Rabu, 08 April 2020

I Love You, Maam

Kisah Pengalaman Guru oleh L. Bening Parwita Sukci
Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Bahasa Inggris bukanlah mata kuliah yang mudah untuk diajarkan di tingkat perguruan tinggi. Meskipun mahasiswa telah belajar bahasa asing tersebut selama bertahun-tahun di tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, ternyata sebagian mahasiswa masih menganggap bahasa tersebut sulit untuk digunakan dalam kehidupan mereka. Banyak di antara mereka yang tidak mampu bicara dalam Bahasa Inggris. Dan lebih banyak lagi yang merasa takut menggunakan bahasa tersebut karena tata bahasa yang sulit atau kosakata yang terbatas. Dalam menghadapi situasi yang seperti ini, saya tidak punya pilihan selain memaksa mahasiswa tahun pertama untuk menggunakan bahasa ini dalam kegiatan kelas kami sehari-hari tanpa perkecualian.


Pertemuan pertama di semester satu selalu menjadi pertemuan yang menegangkan. Saya memperkenalkan berbagai aturan dengan segala konsekuensinya. Aturan pertama adalah penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di dalam kelas. Apa pun yang mereka katakan kepada siapa pun, bila dilakukan di dalam kelas, semua harus menggunakan Bahasa Inggris. Bahkan bila mereka berani jatuh tertidur dan bermimpi, mereka harus memastikan mimpi tersebut berbahasa Inggris. Setiap kata yang diucapkan dalam bahasa selain Inggris akan membuat mereka didenda seratus rupiah per kata. Uang tersebut dikumpulkan dalam sebuah kotak tembus pandang. Aturan kedua adalah semua kegiatan dilakukan tepat waktu. Mahasiswa yang datang terlambat akan mendapat pengurangan nilai. Bila dosen datang terlambat tanpa pemberitahuan sebelumnya, maka mahasiswa berhak mendapatkan nilai tambahan. Aturan ketiga mengharuskan mahasiswa untuk aktif dalam semua kegiatan di dalam kelas.
Wajah-wajah tegang akan menjadi gambaran yang biasa saya hadapi saat memperkenalkan aturan-aturan tersebut. Namun biasanya ketegangan akan mengendur ketika saya menjelaskan bahwa mereka boleh bicara tanpa perlu merasa takut melakukan kesalahan dalam tata bahasa. “Grammar can go to hell when you are in my class.” Kalimat ini biasanya akan mendapatkan sambutan meriah di kelas. Saya jelaskan bahwa tata bahasa bukanlah segala-galanya. Dalam berbahasa penyampaian dan pemahaman pesan lebih penting daripada segala tetek-bengek tenses yang membingungkan bagi orang Indonesia. Karena itu mereka harus berusaha menyampaikan pesan secara lisan dan tertulis tanpa perlu memedulikan kesalahan dalam tata bahasa ataupun kosakata. Kesalahan yang terjadi akan diperbaiki bersama dalam proses komunikasi yang terjadi.
Dalam pertemuan pertama, kegiatan berpusat pada saling memperkenalkan diri. Tentu saja kegiatan ini terlihat mudah bila dilakukan dalam Bahasa Indonesia. Namun ketika mereka harus menggunakan Bahasa Inggris maka wajah-wajah ragu akan mulai terlihat berkelompok di bagian belakang kelas. Mereka yang berani mulai berkeliling kelas dan saling menyapa dan menceritakan tentang dirinya sendiri dalam waktu yang telah ditentukan. Ketika waktu habis, mereka harus mencari pasangan baru lagi dan melakukan hal yang sama. Saat inilah semua mahasiswa tidak punya pilihan selain mulai berbicara tentang diri mereka sendiri meskipun dengan terbata-bata. Beberapa yang semula ragu mulai lebih berani karena ternyata teman-teman mereka memahami apa yang mereka ucapkan. Hari pertama berakhir dengan menyenangkan karena di akhir kelas tidak ada satu pun tangan terangkat ketika saya menanyakan siapa yang tidak mengerti apa yang diucapkan temannya. Kesimpulan hari itu adalah tidak ada satu pun mahasiswa yang tidak bisa berbahasa Inggris secara aktif. Hore!!!!
Di pertemuan-pertemuan berikutnya kegiatan kelas dipenuhi dengan diskusi kelompok, presentasi dan tanya jawab. Untuk setiap topik yang diberikan, mahasiswa diminta membaca atau menonton bahan yang diberikan sebelumnya dan kemudian melaporkan pemahaman mereka di kelas. Hasil pemahaman ini kemudian didiskusikan di dalam kelompok kecil yang terdiri dari tiga atau empat orang. Kegiatan diskusi kelompok dilanjutkan dengan sesi laporan hasil diskusi yang diikuti dengan tanya jawab. Setiap kali seorang mahasiswa menyampaikan atau menanyakan sesuatu, maka sepotong kertas kecil bertuliskan angka nilai keaktifan akan menjadi hak mereka. Di lembaran kertas kecil tersebut mereka akan menuliskan nama dan nomor mahasiswa mereka yang kemudian akan dikumpulkan di sebuah kotak pada akhir kelas.
Kejadian lucu akan muncul setiap kali seorang mahasiswa mengomentari laporan atau kesalahan temannya. Bila seseorang mengatakan, “He is the only daughter in his family,” maka beberapa temannya akan tertawa, sedangkan beberapa yang lain akan mengatakan, “SheHer!” Maka si pembicara akan mengubah kalimatnya menjadi “She is the only daughter in her family.” Namun terkadang sang pembicara tidak menyadari kesalahannya dan terus melanjutkan laporannya tanpa menyadari kesalahannya. Pada saat itulah sering muncul celetukan dari teman kelompoknya, “Bukan he tapi she!” Dan kalimat ini akan mengundang tawa seisi kelas karena sang komentator diharuskan membayar dua ratus Rupiah untuk dua kata Bahasa Indonesia yang diucapkannya.


Di awal kelas berikutnya, laporan keaktifan kelas akan ditayangkan sehingga semua mahasiswa dapat melihat kinerjanya di kelas pada minggu sebelumnya. Mereka yang mengumpulkan nilai keaktifan tinggi akan mendapatkan sepotong kartu berwarna hijau, sedangkan mereka yang berada di tengah akan mendapat kartu kuning dan mereka yang tidak mendapat nilai sama sekali akan mendapat warna merah. Kartu warna-warni ini akan diangkat saat mereka akan bertanya atau menyampaikan sesuatu di kelas. Kartu yang menunjukkan nilai terendah akan mendapatkan kesempatan pertama untuk bicara. Dengan demikian mereka akan bisa menambah nilai dengan lebih mudah. Mereka yang memiliki kartu yang menunjukkan nilai tinggi diperbolehkan bicara setelah tidak ada lagi warna merah dan kuning terangkat. Dan ternyata kartu-kartu berwarna ini menjadi pemacu semangat mahasiswa untuk saling bersaing mendapatkan nilai lebih banyak dengan mengajukan pertanyaan atau mencoba menjawab pertanyaan. Dan tugas saya pun menjadi lebih mudah, karena saya hanya perlu mengatur siapa yang berhak bicara, mendengarkan apa yang mereka katakan dan memberikan nilai pada kartu kecil yang menjadi hak mereka. Bahkan terkadang, ada beberapa mahasiswa yang memberanikan diri untuk menjadi moderator diskusi kelas yang diadakan.
Di pertengahan semester warna kartu ditambah dengan warna biru untuk mereka yang mendapat nilai paling tinggi. Mereka yang memiliki warna biru hanya boleh menyatakan pendapatnya setelah tidak ada warna lain terangkat. Hal ini menghalangi mereka untuk mendominasi percakapan kelas sehingga mereka yang memiliki nilai lebih rendah akan lebih terpacu karena didorong oleh teman-temannya untuk bicara. Pemegang kartu biru kami juluki sebagai shark, hiu. Pemegang kartu merah kami juluki little fish, ikan kecil yang menjadi makanan hiu. Dan hanya ikan kecil yang bisa membunuh hiu karena begitu warna merah atau kuning terangkat, maka si biru tidak akan mungkin bicara untuk mendapatkan nilai tambahan.
Ternyata warna-warna kartu yang mereka pegang akan berubah setiap minggu sesuai nilai yang mereka capai ini menjadi pemicu sebuah kompetisi di kelas. Setiap kali sesi presentasi dan tanya jawab dibuka, maka akan teracung kartu warna-warni di udara. Dan pemegang kartu merah akan saling membela temannya bila tidak ditunjuk oleh sang pembicara. Pertengkaran kecil pun tak jarang pecah karena seseorang merasa tidak diperlakukan dengan adil karena tidak dipilih untuk bertanya atau menyatakan pendapatnya saat mengangkat kartu merahnya. Teman lainnya akan berusaha membela rekan sekelompoknya. Dan tanpa mereka sadari semua pertengkaran tersebut berlangsung dalam Bahasa Inggris.


Tanpa disadari, kegiatan kelas yang melibatkan diskusi dan presentasi membuat para mahasiswa semakin aktif dan kompetitif. Mereka berusaha membantu rekan sekelompoknya yang memegang kartu merah untuk mendapatkan nilai yang lebih baik dengan membantu menyiapkan pertanyaan atau jawaban. Mereka yang tidak percaya diri akan mencoba untuk menggunakan bantuan tersebut agar mendapat nilai yang lebih baik. Mereka yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik akan berusaha membantu rekannya yang lemah untuk memperbaiki kalimat atau menjelaskan duduk permasalahan sehingga diskusi dapat berjalan dengan lebih baik.
Meskipun kesalahan dalam menggunakan tata bahasa maupun kosakata sering terjadi, namun hal itu menjadi hiburan bagi kami semua. Tak jarang gelak tawa pecah ketika salah seorang menunjuk teman perempuannya dan mengatakan, “He loves his boyfriend so much.” Dan gelak tawa akan semakin membahana ketika sang pembicara tidak menyadari kesalahannya dan tetap menggunakan kata ganti “he” untuk teman perempuannya. Di saat lain kebahagiaan menyeruak ketika seorang rekan tak sengaja mengucapkan satu atau dua patah kata dalam Bahasa Indonesia. Maka sebagian mahasiswa akan bertepuk tangan dan menunjuk kotak uang penyimpan uang denda.


Dan saat akhir semester tiba, kotak penyimpanan uang denda dibuka dan uang tersebut saya gunakan untuk membeli makanan kecil untuk dinikmati bersama. Beberapa mahasiswa yang pernah terlambat atau tidak masuk kelas juga mendapat hukuman untuk membawa lima potong makanan kecil untuk dinikmati bersama dengan teman-temannya. Di hari terakhir kelas, kami berpesta. Beberapa mahasiswa menunjukkan kemampuan mereka menyanyi dengan iringan gitar, ada pula yang berusaha menunjukkan kemampuannya menari. Dan di hari itu, saya mendapat kebahagiaan yang tak terkira, karena banyak dari mereka yang menyatakan kebahagiaannya karena mampu menggunakan Bahasa Inggrisnya dalam komunikasi yang sesungguhnya. Dan di hari itu saya selalu mendapat bingkisan terindah sebagai seorang pengajar Bahasa Inggris. Di antara komentar-komentar mereka yang dikumpulkan pada hari itu, banyak terselip ucapan, “Thank you for this semester, Maam,” “Now I can speak English better,” dan “You make me brave to speak up.” Dan yang terindah dari semuanya adalah saat mereka menuliskan, “I love you, Maam.

***



L. Bening Parwita Sukci
Mengajar Bahasa Inggris bagi mahasiswa yang tidak belajar di Program Studi Bahasa Inggris adalah sebuah pengalaman yang luar biasa. Selama lebih dari dua puluh tahun mengajar, saya masih selalu belajar untuk membuat kelas menjadi lebih menyenangkan. Sebuah pelajaran yang tidak akan pernah selesai karena setiap hari selalu ada pengalaman baru yang memperkaya, selalu ada kejadian lucu yang membuat kelas menjadi lebih meriah, selalu ada masalah yang harus dipecahkan. Seperti yang selalu saya katakan pada mahasiswa saya, “Learning English in my class is not learning a language. We are using English to learn about life together. So let us make mistakes and learn from our mistakes, happily.” Belajar Bahasa Inggris di kelas saya bukanlah mempelajari sebuah bahasa. Kita akan menggunakan Bahasa Inggris untuk belajar tentang hidup. Karena itu, mari kita membuat berbagai kesalahan dan belajar dari kesalahan kita, dengan perasaan gembira tentunya.




Tulisan ini diambil dari buku KAPUR & PAPAN Kisah Pengelolaan Kelas 1 halaman 96-103, Pemenang Kedua dalam Lomba Kisah Pengelolaan Kelas 2015

0 komentar:

Posting Komentar