Baca sebelumnya!
Kita di sebuah sekolah mesti punya yang kompetensi bagus perilaku bagus. Ada yang perilaku sedengan kompetensi sedengan. Tapi ada yang kompetensi kagak perilaku kagak. Ada yang perilaku OK tetapi kompetensinya kurang. Ada yang kompetensinya tinggi tetapi sikapnya di bawah rata-rata, karena merasa sudah pinter, seolah-olah sekolah tempat orang yang pinter saja. No! Sekolah itu gabungan antara knowledge, skill, dan attitude. Dan attitude adalah yang tertinggi. Orang bisa kompetensinya tidak terlalu tinggi tetapi attitude-nya terhadap belajar baik, sehingga walaupun tidak super tetapi terus belajar. Itu sikap atau karakter, yang bisa dibangun dalam diri setiap orang. Nah Anda termasuk yang mana, terserah, karena hanya Anda yang tahu. Kalau kepala sekolah hanya asumsi saja, "Asumsi saya, dia itu bagus, kompetensinya bagus, perilakunya bagus." Mungkin mendekati fakta kalau kepala sekolahnya cermat karena dia mengambil keputusan berdasarkan berbagai hal yang diobservasi. Tetapi kalau tidak, ya berarti asumsi banget.
Marilah kita melakukan evaluasi atas perilaku kita setiap saat. Perilaku, tindak tutur kita, sudahkah di setiap saat baik. "O kalau saya sih di sekolah sopanm ya. Kalau di rumah sih, kan di rumah." Nah itu kan seperti guru-guru yang melakukan hal-hal yang tercela di luar sekolah karena dia merasa sebagai tukang mengajar. Sebagai tukang, Oleh sebab itu dia merasa habis selesai pertukangannya maka sudah selesai. Kalau mendidik tidak bisa. Menjadi pendidik itu 24 jam sehari 7 hari seminggu 365 hari setahun. Because it's in ourselves, ada di dalam diri kita. Kalau tugas face to face di kelas memang sedikit. Tetapi jiwa yang ditumbuhkan sebagai pendidik tidak kenal waktu.
Itulah kenapa kalau di masyarakat orang selalu mencela kalau ada perilaku yang kurang pas dan itu guru yang melakukan. "Wong guru kok gitu?" Kalau yang melakukan manajer bank tidak akan dicela. Itu menunjukkan bahwa guru adalah profesi kemanusiaan yang di seluruh dunia menjadi penghormatan setiap manusia. Di mana-mana kalau orang sudah bilang teacher itu orang akan berbeda sikapnya melihat kita. Langsung beda. Nah hal itu menunjukkan bahwa kalau kita tidak mau menyadari hal itu, kita berkhianat kepada dunia, dong! Apalagi kepada anak-anak kita.
Bagaimana saat ini kita mengajar, menyelenggarakan proses belajar mengajar kita di kelas? Sudahkah kita melengkapi diri kita dengan alat bantu yang tepat? Sudahkah kita mencari contoh-contoh yang relevan buat anak-anak? Contohnya bagus tapi anak-anak tidak mudeng. Itu banyak guru bahasa Inggris bawa lagu, katanya keren. Lagunya zamannya dia ya anaknya enggak ngerti. "O, this is a very good song. Do you know that?" Lah lagunnya tahun 80-an atau 90-an anaknya tahun 2017. Ya jelas anaknya ndak ngerti.
Nah inilah yang saya katakan bahwa di kelas, yang paling penting dalam kegiatan belajar mengajar kita melakukan sesuatu yang paling dekat dengan kehidupan anak. Paling relevan dengan kehidupan mereka. Mencari cara yang cocok dengan mereka. Oleh sebab itu, carilah bacaan-bacaan yang membantu kita memahami bahwa anak-anak zaman ini itu kelakuannya begini. Oleh sebab itu, jangan menyalahkan. Saya sering denger orang-orang Jakarta bilang begini, "Aduh anak-anak sekarang beda sama anak-anak dulu!" Ya, iya, lah! Yang ketinggalan zaman itu gurunya. Harusnya guru zaman sekarang beda sama guru zaman dulu. Tetapi tetep sama sehingga bilang anaknya yang beda. Padahal karena dia tidak berubah.
Ada bacaan yang baru saja baca yang bilang begini, Teacher is the most conventional profession. Konvensional, karena tidak mau berpikir bahwa anak yang saya didik adalah anak zaman sekarang. Hal itu tidak masuk ke dalam koridor berpikirnya.
Mudah-mudahan hal ini menjadi sentilan buat kita. Dan jangan salah bahwa lembaga pendidikan bernama sekolah menjadi kontributor terbesar terhadap kualitas anggota masyarakat. Jadi kalau kita menyalahkan, "Aduh orang sekarang!" Jangan bilang orang sekarang orang sekarang! Karena kontribusinya itu dari kita. Sekolah merupakan tempat pendidikan dan keterampilan individu diciptakan dan sekolah mendapat dampak langsung dari kebijakan publik. Oleh sebab itu, sekolah itu berhubungan langsung dengan kondisi masyarakat.
Untuk menjadikan sekolah menjadi tempat yang lebih nyaman, maka guru dan kepala sekolah visinya harus sama. Kepala sekolah perlu memikirkan bahwa visi sekolah adalah roadmap yang harus diikuti. Visinya apa sih? Oleh sebab itu yang kepala sekolah atau wakil kepala sekolah perlu melihat kembali visi misi sekolah itu apa. Dan itu dijadikan warna sekolah. Dijadikan acuan utama.
Dari kebijakan pemerintan ada enggak yang mengatur standar guru, atau standar kepala sekolah? UKG itu apa? Yang diukur apa? Yang diukur standar kompetensi apa? Kompetensi pedagogi dan profesional. Apakah merasakan bahwa itu kalau nilainya tinggi berdampak pada pedagogi Anda di kelas?
"Tidak." "Karena hafalan." Karena hafalan, karena ada kisi-kisinya. Itulah yang saya bilang pendidikan di Indonesia itu palsu semua. Makanya kalau tidak ada sesi-sesi yang kayak gini ini, guru mendapat penyegaran juga penyegaran palsu. Karena ketika disampaikan penyegaran yang disampaikan hanya perubahan kebijakan, perubahan ini perubahan itu yang tidak tahu cara mengubahnya. Maka Bapak Ibu sekalian, pertahankan semangat Anda untuk ikut sesi-sesi seperti ini. Dan bahkan sampeyan-sampeyan yang dapat sertifikasi, wajibnya harusnya dikeluarkan untuk sesi-sesi kayak gini. Bukan buat beli motor.
Nah sebenarnya ada berapa standar kompetensi guru itu? Pedagogi, profesional, sosial, dan kepribadian. Nah kira-kira, seberapa banyak Anda tahu tentang standar kompetensi ini? Pernah baca tidak? Semua ini dalem, kan? Pedagogi itu kita harus paham caranya bagaimana kita menangani anak sesuai dengan usia mereka. Sebenarnya itu adalah sesuatu yang bisa kita tumbuhkan. Tapi ini adalah patokan yang pemerintah sebenarnya secaradokumen sudah menjaga. Tetapi melaksanakannya dengan cara yang berbeda. Nah sekarang yang dilakukan pengujian pada kompetensi pedagogi dan profesional. Tetapi teorinya saja dan bisa dihafalkan, sehingga tidak nyambung.
Nah saya ajak Bapak Ibu untuk membacanya. Dicari di google dan dibaca. Untuk dirimu sendiri. Saya tidak meyakini guru itu berkembang karena dibentak-bentak pemerintah. Toh pengujian apa pun, guru yang berhasil adalah guru yang di sekolah memang rajin. Yang mbalelo ya mbalelo kok nilainya.
Saya sebelum pemilu DKI dipercaya Pak Basuki untuk membuat pelatihan khusus fokus pada kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian. Modulnya sudah jadi tinggal dirapikan. Jadi guru-guru di DKI tidak hanya diberi kompetensi profesional dan pedagogi, tetapi ada yang lebih penting. Karena kalau tahu pedagogi, tahu yang profesional, tetapi kalau sikapnya dan kemampuan sosialnya tidak kena ini gak jadi semua.
Apakah kepala sekolah termasuk? Ya, iya, kalau ndak punya ini tentu saja tidak bisa jadi kepala sekolah. Tetapi kemudian ditambahin dengan kompetensi manajerial dan kewirausahaan. Enterpreneurship diterjemahkan menjadi kewirausahaan. Banyak kepala sekolah yang menerjemahkan sebagai usaha mencari duit. Padahal bukan. Padahal yang dimaksud adalah bagaimana kepala sekolah memiliki kecermatan dan keuletan untuk mengelola sekolah itu sebagai seorang wirausaha.
Sampai akhirnya begini, Pak Ahok itu, saking judeknya kepada guru negeri itu, bilang begini, "Bu Itje sebagai ketua dewan pendidikan DKI, tolong deh pikirin, gimana caranya membuat guru negeri itu sistemnya kayak swasta saja. Karena guru swasta yang gajinya relatif rendah jauh lebih rajin daripada banyak guru negeri." Karena memang iya, sih. Guru negeri itu tidak ada matinya. Enggak ada yang bisa mecat. Kalau swasta, meleng sedikit, ya sudah SP1.
Artinya Bapak Ibu, standar-standar ini sebenarnya sudah ada.
Baca selanjutnya.
Laporan acara:
- Lokakarya Penulisan Artikel Pendidikan dengan tema: Pendidik Masa Depan
- Tuliskan Satu Kata tentang Diri Anda!
- Pertanyaan Awal Fasilitator
- Mengajukan Pertanyaan yang Menghasilkan Pesan
- Fakta atau Opini
- Apa Keinginan dan Kebutuhan Peserta Didik Kita?
- Siapa yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan lingkungan belajar?
- Sebagai Pendidik, saya ...
- Standar Kompetensi Guru
- Tantangan Abad 21 v.s. Kurikulum
- PISA dan Dilema Kebijakan Sekolah di Indonesia
- Mengubah mindset: refleksi terus-menerus sudahkah kita menjadi model pembelajaran?
- Ajari Anak Didik untuk Bertanya
- Galeri Foto
0 komentar:
Posting Komentar