai ... putri Corona ...
Lekaslah pergi agar anak-anak kami
Kembali bercanda dan tergelak di sini
Sekolah kami tercinta menanti
Kanak-kanak kami belajar kembali
Dan merayakan hidup bersama lagi.
Impian kemerdekaan mendekat
dari ketakutan ... dan berjarak
Merdeka dari kengerian
Merdeka berjalan ke sekolah dan
Merdeka belajar ... merdeka ... merdeka ...!
Tersenyumlah untuk merdeka!
Palembang, 6 Agustus 2020: 15:26
People photo created by rawpixel.com - www.freepik.com
Selasa, 04 Agustus 2020
Ratapan Rindu: Kumpulan Puisi dan Kisah Siswa SMA K Sang Timur Yogyakarta
Minggu, 02 Agustus 2020
Hortensia Herima
Nama lengkap Hortensia Herima, S.Pd. Biasa dipanggil Osi.
Saya seorang guru PNS yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah. Saat
ini saya diberi kepercayaan untuk memimpin di lembaga pendidikan SMK Negrei 1 Lembor
Selatan, Desa Watu Tiri, Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Saya menjadi kepala sekolah di lembaga ini sejak 1
September tahun 2014, sejak sekolah ini dibuka dan masih berlanjut sampai
sekarang.
Sebelumnya saya mengajar di SMP Negeri 1 Lembor, Kecamatan
Lembor. Diangkat menjadi PNS tahun 2005 dan bertugas di SMP N 1 Lembor sebagai
guru mata pelajaran Bahasa Inggris dan diberi tugas tambahan sebagai pembina pramuka
juga staf kurikulum. Selama sembilan tahun saya mengabdi di SMP N 1 Lembor.
Saya tamat kuliah dari Universitas Katolik Widya Mandira
Kupang, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Bahasa Inggris
Selama kuliah saya tidak pernah menulis. Adapun tulisan
berupa diary tetapi itu hanya untuk konsumsi pribadi. Tidak pernah terpikirkan
bahwa tulisan berupa ungkapan hati itu bisa dijadikan sebagai tulisan yang bisa
dipublikasikan. Selama menjadi guru, membuat karya ilmiah hanya untuk
kepentingan kenaikan pangkat.
Saya belajar menulis sejak tahun 2018. Kami melaksanakan
workshop penulisan karya ilmiah dan PTK bekerja sama dengan Media Pendidikan
Cakrawala NTT. Artikel singkat saya pertama kali dimuat di majalah Cakrawala
ini. Sebagai pemula saya merasa bangga dan senang. Dari situ semangat saya
mulai tumbuh. Mulai menulis puisi singkat, artikel singkat dan saya merapikan
tulisan-tulisan itu dalam file khusus.
Saya juga diberi tanggung jawab untuk menjadi Presiden Literasi
di Kabupaten Manggarai Barat sejak 2019. Tugas ini membuat saya tertantang
untuk melanjutkan kebiasaan menulis. Kebiasaan menulis ini saya wariskan kepada
siswa-siswi saya di sekolah. Kami membentuk sebuah komunitas literasi tingkat
sekolah. Anak-anak diwajibkan membuat karya dan ditampilkan di majalah dinding
kelas dan sekolah.
Saya bersyukur selama masa pandemi ini bisa bergabung
dengan Komunitas Guru Menulis. Terima kasih karena sudah menyediakan ruang bagi
kami para guru untuk membukukan tulisan kami yang tercecer dan mohon
bimbingannya selalu.
Judul tulisan: "Problematik Pembelajaran di Rumah Selama Masa Pandemik Covid-19"