kurenungkan lagi jalan hidupku sejauh ini;
betapa agung dan mahatinggi
Tuhan Allah di seluruh penjuru bumi.
aku yang kecil tak akan mampu menyelami,
hati-Mu yang dalam dan mahasuci.
ketika aku berada dalam keheningan,
aku akan menimba air
dengan kegirangan dari mata air keselamatan.
jiwaku sungguh memuliakan Tuhan,
oleh karena anugerah-Nya
yang tercurah dalam setiap napas kehidupan.
hatiku sungguh bersukaria
melihat dahsyat kuasa-Nya
dalam perbuatan-perbuatan.
aku ingin menjadi api dalam panasmu
menghangatkan musim yang setengah dingin
aku ingin menjadi awan dalam biru langitmu
meneduhkan jiwa yang sejuk diterpa angin
aku ingin menjadi riak di sungai sunyimu
mengalirkan kenangan manis
di setiap tepian yang kujumpai
aku ingin menjadi nada dalam lagumu
mengisi seluruh kekosongan hatimu
dengan segenap rasa yang terangkai.
Cover buku karangan Romo W. Saputra SJ, Dok. Lodevika Endang Sulastri
Pergulatan batin melenggang
Seolah ingin pamerkan masalah
Yang tiba-tiba menjadi bayangan
Tertancap duri dalam daging
Mengingatkan dalam tatapan senja
Daging memang benar-benar daging
Daging yang bukan Roh
Daging yang berdarah
Daging yang bila tersayat merasakan sakit
Daging yang juga bisa membusuk
Dan daging itu melingkari tubuhku
Aku berkaca di cermin tua
Ada banyak kerut merut di wajah
Wajah penuh keangkuhan
Wajah penuh kerasnya tempaan
Wajah yang sering mengumbar amarah
Wajah yang menyimpan seribu luka
Dan wajah itu makin menua,
Kerutnya makin bertambah saja
Mataku liar menatap cermin
Mengaduk-aduk hati entah ke mana ...
Antara hati dan wajah tak lagi semakna,
Seperti hilang ditelan masa
Dan amarah itu masih menumpuk,
Menggunung, melingkar bak ular
Wajah itu kulihat makin menua ...
Menatap cermin seraya hembuskan nafas
Tinggal sejengkal ...
Apa makna di balik ini semua?
Mengapa aku ingin meraja selamanya?
Bukankah semua punya masa?
Begitu cepatkah aku harus menepi ...
Memberi jalan bagi regenerasi?
Tidak ...
Meski tua aku sangatlah kuat ...
Biarlah ... aku meraja selama-lamanya.
Pergulatan batin melenggang bangga
Aku bisa menguasainya
Jangan biarkan refleksi menghentikannya.
Karena murka, serakah menjadi miliknya.
Ketika hitam membungkus alam Rindu mulai membuncah garang Senja menghantarkan rasa lebih dalam Kubiarkan setiap inci indra mendayang
Saat jamrud kursi-Mu berselimut malam Kukirim sehasta demi sehasta penghambaan Memunajatkan asa yang terkubur kelam Menguntai harap pada Pemilik kehidupan.
Lembayung senja pengikrar masa Kuluruhkan beban tak bersisa Meluah tirta dari netra Di lembar suci pengawal lentera
Ya ... Malikul hayat Mahkotaku bersinggasana hina Kuletak serendah rendah tempat Tanda diri hanya remah rapuh di dunia fana
Lirih angin berhembus Menyampaikan pesan Sang Kudus Rintihan hati merayu kasih-Nya Berharap siraman keberkahan jiwa
Wahai istriku, saya bersyukur mendapat pendamping seperti dirimu
Yang selalu bersabar akan kondisi dan kekuranganku
Wahai istriku, saat kita ijab kabul berjanji untuk mengarungi bahtera hidup rumah tangga
Kita telah berikrar menempuh satu jalan
Meskipun banyak pilihan jalan yang lain
Yakni menjalani kehidupan bahtera rumah tangga dengan pedoman agama
Sebagaimana yang telah disunahkan oleh Rasulullah Sallallahualaihi wasallam.
Itulah keyakinan kita, meskipun kita dengan keterbatasan
Tapi usaha dan perjuangan selalu
Wahai istriku, ketahuilah membangun rumah tangga yang sesuai dengan harapan tidaklah mudah, untuk mewujudkan keluarga sakinah, mawadah dan warahmah. Olehnya suamimu butuh dukungan dan kesabaran untuk memperjuangkannya.
Istriku, rumah tangga yang bahagia tidaklah cukup hanya bermodal cinta saja
Akan tetapi rumah tangga dibangun atas hak dan kewajiban di mana cinta dan keromantisan sebagai penghiasnya.
Wahai istriku,
Saya sadar akan beratnya tanggung jawab sebagai suami dan kepala rumah tangga
Yang tidak hanya memenuhi kebutuhan hidup keluarga
Tetapi menjaga keluarga dari beratnya siksaan api neraka
Semoga Allah senantiasa memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita
Wahai istriku, ibu dari anak-anakku
Saya tahu dan mengerti beratnya perjuanganmu untuk anak-anak kita
Dengan mengandung, melahirkan, membesarkan, merawat dan mendidik mereka
Namun engkau tetap sabar, tegar bahkan menikmati
Semoga anak-anak kita menjadi anak yang soleh dan soleha
Wahai istriku, yang selalu memenuhi dan memanjakan diriku
Dirimu begitu tangguh dalam mengurus makananku, tidurku, pakaianku, dan semua keperluanku
Engkau melakukannya dengan sabar dan ketulusan
Dirimu begitu sabar dengan suamimu yang terkadang meminta sesuatu yang punya selera tinggi meskipun kondisi ekonomi lemah
Dirimu selalu menemaniku saat lelah dan letih
Yang selalu menyuntikkan energi dan semangat bagiku
Wahai istriku, maafkan suamimu yang serba kekurangan
Suamimu masih terbatas ilmu sehingga tergopoh-gopoh membimbingmu mengarungi hidup ini dalam mencari rida sang pencipta
Suamimu ini masih terbatas dalam memenuhi kebutuhan hidupmu
karena gaji suamimu hanya pas-pasan
Maafkan suamimu, jika kamu sering merasa kurang diperhatikan
Bahkan cuek, meskipun yang sebenarnya rasa cinta dan sayang suamimu tak mampu diluahkan melalui lisan dan kalimat-kalimat yang indah yang senantiasa engkau nantikan.
Maafkan suamimu, tidak seromantis yang selalu kamu inginkan
Terima kasih istriku ...
Engkau telah bersedia menjadi pendampingku
Engkau telah melayaniku selama ini
Engkau telah mengandung, melahirkan, merawat, membesarkan dan mendidik suriatku
Engkau telah bersabar dalam lelah letihku dalam perjuangan hidup ini
Istriku, saya tahu ucapan terima kasihku ini tidak cukup dengan pengorbananmu selama ini ...
Semoga Allah senantiasa meridai kita dan mempertemukan kita kembali di jannahnya
rasanya aku tak sanggup lagi
menghadapi dunia yang fana ini;
kata-kata itu baru saja
mampir di kepalaku
dan menjalari benakku
mengapa harus lari?
apakah sudah muak
dengan segala kerunyaman
yang telah ditimbulkannya?
atau sedang meratapi
kepedihan yang merangkulinya?
hei, tolong jangan menulis syair pilu!
ini malam Minggu!
tulis saja sabda bahagia
dari burung-burung yang berkicau
atau pandang saja bulan
yang sudah melewati purnamanya
pesanku,
jangan memasang wajah sendu!
tuang saja kata-kata itu
menjadi sebuah buku.
Lampung Timur, 18 Mei 2019 A Poem A Day Rumah Belajar "Suluh Harapan Insani"
Senja menggelap seiring waktu berlalu Satu-satu daun menguning layu, Langit berwarna abu-abu. Angin berembus mengabarkan cerita.
Seorang pensiunan duduk menunduk Di kursi rotan tua senyumpun tak nampak Butiran biji tasbih terjatuh Dalam lingkarannya seperti mengabarkan padaku Doa Ave Maria andalan orang berduka.
Menghitung-hitung hari, seolah hendak pergi Kapan kan selesai, pergulatan jiwa menanti Sesaat terhenti, walau jiwa kini dalam simpangan Ada pertanyaan ... melanjutkan seperti sebuah beban Menghentikan artinya tidak berjumpa sesiapa Selain jiwanya yang makin terluka.
Seperti saat sekarang ini ... Terus berjuang untuk menarik nafas, Seraya tersenyum menikmati hari mulai pergi Jiwa terpesona menatap perubahan Mari tersenyum songsong masa depan tinggal sejengkal Apa makna dari pergulatan di keheningan alam ... Mendekat pada Sang Pemberi hidup Mencari sumber ketenangan batin senja Sadar akan jiwa yang membutuhkan air kehidupan Untuk masa depan ... yang tak pernah tahu kapan datang.
Tinggal menyatu pada waktu Agar jiwa siap memasuki hari-harinya Dengan banyak amalan sebagai jalan Jembatan sirotol mustakim bila waktu-Nya tiba.
Tergugah jiwa lara ... Banyak kenangan yang mengingatkan Aku belum selesai ... untuk meminta maaf Sebelum hari-Nya datang Biarlah aku diam di diamku Agar mampu dengarkan suara hatiku Yang merindu sesuatu ... yang belum rampung waktu itu.
suatu hari nanti kau akan bertanya padaku
soal alasanku yang terlalu mencintai puisi
tidakkah ada hal lain selain puisi?
bukankah dunia tidak hanya berisi
barisan kata-kata semacam puisi?
kataku,
dunia terbentuk dari kata,
kisah terbentuk dari kata,
keindahan terbentuk dari kata,
malam membentang terbentuk dari kata,
awal mula kehancuran terbentuk dari kata,
kebahagiaan dan kepedihan
juga terbentuk dari kata.
aku mencintai puisi
barisan kata-kata tempat aku sembunyi
daripada terjebak dalam ruang kosong dan angin pagi,
daripada pikiranku mati dan imajinasi berhenti,
daripada dunia menjadi sunyi
dan tumbuhlah duri dalam diri,
daripada duduk sambil mengumpulkan rasa benci.
aku mencintai puisi.
Lampung Timur, 17 Mei 2018 A Poem A Day Rumah Belajar "Suluh Harapan Insani"
Dalam perjamuan makan, dok. Lodevika Endang Sulastri
Di lingkaran inilah aura persaudaraan terlihat, Dalam meja perjamuan ini, persatuan kuncinya Kutatap penuh syukur tuk anugerah Ilahi Karna ku dalam lingkaran-Nya
Di senyum pemberian, ada wajah Tuhan Sesaat berbagi, hangat mengaliri nadi kegembiraan naturali selalu menghampiri Karna kasih Tuhan hadir dalam perjamuan ini.
Dahulu sering dihindari banyak insani Mereka lebih senang menikmati apa yang menjadi keinginan diri, Kini, setelah Putri Corona menghampiri Meja perjamuan merupakan sebuah kunci Pertemuan seluruh keluarga insani
Pintu-pintu rumah tertutup kini Pelukan dan cium sudah dihindari hadir pun harus menjaga jarak diri demi kesehatan pribadi
Dulu tak pernah diingat lagi apa itu kesehatan sendiri Orang ceroboh dan sesuka hati namun ketika korban pandemi menjadi Tak pelak lagi, orang mulai menyadari bahwa memperpanjang hidup sangat berarti
Tinggal di rumah saja, menjadi simbol diri Cuci tangan sesering mungkin, sebuah keharusan kini, Demi menjaga hidup lebih lama lagi ntuk menggoreskan sejarah kita di bumi
Korban berjatuhan, orang mulai ngeri Makan di resto atau jajanan di tepi Lebih baik mencipta pangan swasembada dan mengikat dengan perjamuan makan keluarga.
Inilah meja perjamuan kenangan hati, hidup komunio menjadi berarti sambil terus menjaga diri Perjamuan bersama adalah kerinduan demi kebersamaan, persaudaraan dan kamanunggalan Kaliyan Gusti Sang Widhi.