*
Pagi-pagi ia bangun menjemput sampah dari pintu ke pintu. Tanpa absen. Sebab absen berarti kiamat baginya. Sehari tak kerja, sehari itu pun mati tungku. Tak makan. Tak sekolah anak semata wayangnya. Maka sakit yang masih bisa dibawa-bawa tak jadi alasan untuk absen sehari dua hari. Ia, tak mau absen. Tak mau memperpanjang litani kiamat-kiamat kecil. Ia, tak mau membiarkan sampah mengotori kampung kami, jalanan kami, gang kami, rumah kami, kamar kami, sempa kami, aurat kami.
Di sekolah. Anaknya yang semata wayang itu diolok, diejek habis-habisan oleh teman-temannya, hanya karena berayah si tukang sampah tadi. Ia cantik. Tertib, bersih, necis dan apik. Tapi hampir semua teman menjauhinya. Bau sampah pada ayahnya, dilekatkan juga pada dia. Dia diam sampai-sampai jadi pendiam, penyendiri. Ketika jam pelajaran tiba, barulah ia bersemangat kembali. Karena semua tugasnya beres dan ini yang menghiburnya sebab para guru menyukai ketekunannya.
**
Di bawah upacara bendera di suatu Senin pagi, ia ditunjuk langsung oleh kepala sekolah menjadi pengurus sampah di sekolahnya. Semua guru dan siswa-siswi bertempik sorak menyambut penunjukkan itu. Teman-temannya menganggap itu pangkat paling pas baginya. Ia pun menerimanya dengan lapang dada. Setiap pagi ia lebih awal ke sekolah setelah membereskan pekerjaan di rumah. Sampai di sekolah ia mengumpulkan sampah bersama dengan teman-teman yang sungguh mencintai kebersihan lingkungan sekolah. Itu ia lakukan tanpa malu tanpa minder, sekalipun ia tahu dengan tugas ini ia semakin disepelekan, diremehkan dan malah direndahkan oleh teman-temannya.
Sebagaimana ayahnya di mata segelintir orang, demikian halnya ia. Tapi di mata kepala sekolah dan segenap guru, ia adalah anak pembersih. Dari dialah lingkungan sekolah jadi bersih, kelas bersih, lantai bersih, papan tulis bersih, papan absen siswa maupun guru, bersih semua. Itulah sebabnya sekolahnya meraih juara satu nasional perlombaan Sekolah Bersih. Ia lalu dinobatkan menjadi Duta Sekolah Bersih Nasional.
***
Di bawah upacara bendera pada suatu Senin yang lain lagi, kepala sekolah memanggilnya ke depan. Di bawah bendera, di hadapan semua peserta apel, kepala sekolah menandaskan:
Tukang sampah
Telah mempersembahkan emas murni
Bagi panti pendidikan kita
Bagi segenap kita
Semua guru
Serta siswa
Siswi
Sampah
Berisi emas!
Masih
Menjijikinya?
Semua diam
Lalu pulang satu-satu
Tinggal ia, anak si tukang sampah itu
dan kepala sekolah di sisinya
Menguatkan dia
Besarkan dia
Aku pun tidak menghukum engkau
Bisik sang kepala sekolah
Mengutip kitab
Lalu pulang
Membaca
Diri
Sendiri?
Gang Olakisat, 06 Mei 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar