Rabu, 15 Maret 2017

Mengajukan Pertanyaan yang Menghasilkan Pesan

Baca sebelumnya!


Bu Itje menampilkan 9 gambar foto mengenai kegiatan yang pernah dijalankannya. Peserta diminta memilih salah satu gambar dan mengajukan pertanyaan mengenai gambar itu.

Ketika konteks gambarnya spesifik, peserta langsung bisa mengajukan pertanyaan yang spesifik yang bisa langsung terjawab. Tetapi ketika konteks gambarnya tidak spesifik, kebanyakan pertanyaan yang diajukan peserta tidak berhasil mendapatkan jawaban yang membawa peserta kepada konteks gambar secara utuh sehingga yang didapatkan hanyalah potongan-potongan informasi dan tidak menghasilkan pesan. Potongan-potongan informasi itu tidak menghasilkan pesan.

Inilah yang sering terjadi di kelas, anak itu hanya mendapatkan potongan-potongan informasi karena tidak adanya koherensi. Bagaimana caranya mendapatkan pesan? Atau bagaimana caranya agar informasi-informasi itu menjadi koheren? Caranya adalah dengan mengajari anak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh informasi-informasi yang basic terlebih dahulu, yang paling dasar terlebih dahulu.

Kalau pertanyaannya "Sedang apa?" itu akan ditentukan oleh "Di mana?" Misalnya jawabannya Di kelas. Pertanyaan lanjutannya "Kelasnya di mana?" Sampai pada akhirnya kita berbicara isinya lagi ngapain.

Sering kali kita mengajar anak-anak, konteks itu tidak kena. Jadi informasi yang didapat anak itu sepotong-sepotong karena kita tidak mengajak anak untuk melihat sesuatu secara keseluruhan terlebih dahulu.

Yuk, kita coba lagi!

"Itu kelihatannya semua orang sedang serius, sedang membicarakan sesuatu yang penting, ya? Itu sedang membicarakan apa, ya?"
Kalau pertanyaannya sedang membicarakan sesuatu, tentu saja jawabannya iya. Misalnya saya jawab, Itu sedang mendiskusikan teknik pengajaran bahasa. Tetapi informasi ini tidak memiliki konteks. Payung dari informasi ini belum didapat.

Agar menjadi pesan, maka harus didapatkan konteksnya terlebih dahulu.

Jadi pertanyaan yang paling tepat adalah:
"Ibu sedang di mana?" Di kelas.
"Kelasnya di mana?" Di Cambridge.
"Kelasnya kelas apa?" Kelas pelatihan.
"Pelatihan apa?" Pelatihan para pelatih guru.
"Siapa saja pesertanya?"

Nah ini baru dapet konteksnya.

Sekarang pertanyaannya: Di kelas lebih banyak mana? Anak belajar menjawab pertanyaan atau anak belajar bertanya? Biasanya lebih banyak belajar menjawab daripada bertanya.

Kemampuan bertanya itu sangat penting. Bertanya adalah untuk mengeksplorasi berbagai hal. Yang harusnya dikuasai oleh anak.

Katanya Kurikulum 13 mengajar anak untuk menanya, tetapi dalam penyusunannya tidak ada guidelines yang mengajar guru untuk mengajak anak menanya.

Yuk dicoba lagi dengan gambar yang lain.

"Itu di mana, Bu?" Di salah satu kota kecil di Inggris.
"Tentang apa, Bu?" Bukan tentang apa supaya terusannya menjadi pesan. Nah teknik guru untuk memancing anak bertanya adalah tidak langsung memberi jawaban yang dikehendaki siswa.
"Dalam rangka apa?" Ini juga belum menjadi pesan. Harusnya pertanyaannya ..
"Daerah apa, Bu?" Daerah kota kecil di Inggris, bernama South Gloucestershire.

Semakin didapatkan banyak detil, maka informasi itu semakin menghasilkan gambar. Dan semakin menghasilkan gambar, anak makin gampang mikirnya.

Bagaimana? Susah? Memang karena ini skill. Ini bukan bawaan lahir. Ini harus dilatih. Ini adalah skill yang harus dilatihkan. Bagaimana melatih anak menanya, membuat anak menanya.

Yuk dilanjutkan!

"Sedang apa?" Pelatihan.
"Bersama siapa?" Para kepala sekolah dari 19 sekolah. 
"Dari Indonesia?" Dari Indonesia.
"Kenapa harus di sana?" Karena ada kerja sama antara pemimpin pembelajaran di salah satu akademi yang ada di sana dengan Kementerian Pendidikan Indonesia.
"Hasil yang diharapkan?" Cari konteksnya dulu. Jangan kejauhan dulu. Kontekskan dulu supaya informasinya utuh. Mohon perhatikan ya, melalui proses ini sebenarnya saya ini sedang memberikan pandangan bagaimana mengelola kelas.
"Kenapa yang diajak Ibu bukan yang lain?" Karena saya ini trainer-nya. Saya partner dengan trainer yang ada di sana.
 "Jenis pelatihannya apa?" Leadership.
"Tujuan pelatihannya apa?" Agar para sekolah mampu memberikan pembelajaran. Bukan administrasi. 
"Kenapa harus di sana?" Karena ada kerja sama antara pemimpin pembelajaran di salah satu akademi yang ada di sana dengan Kementerian Pendidikan Indonesia.

Nah ini contoh baik. Di kelas, ketika ada anak yang mengulang pertanyaan yang sama, tetap harus dijawab. Karena keyakinan diri anak itu bertumbuh ketika kita menghormatinya dengan menghargai pertanyaannya. Namun, biasanya aslinya guru suka keluar. Biasanya kalau ada anak yang mengulang pertanyaan yang sama, maka guru biasanya bilang, Nah ketahuan, kamu tidak mendengarkan tadi! Itu asli manusianya keluar, pendidiknya hilang.

Nah, kalau kita ingin menyusun sebuah konteks, berarti seperti apa itu? Masih ada informasi yang hilang, Apa itu? Waktu. Karena setiap peristiwa ada waktu ada tempat.

Dari 9 gambar itu, mana yang paling tua? (Para peserta menebak sambil ketawa-ketawa)

Nah seperti inilah proses di kelas. Proses di kelas adalah mengasah keterampilan berpikir. Nah kita ketika nanti mengajak anak untuk mengasah keterampilan berpikir, karena belum dibiasakan, anak-anak akan ketawa karena mengira kita hanya main-main. Loh, ini bener. Makanya inilah yang harus kita latih dan kita ubah paradigma kita. Karena sudah sedemikian panjangnya kita mengajar hanya memberi informasi yang harusnya tidak perlu dilakukan oleh seorang guru. Kita ini kalau tidak terus-menerus berlatih mengasah sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia, segala hal di bumi ini bisa digantikan oleh mesin, Sekarang, proses check in itu makin banyak diganti oleh mesin. Karena sudah ndak perlu orang. Apalagi dengan teknologi barcode, segala sesuatu sudah bisa dibuatkan sistemnya.

Jadi kalau anak lulus sekolah, itu belum tentu anak yang mampu berpikir, kalau di sekolahnya hanya penuh dengan hafalan-hafalan, penuh dengan latihan soal, .

Maka sebenarnya saya sepakat dengan pak mentri yang mengajukan moratorium ujian nasional yang ditolak oleh wakil presiden. Dan ternyata, oh ternyata, hanya karena proyek, karena sudah teken pencetakan soal, pembuatan ini dan itu.


Baca selanjutnya!


Laporan acara:
  1. Lokakarya Penulisan Artikel Pendidikan dengan tema: Pendidik Masa Depan
  2. Tuliskan Satu Kata tentang Diri Anda!
  3. Pertanyaan Awal Fasilitator
  4. Mengajukan Pertanyaan yang Menghasilkan Pesan
  5. Fakta atau Opini
  6. Apa Keinginan dan Kebutuhan Peserta Didik Kita?
  7. Siapa yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan lingkungan belajar?
  8. Sebagai Pendidik, saya ...
  9. Standar Kompetensi Guru
  10. Tantangan Abad 21 v.s. Kurikulum
  11. PISA dan Dilema Kebijakan Sekolah di Indonesia
  12. Mengubah mindset: refleksi terus-menerus sudahkah kita menjadi model pembelajaran?
  13. Ajari Anak Didik untuk Bertanya
  14. Galeri Foto

0 komentar:

Posting Komentar