Kamis, 09 April 2020

Salahkah PR?

Artikel Pendidikan oleh Melyani Dwi Astuti*
Photo by Pixabay from Pexels

Setiap anak adalah anugerah Tuhan yang unik. Setiap anak mengalami masa tumbuh kembang yang berbeda. Tentunya karakteristik seorang anak berbeda dengan anak lainnya. Demikian juga daya serap anak saat menerima pelajaran atau materi. Ada yang menerima dengan cepat, sedang, bahkan ada yang tak dapat menerima sama sekali. Oleh karena itu butuh teknik tersendiri. Salah satu cara dengan membuat siswa aktif belajar dengan mengulang kembali materi yang sudah dipelajari.
PR adalah salah satu tugas yang harus diselesaikan siswa-siswi di rumah dengan bantuan orang tua. PR akan mengingatkan anak tentang pelajaran yang telah diterimanya hari itu. Dengan adanya PR, anak akan tetap belajar dan aktif membaca.
Namun PR hendaklah tidak terlalu berlebihan sehingga membuat anak terbebani. Ini adalah salah satu kesalahan PR. Pada praktiknya banyak ditemui PR dengan jumlah lebih dari sepuluh soal atau tugas. Bahkan ada yang jumlahnya lima puluh lebih. PR yang demikian ini akan membebani siswa, apalagi dengan batas waktu hanya sehari. Anak-anak tidak memiliki waktu lagi untuk bermain atau bersantai. Anak akan sibuk dengan menulis, berhitung, dan membaca soal serta menyelesaikannya.
Oleh karena itu sebaiknya PR yang diberikan pada peserta didik sewajarnya saja, seimbang dengan porsi anak. PR yang jumlahnya wajar akan menyisakan waktu untuk bermain anak. Masa kecil anak tidak terengut begitu saja. Tumbuh kembang anak akan berjalan normal. Anak juga bisa berkomunikasi dengan orang tua. PR bukan penghalang anak untuk melakukan aktivitasnya sebagai seorang anak kecil.
PR adalah penjaga bagi anak agar tidak lupa untuk selalu belajar. Tanpa PR anak kadang meluangkan seluruh waktunya hanya untuk bermain daripada membaca buku. PR membantu anak agar bisa bertanggung jawab menyelesaikan kewajiban yang dibebankan padanya. PR menuntut anak mampu menyelesaikan masalah dengan menemukan akar permasalahan yang dihadapinya. Setidaknya adanya PR menjadikan anak melakukan kegiatan positif.
Setelah PR diselesaikan dengan baik oleh anak dan diberikan pada guru di sekolah, selesai sudah kewajiban anak. Anak tinggal menerima haknya berupa penilaian dan komentar terhadap PR yang sudah mereka selesaikan. Jadi guru tidak bersalah memberikan PR pada anak didiknya, asalkan dengan jumlah yang wajar (antara 5-10 soal). Untuk PR keterampilan minimal waktu yang diberikan 2-3 hari, itu pun dilihat seberapa rumit tugas yang diberikan. Kebijakan seorang guru sangat menentukan sekali.
Jadi, salahkah PR? §


Melyani Dwi Astuti
Lahir di Surabaya, 4 April 1970. Suka menulis, membaca, travelling, menggambar, kadang menyanyi dan menari. Sehari-hari bekerja di SDN Kupang Krajan I Kota Surabaya, meski masih berstatus guru K.2/Honorer. Alamat e-mail: melyanidwi@gmail.com. Alamat rumah: Jln. Simo Gunung I No. 42 Surabaya 60254. No. HP: 081357275619.


Tulisan ini diambil dari buku Cura Minimorum Meneroka Sempena #1 Kumpulan Artikel Pendidikan halaman 136-137

0 komentar:

Posting Komentar