Kamis, 09 April 2020

Pak Gambul Penjual Mainan

Kisah Inspiratif Guru oleh Noor Shofiyati
Photo by Markus Spiske from Pexels

Namanya sederhana dan terbilang unik. Pak Gambul, begitulah dia biasa dipanggil oleh anak-anak. Siapa dia? Lelaki itu adalah seorang penjual mainan yang biasa berjualan di depan sekolah anakku, KBTKIT SAF 2. Selepas anak-anak selesai belajar, biasanya bapak ini telah berada di luar pagar sekolah untuk menjajakan barang dagangannya berupa mainan anak-anak. Mainan yang dia jual bukanlah barang yang tergolong mahal harganya. Kisaran harganya mulai dari seribu rupiah sampai lima belas ribu rupiah. Cukup murah bukan? Itu karena mainan yang dia jual memang mainan-mainan sederhana.
Namun di balik semua kesederhanaan itu ada satu hal yang telah menginspirasi saya untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Hal itu adalah ketulusannya dalam berbagi.
Siang itu selepas pulang mengajar, saya menjemput Faza, anak saya, lebih awal dari biasanya. Selain karena kebetulan pekerjaan saya sudah selesai, mendung juga telah tampak menggelantung di langit. Agar tidak kedahuluan hujan turun, maka saya putuskan untuk bergegas menjemputnya.
Seperti biasanya, saat pembelajaran di KBTKIT SAF 2 menjelang usai, Pak Gambul sudah terlihat di luar pagar. Saat itu Faza meminta saya agar membelikannya mainan di tempat Pak Gambul. Saya turuti permintaannya. Mainan yang dia pilih seharga seribu rupiah. Sebuah harga yang cukup murah bagi anggapan seseorang yang sudah dewasa. Ketika saya membayarnya dengan selembar uang seribu rupiah, ternyata mainan yang saya terima tidak hanya satu namun empat buah mainan yang berbeda. Lalu saya bilang, “Lho, Pak, saya kan cuma membeli satu mainan seharga seribu rupiah, kenapa mendapat empat buah mainan?” Apa jawab Pak Gambul? “Nggak apa-apa, Ibu, ini saya berikan untuk adik Faza.”
Subhanallah, ini adalah pelajaran berharga dari-Mu ya Rabbi, kata hati saya saat itu. Seorang penjual mainan sederhana, dengan penuh ketulusan hati bersedia untuk berbagi dengan sesamanya. Walaupun mungkin nilai rupiahnya tidak seberapa, namun ketulusannya untuk berbagi itulah yang menyentuh hati saya. Keuntungan yang dia peroleh saat terjual satu buah mainan seharga seribu rupiah, mungkin lebih sedikit bila dibandingkan dengan harga tiga buah mainan yang dia berikan ke anak saya. Namun itulah yang terjadi. Dengan ketulusan hati, dia berbagi pada sesamanya.
Dari kisah tersebut, setidaknya kita mendapatkan pelajaran berharga bahwa pertama, berbagi/bersedekah tidak perlu menunggu sampai kita mendapatkan hasil/keuntungan yang besar. Kedua, apa yang kita sedekahkan nilainya tidak selalu lebih kecil dari hasil/keuntungan yang kita peroleh. Kapan pun dan dalam kondisi apa pun sedekah sebaiknya tetap jalan. Sekecil apa pun yang kita berikan akan sungguh bermakna buat saudara kita.
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 92 yang artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
Berbagi itu indah, tiada hari tanpa sedekah, memberi sama dengan menerima. Mungkin ungkapan-ungkapan itu bisa memotivasi kita untuk lebih peduli pada sesama. Sehingga kita senantiasa tergerak untuk berbagi dalam keadaan lapang maupun sempit. Semoga sekelumit kisah ini dapat menginspirasi.
***
Sertakan Allah dalam setiap aktivitas.

Noor Shofiyati, berputri tiga, dan berprofesi guru di Yogyakarta. Komunitas kepenulisan pertamaku, SPM (Sanggar Penulis Muslimah).


Tulisan ini diambil dari buku KAPUR & PAPAN Kisah Inspiratif Guru 1 halaman 33-34

0 komentar:

Posting Komentar