Kamis, 09 April 2020

Membangun Kedaulatan Bahasa Indonesia (Refleksi Peringatan Sumpah Pemuda)

Artikel Pendidikan oleh Wahyudi Hamarong, S.Pd.*
Photo by Dio Hasbi Saniskoro from Pexels

Tahun 1928, jumlah penduduk Indonesia sekitar 60 juta orang. Jumlah penutur bahasa Melayu 4,9 %, penutur bahasa Jawa 47%, penutur bahasa Sunda 14,5%, dan sisanya penutur bahasa lain. Namun, berdasarkan data tahun 1990, jumlah penutur bahasa Indonesia sudah mencapai 75,00 % atau sekitar 134.240.007 orang (Samuel, 2008: 82; Moeliono, 1984; BPS, 1992).
Perkembangan jumlah penutur yang sangat signifikan ini didasari oleh berbagai alasan yang menjadikannya sebagai bahasa kebangsaan, antara lain (1) bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa pergaulan antaretnis di Indonesia. Hal ini dipicu oleh penyebaran bahasa Indonesia melalui sistem persekolahan dan media jurnalistik; (2) meskipun penutur bahasa Jawa lebih dominan, menyusul bahasa Sunda, bahasa Madura, dan bahasa lainnya, tetapi bahasa Melayu telah memiliki daerah penyebaran yang sangat luas dan melampaui batas-batas wilayah bahasa lain; (3) bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa nusantara lain, sehingga sama sekali tidak dianggap sebagai satu bahasa asing; (4) bahasa Melayu relatif mudah dipelajari oleh siapa saja karena memiliki sistem yang sederhana dan tidak mengenal golongan penutur sebagaimana bahasa Jawa dan bahasa Bali berdasar pemakaiannya. Semua orang boleh menggunakan bahasa Melayu tanpa mengenal strata sosial dalam masyarakat; dan (5) faktor psikologis, yaitu adanya kerelaan dan keinsyafan dari penutur bahasa Jawa dan Sunda untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Kini, perkembangan bahasa Indonesia pun sangat pesat. Bahasa Indonesia dituturkan oleh lebih dari sembilan puluh persen penduduk negeri ini dalam setiap harinya dan sekitar 260 juta penduduk dunia telah menggunakan bahasa Indonesia, baik dalam komunikasi resmi maupun tidak resmi. Di kantor-kantor pemerintah dan swasta, upacara, maupun pertemuan ilmiah, semuanya telah menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan situasinya yang resmi. Begitu pula di kedai minuman, di pasar, bahkan halte bus, bahasa Indonesia juga digunakan dengan situasi yang tidak formal.
Perkembangan bahasa Indonesia di luar negeri juga sangat signifikan. Data terakhir memaparkan bahwa 52 negara telah membuka program bahasa Indonesia, di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Belanda, Australia, dan Vietnam.
Sebagai ilustrasi tentang perkembangan bahasa Indonesia di Australia, misalnya, di sana banyak pemuda Indonesia yang belajar dan pengusaha-pengusaha asal negara kita yang menjalankan usaha atau bisnis. Bahasa Indonesia pun menempati peringkat keempat bahasa yang paling populer digunakan oleh warga Australia dan warga asing lainnya. Pemerintah negara itu pun telah menetapkan bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran dalam kurikulum sekolah mereka yang diimplementasikan di sekitar lima ratus sekolah. Fakta ini berlangsung sejak tahun 2007.
Selanjutnya, Vietnam pun tak mau kalah. Negara ini meresmikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar kedua sejak Desember 2007, khususnya di Kota Ho Chi Minh. Berbagai faktor menjadi alasan riil ditetapkannya regulasi tersebut. Namun, yang utama adalah hubungan bilateral antara Vietnam dengan negara kita yang semakin mesra dan mutualisme dalam berbagai aspek.
Di Amerika Serikat, para pendidik mulai mengajarkan bahasa Indonesia dalam kurikulum sekolah mereka sebagai dampak hubungan bilateral antara dua negara yang semakin prospektif, terutama dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan keamanan.
Di sisi lain, di kawasan Afrika, Mesir tercatat sebagai negara yang paling utama dalam mengembangkan penggunaan bahasa Indonesia. Di negeri piramida ini telah didirikan lembaga Pusat Studi Indonesia yang berlokasi di Suez Canal University untuk mengetahui lebih dalam tentang Indonesia dari berbagai aspek seperti ideologi, politik, sosial budaya, ekonomi, dan pertahanan.
Demikian halnya di Benua Eropa, peminat bahasa Indonesia di kawasan ini juga menunjukkan hal yang menggembirakan. Salah satu contohnya adalah Italia yang membuka situs-situs resmi klub sepak bola dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi lewat jalur internet.
Ketenaran bahasa Indonesia pada skala internasional juga telah merambah ke dunia maya. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai situs terkemuka seperti Facebook dan Wordpress. Di Facebook, bahasa kita menempati urutan kelima sebagai bahasa yang populer digunakan. Sementara itu di Wordpress, bahasa ini juga menempati peringkat ketiga setelah bahasa Inggris dan bahasa Spanyol.
Wacana yang mengemuka akhir-akhir ini melalui berbagai forum ilmiah adalah usaha untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa internasional yang sejajar dengan bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Spanyol, Rusia, dan Prancis. Hal ini diperkuat dengan berbagai fakta pengguna bahasa Indonesia telah memiliki 150 pusat studi di 48 negara. Bahkan, bahasa Indonesia (Melayu) digunakan di empat negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Berdasar data Kementerian Luar Negeri Indonesia tahun 2012, teridentifikasi jumlah penutur asli bahasa Indonesia sebanyak 4.463.950 orang yang tersebar di luar negeri. Hal ini mampu menandingi jumlah penutur asli bahasa lain seperti bahasa Rusia dan Prancis. Sungguh, sebuah pencapaian yang sangat prestisius dan membanggakan jika hal ini menjadi fakta sejarah. Bahasa Indonesia pun sejajar dengan bahasa-bahasa internasional sebagai alat komunikasi pada forum resmi seperti PBB.
Kendati demikian, bahasa Indonesia masih tetap menyisakan beberapa persoalan yang perlu disikapi bersama oleh pemerintah maupun masyarakat sebagai penutur demi kemantapan penggunaan bahasa ini sebagai warisan budaya dan sejarah sekaligus wujud nyata penghargaan kepada para pahlawan.
Hal-hal yang perlu ditindaklanjuti antara lain (1) bahasa Indonesia belum menjadi persyaratan utama untuk bekerja di lembaga pemerintah sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun sebagai karyawan BUMN. Belum lagi bila lembaga swasta, seperti perusahaan-perusahaan di dalam negeri, lebih memilih tes bahasa Inggris sebagai syarat kelulusan daripada bahasa Indonesia. Idealnya, tes Uji Kompetensi Bahasa Indonesia (UKBI) diberlakukan sebagai syarat lulus untuk bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta; (2) semua tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar sebagai wujud kedaulatan negara kita dalam bahasa. Hal ini sangat mungkin dilakukan melalui kursus bahasa Indonesia melalui program Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA); (3) para pejabat dan tokoh masyarakat di semua jenjang harus bangga dan memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam forum-forum resmi. Bukannya memilih bahasa asing (Inggris) sebagai bahasa komunikasi di forum tersebut, terlebih lagi jika tempat kegiatan berada di Indonesia; (4) semua barang ekspor dan impor seperti makanan, elektronik, atau mebel, wajib menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dalam petunjuk atau manual penggunaannya, baru selanjutnya menyusul bahasa asing lainnya; (5) berbagai bentuk iklan produk di pinggir jalan maupun iklan yang dipajang secara elektronik di berbagai media harus menggunakan bahasa Indonesia sebagai media komunikasi kepada para calon pembelinya. Toh, yang akan membeli adalah orang Indonesia; (e) semua papan informasi dan petunjuk di tempat publik, misalnya tempat wisata dan hotel, harus menggunakan bahasa Indonesia, kemudian menyusul bahasa asing (bahasa Inggris).
Dengan strategi dan politik bahasa seperti ini, saya sangat yakin bahasa ini akan semakin diminati dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri, dan tentu saja akan semakin memiliki posisi tawar yang tinggi di dunia internasional.


Wahyudi Hamarong, S.Pd.
Lahir di Pamboang Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat pada 1 April 1978. Menempuh pendidikan di SDN 3 Tinambung, SMPN 1 Pamboang, dan SMAN 1 Majene. Meraih gelar S1 di Universitas Negeri Makassar Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Februari 2001. Selepas kuliah sempat mengajar di berbagai sekolah swasta di daerah sampai akhirnya terangkat menjadi guru negeri dan mengajar di SMAN 1 Pamboang sampai sekarang. Bagi penulis buku adalah dunia kecil yang mampu membentang lekuk-lekuk tubuh sintal bernama dunia sekaligus teman akrab paling setia tempat berkeluh-kesah. Email wahyudihamarong@ymail.com.


Tulisan ini diambil dari buku Manajemen Ta’an To’u Meneroka Sempena #3 Kumpulan Artikel Pendidikan halaman 140-143

0 komentar:

Posting Komentar