Jumat, 23 Desember 2022

Batu Terbang

 

Batu 

Terbang

Cepat-cepat mencari celah 

Tempat bertengger 

Bersarang


Dengan cakar makarnya

Ia mengorek paksa 

Membuang habis isi kepala bocah baru belajar


Bersarang dia di situ

Beranak cucu dia di situ

Semua senyap seperti tak tahu 


Tapi

Setelah lama 

Tak tertampung lagi dalam kepala

Batu terbang bersama semua anak cucunya

Beterbangan keluar

Mencari mangsa

Di luar


Batu terbang patah sayap tertembak pemburu

Dor!


Batu

Jatuh 

Terundung 

Sayap sendiri

Bagaimana berdiri lagi


         Perteguhen, 24 Desember 2022


*) Puisi ini dimulai dari PINTU GERAK/ KINESTETIK.

Kamis, 22 Desember 2022

Wajah Penuh Darah


                     <Membaca tragedi anjing kecil 1>


Anjing kecil

Tergilas mobil 

Di tengah jantung kota 

Siapa dengar erangannya

Siapa paham jeritan tangisnya


Anjing kecil

Tutupi wajahnya dengan darah

Takut dia ditandai bunda 

Tambah beban di dada


Anjing kecil

Tutupi matanya dengan darah

Takut lihat iba bunda


Wajah penuh darah siapa punya

Wajah penuh darah siapa peduli


Cuma bunda

Menjilat wajah penuh darah

Menyatukannya dengan darah sendiri

Siapa pernah menceraikan darah dari darah


Cuma bunda

Mengecup kerning penuh darah

Membuka kelopak-kelopaknya

Untuk tatapan terakhir yang hidup 

di kematian ini


Anjing kecil


Wajah 

Penuh darah

Siapa mengenangnya


            Gang Olakisat, 23 Desember 2022

Rabu, 21 Desember 2022

Tukang Sampah

                                       *

Pagi-pagi ia bangun menjemput sampah dari pintu ke pintu. Tanpa absen. Sebab absen berarti kiamat baginya. Sehari tak kerja, sehari itu pun mati tungku. Tak makan. Tak sekolah anak semata wayangnya. Maka sakit yang masih bisa dibawa-bawa tak jadi alasan untuk absen sehari dua hari. Ia,  tak mau absen. Tak mau memperpanjang litani kiamat-kiamat kecil. Ia,  tak mau membiarkan sampah mengotori kampung kami, jalanan kami, gang kami, rumah kami, kamar kami, sempa kami, aurat kami.


Di sekolah. Anaknya yang semata wayang itu diolok, diejek habis-habisan oleh teman-temannya, hanya karena berayah si tukang sampah tadi. Ia cantik. Tertib, bersih, necis dan apik. Tapi hampir semua teman menjauhinya. Bau sampah pada ayahnya, dilekatkan juga pada dia. Dia diam sampai-sampai jadi pendiam, penyendiri. Ketika jam pelajaran tiba, barulah ia bersemangat kembali. Karena semua tugasnya beres dan ini yang menghiburnya sebab para guru menyukai ketekunannya.

                                    **

Di bawah upacara bendera di suatu Senin pagi, ia ditunjuk langsung oleh kepala sekolah menjadi pengurus sampah di sekolahnya. Semua guru dan siswa-siswi bertempik sorak menyambut penunjukkan itu. Teman-temannya  menganggap itu pangkat paling pas baginya. Ia pun menerimanya dengan lapang dada. Setiap pagi ia lebih awal ke sekolah setelah membereskan pekerjaan di rumah. Sampai di sekolah ia mengumpulkan sampah bersama dengan teman-teman yang sungguh mencintai kebersihan lingkungan sekolah. Itu ia lakukan tanpa malu tanpa minder, sekalipun ia tahu dengan tugas ini ia semakin disepelekan, diremehkan dan malah direndahkan oleh teman-temannya.


Sebagaimana ayahnya di mata segelintir orang, demikian halnya ia. Tapi di mata kepala sekolah dan segenap guru, ia adalah anak pembersih. Dari dialah lingkungan sekolah jadi bersih, kelas bersih, lantai bersih, papan tulis bersih, papan absen siswa maupun guru, bersih semua. Itulah sebabnya sekolahnya meraih juara satu nasional perlombaan Sekolah Bersih. Ia lalu dinobatkan menjadi Duta Sekolah Bersih Nasional.

                                      ***

Di bawah upacara bendera pada suatu Senin yang lain lagi, kepala sekolah memanggilnya ke depan. Di bawah bendera, di hadapan semua peserta apel, kepala sekolah menandaskan:


Tukang sampah

Telah mempersembahkan emas murni

Bagi panti pendidikan kita

Bagi segenap kita

Semua guru

Serta siswa

Siswi


Sampah

Berisi emas!


Masih 

Menjijikinya?


Semua diam

Lalu pulang satu-satu

Tinggal ia, anak si tukang sampah itu

dan kepala sekolah di sisinya

Menguatkan dia

Besarkan dia


Aku pun tidak menghukum engkau

Bisik sang kepala sekolah

Mengutip kitab

Lalu pulang

Membaca

Diri


Sendiri?


Gang Olakisat, 06 Mei 2022

Minggu, 18 Desember 2022

Piring


Di piring ini pun


Tergenang

Air mata adikku

yang terusir malam itu

Membawa pulang perutnya yang kosong

ke kampung kami


Karena piring di tenda

Tiada yang kecil 

Buat yang kecil


Di sana

Dekat tungku kami yang sama dulu itu

Ia mengisi perutnya dengan singkong sisa kami

Sedang di sini nasiku basi 

Terbuang

Buang


Basi nasi itu tanda mati api

Mari kobarkan


Ouh, Piring

Pangkuan nasi dan air mata bersepeluk

Kapan kami berpelukan lagi

Kenyangi lapar kami

Seperut


               Di Lewoleba, 08 Agustus 2010

Sabtu, 17 Desember 2022

Jagung di Kebun Kami

 

Lembu

Jangan makan kami

Meski kami mirip rumput

Makananmu


Ia

Turut

Tuannya pergi

Sambil mamah gigi


Memang

Mulut susah dikandang


      Pintubesi, 10 September 2012

Lilin di Tanganku


Lilin 

di tanganku

Terbakar sampai ke tulangku


Arangnya jatuh


Melukai 

Bening matamu

Lalu berkubur dia di situ

Sembunyikan takutnya akan dikau


Sejak itu

Berning matamu 

Bernoda hitam tak hilang-hilang

Sebab aku yang di dalam

Tuhan


Tuhan

Jaga biji matamu


         Perteguhen, 25 Mei 2014

Jumat, 16 Desember 2022

Malam Pengasingan


Setelah

Kauisi paksa perut dan otak benakku

Kenyang-kenyang dengan makianmu

Aku kautendang

Buang


Keluar!


Lenting linding aku keluar

Membawa cucumu masih menyusu

Mencari tumpangan

Malam itu juga


Kelam pekat


Bulan muram

Memandangi kami 

di bawah atapan sedaun pisang

Sekadar menutup ubun Boli

dari rinai air matanya


Bulan iba

Lalu lari sembunyikan air matanya

ke balik awan

Sambil memohon hari terangi kami


Jadilah

Terang tengah malam itu

Sebab bulan dan matawari bergandengan

Menangkupkan diri di tenda pengasingan kami


Siang

Malam

Terus terang di tenda kami


             Pada malam pengasingan kami, 

             Pintubesi, 17 November 2013


Kamis, 15 Desember 2022

Di Taman itu


Dari atas tiang itu


Tuhan 

Tunduk

Minta tanganku

Mengobati luka-luka yang berjejalan

Menyelimuti

Tubuhnya


Selimut luka kawan sengsara

Sampai akhirnya Ia menyerahkan nyawa

Sebelum sempat kami lepas

dari peluk penghabisan


Hembus nafas penghabisannya

Mengalir lambat sekali

Seperti tak mau meninggalkan 

lorong-lorong kami yang selama ini

Dalam dadaku


Di situ

Tinggal dia

Berdoa untukmu di taman itu 

Tiap malam sampai pagi

Tak terusik hidung lagi


Kupu pun

Berdatangan

Menimba nektar tak habis-habis


Perteguhen, 27 November 2014







Minggu, 11 Desember 2022

Sopir itu Bernama Corona


Foto oleh cottonbro studio dari Pexels

Ia
Setia
pada tugasnya
Tak tidur-tidur dari pagi sampai pagi lagi
Menjemput penumpang yang hendak turut

Ia
tulus
Memberi tahu peruntukan dirinya
Kepada tiap calon penumpang yang lagi antri
Di halte-halte tungguan

Bila berminat keburu mati

Jabat tanganku
Terus ke mobil kita berangkat
Haram hukumnya berpelukan
dengan kaum kerabat dan anak bini sekalipun
Kalau sudah di genggamanku

Bila tidak

Jangan sentuh aku
Sekalipun engkau tergila-gila padaku
Cuci tangan, mulut, dan dirimu
Segera sesudah kita terlanjur berperlukan
atau bersentuhan badan saja sekalipun

Jangan ratapi pemisahan yang menceraikan kita ini
Tapi ratapi dirimu sendiri yang bakal sakit sampai mati diisolasi
Tak berpengunjung sesiapa pun

Ratapi juga
Anak binimu yang menanggung rindu padamu
yang sakit sampai mati dalam keterasingan
Ke kubur tak dihantar barisan duka orang-orang tercinta
Bagai membuang sampah
dan bangai tikus kesturi

Yang kausuka?


Istana Jiwa, 27 Juni 2020

Kamis, 08 Desember 2022

Anjingku

Foto oleh Charles dari Pexels




Anjingku
Kawan karibku
Di mana daku di situ dia

Malam
Dia di luar pintu sampai pagi
Menjagaiku jangan-jangan datang pengganggu

Aku
Nyaman
Dalam kawalannya

Tadi ini
Ketika kuberi jatah makan
Jatah kembarannya pun ludes dicaplok
Tak bersisa

Lidah anjing
Lembut bergerigi
Mencaplok tuan sendiri
Bila lanjur
Terlena

Anjingku
Pembunuhku
Bagaimana denganmu

Diam
Dalam
Bergigitan
Tuding-menuding

Ujung akhirnya?

Dari Perteguhen, Awal Desember 2022

Rabu, 07 Desember 2022

Tendangan

Foto oleh Dmitriy Zub dari Pexels



Tendanganmu
Melubang di mukaku
Tak tertutupi tanah sebumi

Hiu bergigitan di dasarnya
Memutuskan jempol-jempol kita
yang sengit bertudingan

Ujung-ujungnya terus menuding kita
Sampai ke lahat

Mati
Tak senyenyak dulu lagi

Pintubesi, 02 Oktober 2018

Dipan

Foto oleh WoodysMedia dari Pexels




Melangkah dengan hati
sampai pun merangkak-rangkak

Ia
Mengais
Mencari-cari kami
di bawah reruntuhan kota dan kampung kami
yang diguncang gempa paling parah
Gempa nurani

Tangan
di dadamu
Menyentuh hati kami
Menatang kakimu biar bersih
Sampai
Nanti

Jokowi
Jangan injak kami seperti sidulu
Sekalipun kami dipan dudukanmu
Serata tanah

Duduklah
Di dipan ini lagi

Pintubesi, 13 Oktober 2018

Atapi Buku Kami



ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww




                    Kado Pelantikan
                    Jokowi Amin


Sesudah
Dua tahun tak penuh
Mengungsi di huntara dua
yang dikontrak selama 5 tahun
Kami lalu dipulangkan ke kampung
Eks zona merah Sinabung

Air tak ada

Cuma hujan
yang setia turun beri kami minum
Sambil menginjak buku sekolah kami
Karena seng yang lima lembar itu
Masih mengatapi tenda pelantikan
Bapak berdua
Hari ini

Kalau usai
Pesta Pelantikan ini
Kirimi kami yang lima lembar
Itu saja

Biar
Buku kami tak basah lagi

Indonesia
Atapi buku kami

Pintubesi, 20 Oktober 2019


Tiada Lagi

Foto oleh Paula Schmidt dari Pexels




Bekas kakiku pun
Tak mau di pintumu lagi
Maka kujilat dan kubawa-bawanya pergi
dalam bedungan beludru mulutku
Agar tak kotori pintumu lagi
Tak terganggu kau lagi

Mulutku
alamatku
Teras diriku berdiri
Dipagar pasukan tulang melulu
Agar tak terganggu kau lagi
Tak terinjak kau lagi

Aku pun
Telah kucopot dari namaku
Hidung pesekku, titisan ibunda pun
telah kukikis kandas biar pun berdarah-darah
Agar tak bebani lamunanmu lagi
Sekalipun gambar-gambar bersepelukan
Berpajangan di dinding-dinding kita

Aku
di punggungku
Tak menumpang pada siapa
Pada namaku
Pun!

Percuma menyimpan cangkang
Isi tiada

Aku di diriku sekarang
Namaku pun
Tiadalagi

Tanah Karo, 25 November 2014

Azan

Foto oleh Monstera dari Pexels




Berlayar menghabisi lautan

Kautumpangi bulan lengkungi langit
Turun tudungi bumi
Kita ini
Dari rampasan tangan dan gerus alam

Di bawah tudungan alam ini
Kaurukuk menyembah Dia
yang tak putus-putusnya
Kauseru sepanjang azan

Denyut jantungmu
adalah azan yang Ia lantunkan sendiri dalam dadamu
Membujukmu merukuk lagi di bawah langit
Alis mata-Nya
yang menudungi kepalamu
Sampai sekarang
Ini pun

Engkau
Biji mata-Nya
Mengapa susah sampai ke tanah

Pintubesi, 05 September 2011

Selasa, 06 Desember 2022

Selasa, 25 Oktober 2022

Menjelajahi Tiga Bumi, Kumpulan Catatan Perjalanan

 




Spesifikasi:
Kode: 0210004
Judul: Menjelajahi Tiga Bumi, Kumpulan Catatan Perjalanan
Penulis: Mariani, Firdausi Nuzula, Noka Nafillatul Izza, Ni Kadek Setiawati, Nurhayati, Ukhti Badriatus Sania, Aprilina Azzahra, Ni Wayan Mika Diartini
QRCBN: 62-1304-2836-255
Terbit: 01-Nov-22
Tebal: 92 (xiv+78) halaman
Ukuran: 14.5x21 cm
Harga: Rp50.000

Masa remaja adalah masa transisi menuju tahap kedewasaan. Di masa ini remaja mulai belajar membuat keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan. Keputusan dan pilihan itu banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dalam hal ini teman sebaya dan kegiatan-kegiatan yang diikuti. Teman dan kegiatan ini sangat menentukan ke arah mana remaja menuju, apakah menjadi pribadi yang matang dan dewasa ataukah sebaliknya malah terjerumus ke dalam lingkungan dan pilihan-pilihan yang merugikan kehidupannya kelak. Ada tantangan yang harus mereka hadapi dengan tepat dan bijak. Tidak sedikit pilihan yang akan menjerumuskan mereka ke arah yang merugikan tetapi tidak kalah banyak kesempatan yang akan melejitkan perkembangan mereka.

Sepuluh tulisan karya delapan remaja, anak-anak SMP Negeri Poto Tano, merupakan catatan mengenai pengalaman mereka bersama teman-teman dan kegiatan yang mereka ikuti. Ini sebuah catatan mengenai pilihan positif yang mereka ambil yang akan semakin memperkembangkan kepribadian, keterampilan, dan wawasan mereka. Mereka belajar mengenai hal-hal baru dari kegiatan-kegiatan tersebut, belajar berorganisasi, komunikasi, negosiasi, persuasi, keterampilan teknis dan keterampilan hidup, mencintai lingkungan, menerima perbedaan, toleransi, disiplin, dan banyak yang lain. Luar biasanya, mereka mau menuliskan pengalaman tersebut yang tentunya menjadi pengalaman tersendiri karena mereka sekaligus belajar menulis dan ini akan semakin memperkaya hasil belajar mereka.

Mariani membagikan pengalamannya mengikuti program SabangMerauke (Seribu Anak Bangsa Merantau Untuk Kembali) sebuah program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai toleransi, pendidikan, dan keindonesiaan. Firdausi Nuzula, Noka Nafillatul Izza, dan Nurhayati bercerita mengenai asyiknya mengikuti kegiatan kepramukaan. Firdausi Nuzula juga menuliskan pengalamannya terkait tantangan kehidupan remaja. Ukhti Badriatus Sania berkisah mengenai pengalamannya untuk belajar hidup mandiri di pesantren. Ni Kadek Setiawati bercerita mengenai tantangan menjadi siswa di sekolah baru dalam kondisi pandemi. Aprilina Azzahra berbagi mengenai asyiknya mengisi liburan bersama komunitas pelajar dan mahasiswa. Ni Wayan Mika Diartini menceritakan asyiknya belajar menjadi fotografer dalam kegiatan masa pengenalan lingkungan sekolah.

Daftar tulisan:
Pengalamanku Bersama SabangMerauke ~ Mariani
Remaja Sehat Itu Pilihan ~ Firdausi Nuzula
Super Camp Poto Tano 2019 ~ Firdausi Nuzula
Terbang Bersama Pramuka Garuda ~ Noka Nafillatul Izza
Bersahabat Dengan Covid-19 ~ Ni Kadek Setiawati
Menjelajahi Tiga Bumi ~ Nurhayati
Pengalaman Masuk Pesantren ~ Ukhti Badriatus Sania
Aku Ingin Tinggal Di Atas Awan ~ Aprilina Azzahra
Fotografer Dadakan ~ Ni Wayan Mika Diartini
Jamnas Xl 2022 ~ Noka Nafillatul Izza




Selasa, 30 Agustus 2022

Coretan Mantan




Kode: 0510004
Judul: Coretan Mantan
ISBN: 978-623-7421-58-0
Terbit: 11 Aug 2022
Tebal: 66 (viii+58) halaman
Ukuran: 14.5x21 cm
Harga: Rp40.000

Selama satu tahun menjadi awam magang, tentu ada aneka macam pengalaman yang harapannya menarik untuk dikisahkan. Banyak pembelajaran yang tentunya didapatkan dan banyak refleksi yang tertuliskan. Hal ini perlu saya akui bahwa semuanya serba-random dan serbacoret-coretan. Inilah mengapa buku ini saya beri judul “Coretan Mantan”. Semua tulisan dalam buku ini adalah coret-coretan saya, di kala saya melamun, di kala saya galau, di kala saya mendapatkan insight sesuatu dan aneka macam momen ketika saya mencorat-coret buku harian saya. Memang, buku ini berisi coretan, tetapi harapannya, buku ini juga dapat menjadi insight baik pula bagi pembaca dalam memperjuangkan hidup, terutama ketika menghadapi situasi yang sama sekali baru.

Daftar Tulisan:
Beranjak Dewasa
Melanjutkan Angka 8
Takut Kembali ke Gereja
Pelajaran Kehidupan
Mencari Kerja
Sibuk Bekerja demi Masa Depan

Tuhan Suka Bercanda
Skripsi Tanpa Ayang
Uncertain Situation Situasi yang Tidak Pasti
Tuhan Suka Bercanda

Gusti Nate Sare
Doaku Cuman Centang Biru
Tinggal(kan)lah Tuhan
Meninggalkan Tuhan?
Kabar Dukacita Maria
Kabar Dukacita Maria
Gusti Nate Sare

Tulisan dari Teman-Teman
Resign
Necep Sabda, Neges Karsa, lan Ngemban Dhawuh

Misi ‘tuk Jatuh Cinta
Misi ‘tuk Jatuh Cinta
Misi ‘tuk Jatuh Cinta

Profil Penulis

 

Jumat, 19 Agustus 2022

Lestari Nuriah

 


Lestari Nuriah lahir di Jakarta 6 April 1978. Lahir dari keluarga sederhana, hijrah mengikuti orang tua ke Riau, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar dari kelas tiga sekolah dasar. Mengenyam pendidikan S-1 di Sekolah Tinggi Teknologi Pekanbaru (STTP) pada Jurusan Teknik Elektro. saat ini sedang melanjutkan Studi di Program Pasca Sarjana (S-2) Pendidikan Dasar Universitas Terbuka UPBJJ Pekanbaru. Sekarang mengajar anak bangsa di SD Negeri 61 Pekanbaru.

Karya Bersama Komunitas Guru Menulis: 


Sungai Bulan: Kumpulan Cerita dan Puisi Anak
Judul tulisan:
Ku InginSahabat
Berjuang Untuk Berhasil
Bintang
Sang Juara

Egitama

 


Egitama

Egitama, S.E., S.Pd. Lahir di Karanganyar, 20 Januari 1982. Menyelesaikan studi S-1 PGSD di Universitas Terbuka Surakarta dan S-1 Ekonomi di Universitas Tunas Pembangunan Surakarta. Penulis adalah seorang pengajar di SDN II Macanan Kabupaten Karanganyar. Di sela-sela kesibukan sebagai pengajar, penulis juga aktif di bidang seni rupa, mural/lukis dinding, serta membuka bimbingan bagi anak-anak yang memiliki minat terhadap seni rupa, seperti menggambar dan mewarnai dengan berbagai media mulai dari kertas, kanvas, talenan, tas, kaos, batu, hingga mug.

Karya Bersama Komunitas Guru Menulis: 


Sungai Bulan: Kumpulan Cerita dan Puisi Anak
Judul tulisan:
Pelangi
Gemintang
Sahabat
Desaku
Ibu 49
Hujan
Pantai
Bulan Ramadan
Bobi Kucingku
Guruku

Kamis, 18 Agustus 2022

Riza Halifah


 

Riza Halifah

Riza Halifah. Saya adalah seorang guru di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Saya memang sangat menyenangi menulis karya fiksi, salah satunya puisi. Harapan saya semoga nantinya bisa menjadi penulis yang lebih baik lagi. Moto hidup saya “Do the best, be good, then you will be the best” (Lakukanlah yang terbaik, bersikaplah yang baik maka kamu akan menjadi orang yang terbaik). Email: rizabudi811@gmail.com.

Karya Bersama Komunitas Guru Menulis: 


Sungai Bulan: Kumpulan Cerita dan Puisi Anak
Judul tulisan:
"Sungai Bulan"
"Misteri Danau Biru"
"Di Atas Langit Masih Ada Langit"


Enung Kartini

 


Enung Kartini

Enung Kartini. Lahir di kota Bandung, 24 September 1965. Ibu dari tiga orang anak yang sekarang sudah pada dewasa. Lulusan IKIP Bandung (UPI) jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (S1) dan program studi Teknologi Pendidikan STKIP Garut (S2). Sejak 1994 bertugas sebagai guru Bimbingan dan Konseling (BK) di SMPN 2 Cileunyi Kab. Bandung. Pernah mengikuti program pelatihan bagi guru Jawa Barat ke Adelaide Australia Selatan, 2013. Menjadi pegiat literasi melalui wadah LRCKB (Leaders Reading Challenge Kabupaten Bandung) untuk tingkat Kabupaten dan WJLRC untuk tingkat Provinsi. Bersama tim LRCKB menulis buku berjudul Pelangi Literasi di Kab. Bandung. Bersama teman-teman guru BK Jawa Barat menulis buku berjudul Aurora, Di Saat Cahaya Inspirasi Tak Berbatas. Bersama teman-teman Komunitas Penggerak Literasi (KREASI) menulis buku cerita anak berjudul Cerita Anak Bagian 1.

Karya Bersama Komunitas Guru Menulis: 


Sungai Bulan: Kumpulan Cerita dan Puisi Anak
Judul tulisan: "Bandrek"


Sungai Bulan: Kumpulan Cerita dan Puisi Anak





Spesifikasi:
Kode: 0130006
Judul: Sungai Bulan: Kumpulan Cerita dan Puisi Anak 
ISBN: 978-623-7421-57-3 
Terbit: 09-Jul-22
Tebal: 86 (viii+78) halaman
Ukuran: 14,5x21 cm
Harga: Rp45.000

Kata kunci:
Komunitas Guru Menulis, proyek penerbitan cerpen anak, cerpen anak, cerita pendek untuk anak, kumpulan cerpen anak, kumpulan puisi anak, puisi anak, 

Deskripsi:
Buku ini memuat enam cerpen anak dan 36 puisi dari dari 8 penulis. Ada tiga penulis cerpen anak dan lima penulis puisi anak. Tema yang diangkat beragam: keluarga, alam, karakter, perjuangan hidup, dan lain-lain.

Daftar penulis dan tulisan:
Cerpen Anak 
Bandrek karya Enung Kartini 
Sepotong Cerita Buat Rikcy karya Sumi Arsih 
Sajadah Tergulung karya Sumi Arsih 
Sungai Bulan karya Riza Halifah 
Misteri Danau Biru karya Riza Halifah 
Di Atas Langit Masih Ada Langit karya Riza Halifah 

Puisi Anak 
Awan 
Hujan 
Gerimis 
Pelangi (1) 
Pelangi (2) 
Banjir 
Kering 
Sawah 
Bulan 
Mentari 
Bintang 

Pelangi 
Gemintang 
Sahabat 
Desaku 
Ibu 49
Hujan 
Pantai 
Bulan Ramadan 
Bobi Kucingku 
Guruku 

Gelora dalam Jiwa 
Semangat Guruku 
Penantian Panjang 
Terima Kasih Guruku 
Pahlawan Hati Anak Negeri 

Sembuhlah Sahabatku 
Di Sini ... di Terminal 
Rindu 
Alamku 
Senyuman 

Ku Ingin 
Sahabat 
Berjuang Untuk Berhasil 
Bintang 
Sang Juara 



Sabtu, 30 April 2022

Tapi Sayang



Photo by Jamaludin Muh from Pexels




Masakan mamaku

Enaknya tercium sampai ke luar jauh
Semua berdatangan
Makan minum
Bersenang
Senang

Anjing
Di tepi tungku
Menelan liur menanti ajakan

"Ayo!"

Tapi sayang

Pintubesi, 29 April 2022

Kamis, 28 April 2022

Pantun Pagi (3)





Ama Ladda pahlawan kami
Serdadunya tawon dan lebah keramat.
Hati bersih selama di bumi
Jalannya lurus sampai kiamat.

Merantau jauh ke Baubau
Pulang membangun lima menara.
Biarpun jauh di tanah rantau
Jangan lupa sanak saudara.

Masuk hutan mencari mangga
Dapat sebuah bagi berlima
Dalam hidup berumah tangga
Susah senang tanggung bersama

Pergi ke pasar bawa delima
Ada yang jatuh sampai ke tanah.
Semua ejekan kami terima
Jadi awasan untuk berbenah.

Perteguhen, 29 April 2022

Pantun Pagi (2)





Lamalera tempat wisata
Lihat nelayan menangkap paus
Membangun jalan lingkar Lembata
Agar sama merasa puas

Papan jati jangan dibuang
Ditempa jadi peti sejati
Sejak kampanye andalkan uang
Bisa ditebak ujungnya nanti

Di Lamaingu banyak rusa
Dikejar anjing sampai ke Tanggir
Kita semua sama senusa
Mengapa tirikan lain ke pinggir

Perteguhen, 28 April 2022

Selasa, 26 April 2022

Pantun Pagi (1)






Sepeda butut dalam garasi
Kenangan Patua dari Lelata.
Kalau sudah di atas kursi
Jangan lupa pada jelata.

Indah nian tanah Lembata
Berpagar mawar penuh duri.
Menutup mata pada jelata
Patahkan kaki kursi sendiri.

Menjemur baju di Riangbaka
Setelah direndam dalam kanji.
Suara rakyat emas belaka
Bayarkan dengan tepati janji.

Kopi Boto enak sekali
Harumnya sampai ke Sina Jawa.
Janji diumbar berkali-kali
Tak ditepati menyiksa jiwa.

Kami merantau ke Malaysia
Berbekal ketupat dan jagung titi
Kami pun sesamamu manusia
Kenapa pinggirkan ke gigir titi?

Perteguhen, 27 April 2022


Sabtu, 16 April 2022

Bau Bangkai

Photo by Lucas Andrade from Pexels




Bau
Itu tali
Terulur keluar dari bangkai
Terbawa ke mana mau angin

Sampai
di hidung anjing
Tali itu tercocok tak lepas-lepas
Tegalnya terikat lapar berat

Anjing menuruti tali

Tiba
di pangkalnya
Anjing melahap habis bangkai
Kota tak bau lagi

Tapi
Anjing
Tetap jijikan
Diusir-usir di mana pun ia
Dari rumah jagaannya sekalipun

Lima malam berselang
Setelah usiran terakhir
Tersiar kabar

Pengusir
Membangkai
Dadanya berlobang
Dan hatinya dimakan kucing
Penyuka bangkai dalam bentengan dadanya

Siapa suruh
Menyimpan bangkai

Baobolak, 02 Juni 2011
Perteguhen, 16 Aparil 2022






Jumat, 15 April 2022

Tauke Arang

Photo by Pixabay from Pexels




Arang
Sehitam ini pun
Boleh untuk menuliskan namamu
yang putih itu?

Kalau tidak
Masukkan saja
Ke dalam besi seterika arang
Untuk menggosok jubahmu itu, Tuhan

Ia pun mau
Malah jadi tauke arang
Hingga ke kampung-kampung
dan aku langganan tetapnya sampai sekarang

Berastepu, 07 Agustus 2011

Selumbar dalam Mata

Foto oleh Leonardo Luz dari Pexels




Diam
tenang sahaja pun
Sudah menyakitkan
Apa lagi gerak, menghindar-hindar tak karuan

Tubuhku
Kasar dan tajam-tajam
Mengapa pula peluk kelopkmu
menawanku lama-lama di dalam sini?

Sengsara
Tak memelukmu, jawabnya
Sambil menyelimutiku dengan kain hangatnya
Ia membisikkan ini

Selamat
Tinggal di sini

Teluk Sasah, 13 Februari 2003

Rabu, 13 April 2022

Payung

Foto oleh Kaique Rocha dari Pexels




Di bawah atap yang ini pun
Kami masih saja didera hujan
Buatan

Ini
Lantaran kita
Tak berbisa beli payung

O?

Lobam, 13 Maret 2003

Bom

Foto oleh Pixabay dari Pexels




Bom!

Ledakan ini
Membongkar kuburan

Siapa di dalam?

Semua tunduk tenang
Ingat piring

Lobam, 13 Maret 2003

Miniatur

Foto oleh RODNAE Productions dari Pexels




Kampungku kecil
Indah dan rapi sekali

Gedung-gedungnya
Tersusun satu
Di belakang lain

Balok-balok rangka atasnya
bersehubungan timbal balik satu sama lain
Didempul tebal-tebal sampai tak kelihatan
Ujung-ujungnya

Bila masuk
Sampai ke dalam-dalamnya
Barulah kau pun tahu dengan hidungmu sendiri
Betapa tengiknya selimut ini
dan kau pun terpental 
Sebab hidung tak mau mati tersumbat

Mereka pun berpesta ria
Rayakan kemenangan
Palsu belaka

Miniatur!
Gumammu sambil menjepit hidung

Baobolak, 05 April 2010


Kapal Keruk

Foto oleh Alexey Komissarov dari Pexels





Setelah kaukeruk habis pasir dasar lautan
Kautelan pula pantai dan dermaga
di atasnya

Pulau
Pindah
Ke dalam perutmu

Bagaimana menjangkar
di lautan tak berdasar

Kapal
Keruk rakusmu
Hingga kenyang semesta kita

Mentigi, 15 Juli 2002

Selasa, 12 April 2022

Asap Doa

Foto oleh NEOSiAM 2021 dari Pexels




Asap doaku
yang membubung naik malam-malam
Menyesakkan dadamu
dan kau kena batuk berdarah

Dahak
dan darahmu yang jatuh
Kutadah dengan lidah dan dua tanganku
Sampai tertidur-tidur di sudut doa

Begitu terbangun
Kudapati lidahku tercocok
Tali yang di pinggangnya itu

Aku
Pun menurut
Tak berdalih lagi

Perteguhen, 15 September 2014


Bola

Foto oleh Mong Mong dari Pexels





Bola
yang kautendang tadi
Menggelinding kencang
ke mulut gawang

Kita
Lalu berebutan mengejarnya
Tapi kiper yang mengawasi permainan kita yang selama ini
Cepat-cepat menjemput dia
dengan pelukannya

Di situ
Kita terbagi
Sebagian senang bertempik sorak
Sebagian lagi kesel salahkan kaki
Sampai-sampai diamputasi

Kita
Memang selalu
Baru mengejar setelah menendang
Sampai semua terbagi habis
Tak satu lagi

Kau di mana?

Perteguhen, 14 September 2014




Sungguh

Foto oleh Pixabay dari Pexels




Engkau
Siapa pun engkau
Sungguh engkau pendoaku

Susah
Senangku
Tergantung doamu pada dia
yang menempatkan engkau 
Tepat di hadapanku

Apapun 
alasan dan dalihku
Aku tak boleh sewenang-wenang lagi
Terhadap engkau yang diutusnya 
Khusus untukku di sini
Sekarang ini

Riak
Gembiramu
atau teriak jerit sakitmu
yang benar-benar bersebabkan daku
Sudah doa agung paling lantang di hadapan dia

Sungguh dia di pihakmu
Tangan terentangnya
Menimbang kita

Perteguhen, 08 September 2014




Senin, 11 April 2022

Kampanye

Foto oleh Rosemary Ketchum dari Pexels




Di panggung Loang

Para kandidat
dan politisi-politisi bayaran
Berunjuk gigi di hadapan kami orang-orang kampung
Masing-masing membuka sumbat botol mereka
dengan taringnya sendiri-sendiri

Kami
yang menyaksikannya
Terbego-bego dibuatnya
Sebab isi botol mereka ternyata
Kentut melulu

Itulah
Kampanye kentut
Menebarkan kentut lawan ke tengah ramai
Sampai di hidung kami jadi kentutnya sendiri
Sebab hidung kami masih punya penyaring
yang berurat berakar dalam kalbu
Tak tercerabut oleh kuku beruang mana pun

Bicaralah
Apa adanya saja
Sebab bila orang yang bicara
Kami tatap tengkuknya
Tegal tengkuk tak bisa disembunyikan

Baobolak, 19 Mei 2011

Sekolah

Foto oleh 周 康 dari Pexels




Sekolah
Bukan apa-apa
Kalau cuma mau memborong bintang
Menjejerkannya sepenuh pundak
Terangi jidat sendiri

Sedang
Renta di depan mata
Jatuh terjerembap patah tongkat
Terinjak kakimu

dan sekolah bukan apa-apa
Kalau cuma mau membujuk mentari
Turun hanguskan lalang
Bakal atap pondok piatu
dan janda yatim

dan sekolah bukan apa-apa
Kalau cuma mau merebut kursi
dan berongkang-ongkang
di atas jerih lelah jelata

dan sekolah bukan apa-apa
Kalau cuma mau bodohi kami
Jadi beo bego

dan sekolah bukan apa-apa lagi
Kalau begitu

Dibacakan pada pesta emas SDK
Baobolak, 21 Agustus 2009

Minggu, 10 April 2022

Junjungan Kami




    
                Di Kaki Salib Tuhanku


Turun dengan kepalaku mendulu

Aku
Didaulat
Menjunjung bulat bumi
dengan lembutan ubunku ini
Biar pun berdarah-darah terhantam para wadas

dan aku tak takut mati
Sebab darah yang membual keluar
melalui gerbangnya yang di ubunku ini
Adalah sungai yang berhulu langsung di pedalaman rahim langit
Mengaliriku sumsum susu dan madu manis
Hingga ke anak cucu dan seluruh keturunanku
dan aku tak takut lapar lagi
Di bawah atap
Telapak kakimu ini

Di bawah atapanmu ini

Kami
Berdiri
Menadah-nadahkan tangan dan bibir kami
Menanti turun titis-titis darah
dan remah robek tubuhmu
Untuk menawar lapar kami
dan haus kersang kami hari-hari

Tuhan
Junjungan kamu
Tumpuan kehidupan kami

Pintubesi, 02 Agustus 2011




Sabtu, 09 April 2022

Api di Tungku

Foto oleh Naomi Salome dari Pexels




Api
yang di tungku kami
Makan kayu hari-hari

Tapi pun tunduk
Menjunjung panci dengan lidahnya
yang lapar merah itu
Sekalipun hitam pantat panci
Terpasang ke lidahnya

Ia
Tak nyesel ia
Sampai habis kayu di tanganmu pun


Baobolak, 02 Juni 2011

Ayam Dahan

Foto oleh Avinash reddy Kosna dari Pexels




                    Jumat Agung di kampungku

Ia
Memang begitu
Subuh-subuh sudah bangun
Berkokok sendiri berulang-ulang
Sampai 'ku bangun memungut jagung
yang di tebar tuan tadi malam di kintal kami

Sayang sekali ia
Kalau-kalau tak kebagian lagi daku
Karena keduluan terjilat fajar
Seperti yang sudah-sudah

Ia
Memang begitu
Tak mau makan sendiri milik kami
Seujung kuku pun

Ia
Sayang sekali padaku
Sekalipun di dahan saja tidurnya

Baobokak, 02 April 210


Kaki Lima

Wikipedia



Dengan kaki berlebih ini pun

Masih
Tak tersanggah
Lapar anak dan keluh si bini
Mengapa pula kaugusur paksa
dan patah ratakan segenapnya sesukamu

Lolong lapar kanak-kanak
dan keluh linang janda yatim malam-malam
Belum sampai-sampai jugakah
Menggugat tidur kekenyanganmu

Nyanyian-nyanyian ini
Mengiringi tarian lunglai perut-perut kosong
Mengantri roti di mejamu

Roti tiada
Bagi tiada

Tapi masih tersisakah remahnya
Untuk kami yang masih jauh sekali
di belakang sini?

Tuan

Tuan
Tak berlapar
Indahkan pulau lapar kami

Tanjung Uban, 08 Maret 2003

Matahari

Foto oleh Hernan Pauccara dari Pexels




Mari
Depan-depan kita bertarung
Agar kita tak lagi meraba-raba dalam lamun
entah siapa paling gigih di kesetiaan ini

Tapi aku
Biarpun susah sulit melilitku
Sepelilitan kulit pengutuh tubuhku

Aku tetap
Tidak kuberi rupa padamu juga kepada engkau
Kalau engkau pun tidak setia seperti hujan
yang masih tak tentu-tentu turunnya
Ke kampung kami
Sampai kini

Tapi bila kau setia
Seperti terbitmu yang selama ini kutahu
Sekalipun engkau bersikukuh terbit di barat

Aku tetap
Bertimur tegar padamu
Matahariku, satu-satunyaku

Teluk Sasah, 21 Februari 2003

Untuk Tenang Kami

Foto oleh Meruyert Gonullu dari Pexels




Jangan tanya
Mengapa pagi-pagi biniku usil
dan mengaduh-aduh, Tuhan

Orang ramai
Mati tungku

Berapa lama lagi kaupalang langkahku
dan membiarkan kami
Tanpa rizki

Tuhan

Tulang
dan remah-remah itu pun cukup
Untuk tenang kami
dan hidup nanti
Tuhan

Teluk Sasah, 31 Januari 1999

Perang Gila

Foto oleh cottonbro studio dari Pexels




Berperang melawanmu
Merebut dia yang kita cinta
Aku tak mau mundur menepi 
dan tunduk menyerah, Tuhan

Sebab cinta
dan dambaku yang mengalir menggila
Mengejar-ngejar dia sepanjang musim-musimku

Sama
Seperti juga
yang kaupunya itu, Tuhan

Mengapa kauberi kucinta sekuat kuatmu
Sehingga berperang melawanmu ini sekalipun
Aku tambah bara dan tergila-gila

Tuhan

Aku
Tak mau mengalah lagi sebelum kau mengaku
Kepada siapakah kautitipkan dia
yang sekarang ini

Mentigi, 22 Februari 1996


Kamis, 07 April 2022

Anjing Kudisan

Foto oleh Alexas Fotos dari Pexels



Malam

Tak tidur-tidur
Luka nanah dan darah-darah

Siapa tahan
Kalau kau yang tak datang-datang

Tuan
Sakitku sepanjang ini
Kaca medis gagal menanggap apa kuman

Tuan
Beriku tahu menangkap

Tuanku
Kuman kudisku

Malaka, 19 April 2001

Keringat Ibuku


Foto oleh Meenakshi Vinay Rai dari Pexels



Keringat ibuku
Kentalan lelah letihnya
di penghimpitan terik hari dan perih perut
Tertampung utuh di telapak
Tangannya

Itulah luah ladang
yang dibawanya pulang
Tiap-tiap senja menjelang malam
Dipeluknya erat-erat sampai larut dalam doa berbara harap
Lalu digenggamkannya ke tangan kami saban pagi
Setiap hendak beranjak pergi
Sekolah

Di pintu
Tumpangan kami
Ia berdiri menghantar kami
Sampai pulang lagi senyumnya
Di kertas kami

Ibu
Begitu teguh
Dalam pedih demi kami

Itulah
Sebab beratnya
Mengapa tak kulepas lagi
Lembar-lembar keringatnya di genggamanku
Kalau tak untuk belanja lapar perut
dan buku sekolah

Takut aku
Kering keringat ibuku tersia

Senyum ibuku
Kembali petang ini tadi
Berbunga-bunga di kertas kami
Melucut letih kami

Kupu pun
Menari riang sekali
Menghiasi senyumnya di bibir kami
Sayap-sayap kecilnya menghapus halus air matanya
Di pipi kami

Keringat ibuku
Oase segar tengah terik
Susu penguat awet ulet kami
Bekal kehidupan kami

Perteguhen, 21 November 2020
Pintubesi, 16 Juni 2021




*) Luah= Oleh-oleh ( kata bahasa daerah Karo, Sumut).