Rabu, 24 Juni 2020

Bulan

oleh Lusia Yuli Hastiti

Bulan oleh Lusia Yuli Hastiti
Photo by Pixabay


kurenungi bulan
yang sedikit pucat
hasratku ingin bicara
tapi memang jauh

apalagi kugapai
kau benar-benar kepunyaan-Nya
bertemu denganmu juga ma(l)u
sebab banyak kau simpan rahasiaku
kau baca isi hati
dalam puisiku

ingin aku bicara lagi
sayang sekali kau memang jauh
cuma hasrat saja pun tak sampai
bintang asing itu lebih menyayangimu

Lampung Timur, 24 Juni 2018
#A Poem A Day

Senin, 22 Juni 2020

Menyukat Kesemenjanaan Kita: Kumpulan Artikel Refleksi Corona


Menyukat Kesemenjanaan Kita: Kumpulan Artikel Refleksi Corona

Menyukat Kesemenjanaan Kita: Kumpulan Artikel Refleksi Corona



Kode: 0610002
Judul: Menyukat Kesemenjanaan Kita: Kumpulan Artikel Refleksi Corona
Penulis: Agustinus Gereda [et al.]
ISBN: 978-623-7421-15-3
Terbit: 09-Jun-20
Tebal: 164 (x+154) halaman
Ukuran: 14.5x21 cm
Harga: Rp73.500

Buku ini dicetak sesuai pesanan. Pesan 1 eksemplar pun akan kami layani. Untuk memesan buku ini, silakan hubungi yedijanusantara@gmail.com atau melalui pesan WhatsApp dan sampaikan Nama Pemesan serta alamat lengkap (dengan menyebut nama kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, serta kode pos)

Spesifikasi:
Kode: 0610002
Judul: Menyukat Kesemenjanaan Kita: Kumpulan Artikel Refleksi Corona
Penulis: Agustinus Gereda, Ani Sumiani, Apeironia Monika NovassaBernadus Bin Frans Resi, Budi Hartono, Casilia Prabandari, Dessi Andriani, Dwi Endah Aryani, Dyah Sinto Rini, Elisabeth Herni Widiastuti, Gusnawati, Hironimus Bao WoloIda Fitriana, Imelda Oliva Wissang, Izatul Laela, Lina Herlina, Lorentina, Maksimus Masan Kian, Maria Korpriati, Michael Dendo Kabatana, MurdaningsihNicolas Widi Wahyono, Putri Dian Pratiwi, Rabiyatul Adawiyah, Reni SetiyowatiGr, Rini Indah Winarni, Rini Winarsih, Setyawati, Silvester Kian Witin, Siti Rahayu, Swesti Amelia, Tobias Nggaruaka, Tung Widut, Yanti, Yasser A. Amiruddin.
ISBN: 978-623-7421-15-3
Terbit: 09-Jun-20
Tebal: 164 (x+154) halaman
Ukuran: 14.5x21 cm
Harga: Rp73.500

Kata kunci:
artikel pendidikan, artikel corona, kisah corona, Komunitas Guru Menulis, pandemi Covid-19, virus corona, Agustinus Gereda, Ani Sumiani, Apeironia Monika Novassa, Bernadus Bin Frans Resi, Budi Hartono, Casilia Prabandari, Dessi Andriani, Dwi Endah Aryani, Dyah Sinto Rini, Elisabeth Herni Widiastuti, Gusnawati, Hironimus Bao Wolo, Ida FitrianaImelda Oliva Wissang, Izatul Laela, Lina Herlina, Lorentina, Maksimus Masan Kian, Maria Korpriati, Michael Dendo Kabatana, MurdaningsihNicolas Widi Wahyono, Putri Dian Pratiwi, Rabiyatul Adawiyah, Reni SetiyowatiGr, Rini Indah Winarni, Rini Winarsih, Setyawati, Silvester Kian WitinSiti Rahayu, Swesti Amelia, Tobias Nggaruaka, Tung Widut, Yanti, Yasser A. Amiruddin.

Deskripsi
Buku ini merupakan kumpulan artikel dan kisah terkait pandemi virus corona atau Covid-19 yang melanda dunia sejak akhir 2019. Memuat 38 tulisan dari 35 penulis dan dikelompokkan ke dalam 7 tema: berppikir positif dan optimis, belajar bersabar dan tetap berpengaharapan, memaknaia relasi dan menumbuhkan solidaritas, waspada dan berpola hidup sehat, melihat peluang dan menumbuhkan kreativitas, waiting for the new normal, dan belajar dan bertobat.



Daftar tulisan dan penulisnya:
Berpikir Positif dan Optimis
  • Covid-19, Hikmah Positif di Tengah Keprihatinan  ~ Lina Herlina, S.Pd.
  • Flora: Si Gadis Centil Itu Lulus SMA di Masa Pandemi Covid-19 ~ Silvester Kian Witin
  • Pembelajaran Pascapandemi Covid-19 dan Tantangannya ~ Tobias Nggaruaka, S.Pd., M.Pd.
  • Asa di Balik Pandemi Covid-19 ~ Gusnawati, S.Pd., M.Pd.
  • Khawatir Membawanya ke Tanah Air, Hingga Memperkenalkannya ke Peserta Didik ~ Yasser A. Amiruddin
Belajar Bersabar dan Tetap Berpengharapan
  • Chloroquine, Hydroxychloroquine, Corona dan Lupusku ~ Dyah Sinto Rini
  • Hubungan Darah di Balik Covid-19 ~ Yanti
  • Banyak Bersabar ~ Dessi Andriani
  • “Mendaur Ulang” Kesabaran di Tengah Pandemi Covid-19 ~ Hironimus Bao Wolo
  • Keganasanmu ~ Rabiyatul Adawiyah, S.Pd.
  • Doa dan Harapan ~ Rabiyatul Adawiyah, S.Pd.
Memaknai Relasi dan Menumbuhkan Solidaritas
Waspada dan Berpola Hidup Sehat
  • Jangan Bersin! ~ Rini Winarsih, M.Pd.
  • Makhluk Kecil Mematikan ~ Dwi Endah Aryani
  • Menerobos Lockdown ~ Tung Widut
  • Menembus Covid dalam Malam ~ Tung Widut
  • Masa Itu Pun Datang ~ Putri Dian Pratiwi
Melihat Peluang dan Menumbuhkan Kreativitas
  • Perjuangan dan Kesetaraan Pendidikan Daerah Terpencil pada Masa Pandemi Corona ~ Reni Setiyowati, S.Pd.Gr.
  • Pembelajaran Jarak Jauh, Tantangan Untuk Semua ~ Lorentina, S.Pd.
  • Hati Senang Walaupun Tak Punya Uang ~ Agustinus Gereda
  • Satu Hari Baca Satu Buku ~ Maksimus Masan Kian
  • Dengan Adanya Covid-19, 2020 Semakin Menjadi Tahun yang Unik ~ Michael Dendo Kabatana
  • Pendidikan Karakter Anak di Tengah Pandemi Covid-19 Oleh Guru dan Orang Tua ~ Siti Rahayu 
  • Pembelajaran di Tengah Pandemi Corona ~ Swesti Amelia 
  • Aktivitas & Kreativitas ~ Murdaningsih
Waiting for the New Normal
  • Kangen Sekolah ~ Nicolas Widi Wahyono
  • Gelora Rindu di Tengah Garangnya Covid-19 ~ Budi Hartono
  • Rindu Yang Menderu Antara Jarak dan Waktu Covid-19 ~ Maria Korpriati, S.Pd.SD.
  • Kapan Virus Covid-19 Ini Berakhir? ~ Casilia Prabandari, S.Pd.
Belajar dan Bertobat
  • Covid-19, Seruan Untuk Kembali ~ Ani Sumiani, S.S., M.Hum.
  • Mengambil Ibrah dari Virus Corona ~ Izatul Laela, S.Si.
  • Di Balik Musibah Peristiwa Covid-19  ~ Rini Indah Winarni, S.Pd.
  • Amal Makruf Nahi Mungkar pada Masa Pandemi Covid-19 ~ Ida Fitriana
  • Covid-19 Menghajar Harga Diriku ~ Elisabeth Herni Widiastuti


Menjeda Jagat Memeluk Hakikat: Puisi-Puisi Refleksi Atas Corona





Kode: 0120034
Judul: Menjeda Jagat Memeluk Hakikat: Puisi-Puisi Refleksi Atas Corona
Penulis: Agustinus Gereda [et al.]
ISBN: 978-623-7421-16-0
Terbit: 09-Jun-20
Tebal: 190 (x+180) halaman
Ukuran: 14.5x21 cm
Harga: Rp77.500

Buku ini dicetak sesuai pesanan. Pesan 1 eksemplar pun akan kami layani. Untuk memesan buku ini, silakan hubungi yedijanusantara@gmail.com atau melalui pesan WhatsApp dan sampaikan Nama Pemesan serta alamat lengkap (dengan menyebut nama kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, serta kode pos)


Spesifikasi:
Kode: 0120034
Judul: Menjeda Jagat Memeluk Hakikat: Puisi-Puisi Refleksi Atas Corona
Penulis: Agustinus Gereda, Andi Azis, Anis Septiani, Arifa Sulandhari, BH Riyanto, Catharina Yenny Indratno, Cipto Sudarso, Damianus Ose, Desrianti, Elisabet Sri HartatiErma, Gusnawati, Hj. ZaenabIda Fitriana, Imas Dini Harina, Imelda Oliva Wissang, Julia Utami, Lina Herlina, Lucia Nina Narendras, Lukas Onek Narek, Maria Korpriati, Melyani Dwi Astuti, Mufarihah, Muji Rahayu, Novita RahayuPujarsono, Putri Dian Pratiwi, Rasuna, Rini Indah Winarni, Samsiah Ilham, Sumarsih, Surantini, Swesti Amelia, Tobias Nggaruaka, Umi Prahastuti, Wildan Rusli, Yanuari Christyawan, Yerem B. Warat 
ISBN: 978-623-7421-16-0
Terbit: 09-Jun-20
Tebal: 190 (x+180) halaman
Ukuran: 14.5x21 cm
Harga: Rp77.500

Kata Kunci: puisi, kumpulan puisi, tulisan guru, karya guru, Agustinus Gereda, Andi Azis, Anis Septiani, Arifa Sulandhari, BH Riyanto, Catharina Yenny Indratno, Cipto Sudarso, Damianus Ose, Desrianti, Elisabet Sri HartatiErma, Gusnawati, Hj. ZaenabIda Fitriana, Imas Dini Harina, Imelda Oliva Wissang, Julia Utami, Lina Herlina, Lucia Nina Narendras, Lukas Onek Narek, Maria Korpriati, Melyani Dwi Astuti, Mufarihah Iha, Muji Rahayu, Novita RahayuPujarsono, Putri Dian Pratiwi, Rasuna, Rini Indah Winarni, Samsiah Ilham, Sumarsih, Surantini, Swesti Amelia, Tobias Nggaruaka, Umi Prahastuti, Wildan Rusli, Yanuari Christyawan, Yerem B. Warat 

Deskripsi
Buku kumpulan puisi (dan pantun), merupakan hasil refleksi atas pandemi virus corona (Covid-19) yang melanda dunia mulai akhir 2019. Buku ini memuat 141 judul puisi (dan pantun) dari 38 penyair (hampir semuanya guru dan ada juga nonguru). Memuat juga beberapa puisi untuk pembaca anak-anak. 

Daftar penyair dan judul puisi:

Surantini
Corona 
Rindu Murid
Sujud Kepada-Mu
Belajar dari Rumah 
Berkah di Rumah 
Masker 
Kembalilah Tersenyum
Tuhan Menegur
Pahlawan Kesehatan
Ramadan Kita
Tuhan Ampuni Kami
Risau Hatiku
Mari Bersabar
Tuhan Aku Mengadu
Hikmah Corona
Jaga Jarak
Bumiku Sayang
Jangan Mudik
Tak Ada Jabat Tangan
Ayo Cuci Tangan 
Doa Harapan
Kelulusan 
Tepiskan Ego 
Indahnya Berbagi
Menabung Kebaikan
Kamu Tak Sendiri
Badai Pasti Berlalu
Indonesia Bisa

Puisi Corona
Pantun Corona Catharina Yenny Indrat

Pantun Corona Swesti Amelia

Lucia Nina Narendras
Saatnya Berbagi 
Tak Dekat Namun Lekat 
Demi Sebuah Asa 

Melyani Dwi Astuti
Si Nakal Corona

Doa 
Masker 
Libur Corona
Kau, Kekasihmu, dan Virus Corona
Rindu

Pantun Corona oleh Erma

Pahlawan di Garda Terdepan
Di Balik Wabah, Cinta Bersemi
Terlalu Indah
Badai Corona Pasti Berlalu 1
Badai Corona Pasti Berlalu 2

Putri Dian Pratiwi
Ampuni Kami, Ya Rabb

Rini Indah Winarni
Musibah Virus Corona 

Arifa Sulandhari
Arti Hadirmu
Terima Kasih Pahlawan
Bumi Tersenyum
Semangat Bersama
Manusia Lebih Baik
Salam Rindu “Corona Bye”

Cipto Sudarso
Nikmatnya Kebebasan
Mari Kembali ke Jalan-Nya
Pantun Corona (1)
Pantun Corona 2

Samsiah Ilham
Pantun Corona oleh Syamsiah Ilham

Allah Menggugat
Lebih Suka Menerima
Kado Buat Marko

Covid-19
Andai Aku Bisa Memilih
Wabah Gila

Pantun Corona Pujarsono

Ruang Penantian
Cerita Rindu di Balik Pagar Sekolah
Pada Jejak Hujan Sore
Obrolan di Ruang Rasa
Meruang pada Jendela Usang

Corona
Corona 2
Corona 3
Corona 4

Masker
Ujian Hidup
Kentut
Pejuang Negeri

Kerinduan
Ramadanku
Webinar
Kelulusan
Jangan Mudik

Yanuari Christyawan
Doa, Jamu dan Ruang Isolasi
Ratumu Besertamu
Terima Kasih Corona, dari Ibu Pertiwi
Doa Kesendirian

Ketika Bumi Meminta Sunyi 

Kerinduan
Rembulan

Maria Korpriati
Siapa Kamu Corona?
Manusia Corona
Pahlawan Corona
Suara Hati Corona

Corona
Mahakecil
Tulah Kesebelas: Corona
Satu Dunia Satu Kata

Anis Septiani
Weling
Jeda Corona
Layar Sentuh
Stigma

Kepada cinta yang pergi
Sekarang aku tahu
Rumah kenangan
Engkau bernama Corona
Isyarat Jarak

Damianus Ose
Covid-19
Balada Corona 
Pada Tuhan
Gugur Pahlawan
Ada Tuhan
Teriak

Sajak Duka Tentang Corona
Permohonan

Senthong 
Di Gubug Saja
Gedebug

Corona apa kabarmu ?
Kenalkan, Dia Covid-19
Gara-Gara Corona
Covid-19 atau Dewa-19
Rindu dalam WFH
Generasi Corona
Ramadhan Bersama Covid-19

Imas Dini Harina
Corona

Umi Prahastuti
Belajar dari Rumah

Samarkan Dukaku
Kepada Hati
Isolasi Membuka Hati
Pelajaran Nyata
Sampai Kapan
Tidurlah Pertiwiku
Di Mana Nurani Kalian

Julia Utami
Aku Temani Kamu 
Pemeran Utama Corona
Romansa Senja Pandemi Corona

Kami Rindu Dirimu

Corona Melanda Manusia

Cinquain Corona



Kesempatan Terakhir

oleh Lusia Yuli Hastiti

Kesempatan Terakhir oleh Lusia Yuli Hastiti
Photo by Lusia


malam yang geraknya semakin sempit
masih bulan separuh, kan?
dan detik ini aku sudah mengandung benih rindu
remaja bilang rindu itu sungguh menyakitkan

kegelisahan memang tengah berbaris
di ujung-ujung ranjangku
menggerutu, mengetuk pintu
memintaku untuk terus memikirkanmu

berperang dengan kesempatan terakhir
yang masih kupunya
ya...seandainya kesempatan itu
masih tertinggal di ujung kuku
kau mungkin masih bisa membaca sajakku.

Lampung Timur, 22 Juni 2018
#A Poem A Day

Gusti Omkang Hingmane


Gusti Omkang Hingmane

Gusti Omkang Hingmane, S.Pd.,Gr lahir di Alor, 30 Juli 1986. Gusti mengenyam pendidikan di SD GMIT Probur 1, SMP Negeri Mataraben, SMA Negeri 1 Kalabahi, dan Universitas Nusa Cendana (Fakultas Keguruan dan Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris). 

Sejak berada di bangku kuliah sampai sekarang, Gusti sering memublikasikan hasil tulisannya di berbagai media cetak dan online. Media cetak yang pernah memublikasikan hasil karya Gusti adalah Media Informasi dan Komunikasi Undana, Harian Timor Express, Harian Victory News, Harian Pos Kupang, Alor Post, Ombay News, Buletin Optimisme: Tiada Hari Tanpa Menulis, dan Buletin Tirta Kapoer. Sedangkan Media online seperti: Tribuana Post, Semarak News, dan lain-lain. 

Selain itu, Gusti juga pernah mengajar di SMA Negeri 1 ABAD, Universitas Tribuana Kalabahi, SMA Negeri Maiwal, serta daerah terdepan, terluar, dan tertinggal di Papua selama 1 tahun pada program mengajar di daerah 3T (SM-3T). Setelah itu, Gusti mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan profesi di Universitas Nusa Cendana juga.

Sekarang, Gusti menjadi seorang guru di SMK Negeri Ampera, Kabupaten Alor. Di dalamnya, Gusti mendapat tugas tambahan dari kepala sekolah sebagai wakil kepala sekolah dunia usaha dan industri (DU/DI). Selain itu, Gusti juga mendapat posisi sebagai editor pada buletin sekolah, yakni Buletin ESEMKES. Ada pula kepercayaan dari Universitas Nusa Cendana, FKIP, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris sebagai koordinator untuk guru Bahasa Inggris di Kabupaten Alor. Gusti juga berperan sebagai tim dalam redaktur Buletin Optimisme: Tiada Hari Tanpa Menulis, Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Nusa Cendana

Karya bersama Komunitas Guru Menulis
Educating Mind and Heart
Daftar tulisan:
  1. Guru Menulis Untuk Pengembangan Keprofesian
  2. Bersatu Untuk Selamatkan Universitas PGRI
  3. Apel Pagi Bukan Apel-Apelan
  4. Universitas, Produksi Ijazah atau Kualitas? 
  5. Degradasi Mutu Pendidikan
  6. Educating Mind and Heart
  7. If I Were A President
  8. May Be Yes, May Be No
  9. FKIP vesus KKN
  10. Mendiknas dan DPR Tak Bermata
  11. Nepotisme atau Objektivisme dalam Penilaian
  12. Quo Vadis Masyarakat dalam Pendidikan?
  13. Mempertanyakan Ujian Nasional
  14. Pendidikan Sekarang dan Masa Depan Peserta Didik
  15. Universitas Bukan Pasar
  16. KTM dan PTB: No or Yes, Why?
  17. Peran Orang Tua dan Pendidikan Anak Sekarang
  18. Inkonsistensi Pemuda dalam Berorganisasi
  19. PKKBMB: Antara Realitas dan Harapan
  20. Lida (H) Hamid dan Keket Berdangdut Pesan
  21. Manusia Baru di Tahun Baru
  22. Bahasa Daerah dan Degradasi Penuturnya
  23. Berani Bercita-cita


Educating Mind and Heart


Educating Mind and Heart, tulisan Gusti Omkang Hingmane, S.Pd.,Gr
Educating Mind and Heart, tulisan Gusti Omkang Hingmane, S.Pd.,Gr


Kode: 0610003
Judul: Educating Mind and Heart
ISBN: 978-623-7421-14-6
Terbit: 05-Jun-20
Tebal: 122 halaman (xii+110)
Ukuran: 14.5x21 cm
Harga: Rp50.000

Buku ini dicetak sesuai pesanan. Pesan 1 eksemplar pun akan kami layani. Untuk memesan buku ini, silakan hubungi yedijanusantara@gmail.com atau melalui pesan WhatsApp dan sampaikan Nama Pemesan serta alamat lengkap (dengan menyebut nama kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, serta kode pos)

Buku ini adalah kumpulan artikel tulisan Gusti Omkang Hingmane, S.Pd., Gr., seorang praktisi pendidikan yang tidak hanya berhenti dalam perannya sebagai seorang pengajar di depan kelas tetapi juga berusaha benar-benar menceburkan diri dalam segala relung dunia kependidikan kita. Ia menuliskan segala kegelisahannya yang muncul dari semua pengalaman dan pergulatannya di sebuah dunia yang disebut pendidikan dan mencoba melihat pendidikan dari berbagai sisi atau sudut pandang.

Buku ini diberi judul Eduating Mind and Heart, tampaknya merupakan harapan dari penulis bahwa pendidikan seharusnya menyentuh mind dan heart. Buku ini memuat 23 artikel yang pernah dimuat di media cetak maupun online. 

“Yang mau disampaikan Gusti, saya yakin, adalah bahwa mendidik orang jangan setengah-setangah. Harus total. Hati dan pikiran serta otot diperhatikan sekaligus. Pada titik ini, Gusti, tampaknya, sepakat dengan John Dewey yang mengatakan bahwa pendidikan itu adalah proses sosial, pertumbuhan, dan kehidupan itu sendiri; bukan persiapan masa depan anak didik. Oleh karena itu, bagi saya buku ini layak, ‘enak dibaca dan perlu.’ Saya pun akan menempatkannya pada tempat yang sangat terhormat di perpustakaan pribadi saya agar saya bisa membacanya setiap kali saya mau untuk memperoleh inspirasi dalam ikut serta memperjuangkan kebaikan bagi semua, tanpa peduli apa pun latar belakang sosial, suku, agama, ras, dan golongannya.”  (Feliks Tans, Dosen FKIP/Pascasarjana Undana, Ketua Prodi Magister Pendidikan Bahasa Inggris Undana, Editor-in-chief Academic Journal of Educational Sciences (AJES))
 

Daftar tulisan:
Pengantar oleh Feliks Tans v
Guru Menulis Untuk Pengembangan Keprofesian 1
Bersatu Untuk Selamatkan Universitas PGRI 6
Apel Pagi Bukan Apel-Apelan 12
Universitas, Produksi Ijazah atau Kualitas? 15
Degradasi Mutu Pendidikan 23
Educating Mind and Heart 27
If I Were A President 32
May Be Yes, May Be No 37
FKIP vesus KKN 42
Mendiknas dan DPR Tak Bermata 46
Nepotisme atau Objektivisme dalam Penilaian 51
Quo Vadis Masyarakat dalam Pendidikan? 56
Mempertanyakan Ujian Nasional 60
Pendidikan Sekarang dan Masa Depan Peserta Didik 65
Universitas Bukan Pasar 69
KTM dan PTB: No or Yes, Why? 74
Peran Orang Tua dan Pendidikan Anak Sekarang 78
Inkonsistensi Pemuda dalam Berorganisasi 83
PKKBMB: Antara Realitas dan Harapan 88
Lida (H) Hamid dan Keket Berdangdut Pesan 94
Manusia Baru di Tahun Baru 97
Bahasa Daerah dan Degradasi Penuturnya 101
Berani Bercita-cita 105
Biografi Penulis 109

Minggu, 21 Juni 2020

Foto Nostalgia

PUISI OLEH Lodevika Endang Sulastri
Foto dokumen Lodevika Endang Sulastri

Memandang wajah-wajah polos
Yang berdiri dan berlutut,
Itu kenangan sungguh manis
Keceriaan bermain terlukis
Saat kutatap sekali lagi
Foto tua ini.

Bocah-bocah SD berseragam pramuka
Tatap masa depan di bawah tiang bendera
Seolah telah tergambar wajah penerus
Melangkahkan kaki mengisi kemerdekaan

Memandang wajah-wajah polos,
Kuingat kembali kisah masa kami
Bermain bola kasti berlari kencang
Memenangkan harapan penuh kepastian

Bola menggelinding teriakan teman memacu berlari menuju "home"
Panas terik tak dirasa oleh deraan
semangat memenangkan pertandingan.

Bola melayang menghantam tubuh,
Teriakan lawan menghempas kemenangan
Terpaksa berjaga, berganti posisi
Keringat membasahi wajah tak lagi dirasa.

Matahari menggeserkan tubuhnya
Setengah empat sore permainan terhenti
Setelah orang tua menjemput kami
Berteriak mengingatkan pulang.

Dari pagi kami menghiasi ruang sekolah
Berjalan, berlari, dan berkerumun
Duduk sigap di bangku sekolah
Belajar, bermain, dan bersenda gurau
Semua tergambar jelas di mataku

Dan kini di sini ...
Aku menatap foto masa lalu kami
Tersenyum bangga dan berterima kasih
Teman-teman kita pernah bersama
Di sekolah penuh kenangan persahabatan

Foto kenangan buram
Kutatap sekali lagi
Terima kasih kita pernah bersama
Membangun harapan yang kini tlah ada
Di genggaman kita sebagai manusia

Teman-teman ...
Semoga kalian ingat
Kita pernah menjadi saudara
Enam tahun lamanya ...
Mengecap masa SD kita

Teman-teman terima kasih
Foto kenangan ini selalu mengingatkan
Kita meletakan batu bata pertama
Karakter dan iman kita.

Palembang, 21 Juni 2020, 19:35

Kamis, 18 Juni 2020

Tenggelam

Tenggelam, Puisi Ety K. Husein
Photo by Steve Johnson from Pexels




1. Persimpangan ...
Bagai sebuah mata uang 
sisi yang berlawanan dengan sisi lain 
sisi satu senang seakan menggapai langit begitu mudah, 
bahkan loncat akan terbang ke angkasa ... tapi kutengok sisi lain 
... kuharus tundukkan kepalaku ... kunci surgaku 
Sisi lain kuharus menunduk 
lihat bagaimana warna wajahmu
Merahkah, atau biru ... tengadahkah atau merunduk
Bila tengadah kuharus meluruskanmu agar kamu tidak jatuh terkena batu di bawah kakimu
Bila tertunduk kuharus tengadahkan kamu agar kamu tahu dunia lain
Tengadahlah lihat barisan pasukan jagoan-jagoan kita ... harus punya langkah, harus hidup kuat, sehat, progres, semangat ...
Jangan biarkan cerminnya retak 

Konsumsi sistem nilai ... yang tak sama
Sistem nilai itu yang bedakan 
Tak ada salah ... kacamata kita beda
Begini ya Rabb …
Gemuruh usahamu, korbankan harga dirimu 
Jadi pengabdi ... cari damai dalam duka 
Seperti juga sudah kukorbankan, tapi tak pernah puaskan hatimu
Apa yang salah ...
Bodohnya aku …

2. Kucoba gelorakan semangat ...
untuk goyangkan langit, 
menggetarkan darat, 
menggelorakan samudra 
Biar kita tak tenggelam dalam sakitmu
Kamu yang tenggelam dalam kubangan keputusasaan,
kukorbankan diri bangunkan kamu
dalam pundakku kauberikan tanggunganmu
berat karena mimpiku tidak sesuai dengan jagaku

Kamu kunci surgaku
Lelahku kadang tak sempat sapa mendarat padamu 
Sudah cukup lemparan caci, dan hina siap terjangku kering keringatku
… lelah tak mampu tuk lemparkan kata
Maafkanku mungkin kunci surgaku ... hilang 
bagaimana kutegakkan hidup bangkitkan barisanku 
tegakkan diri tambah terpuruk … hingga Allah lemparkan ... cahaya hingga
ku mampu balikkan rasa pahit kurasa manis,
terbalik kurasa tegak agar tangis terasa nikmat
tetap ingin melihat dirimu tegak ... walau sulit 
Mataku tak bisa lihat terang atau gelapnya hari
Hanya mulut basah dalam zikir
Allah tegakkan kuberdiri ... semoga tegakkan kita juga


3. Kasihan ... kata yang terlempar 
kaupaksakan diri ... tenggelamkan diri dalam kepahitan 
walau tangis keras tak ubah tegakmu
Maafkan … langkahmu tak bisa usaikan masalah 
kamu bukan di ruangku kamu hidup dalam ruangmu
kamu benar menilai dalam ruangmu, banggakah
menangkah ... bagaimana ku berjalan dalam damai 

Tak perlu lemparkan salah
tak ada yang mengerti 
tak ada yang bisa satukan
tak bisa pisahkan kecuali Allah 
Takut karena Allah telah berikan 
Ku takut pada Allah ...
Hanya terbang yang buat diri kumelayang, cari damai yang kaujanjikan 
Dalam cakrawala Allah, kudapati ibu
Entah masih ada surga di bawah kakinya ... atau tidak 
Engkau yang tahu ... tapi kupunya segunung kasih 
Bila kunci surgaku tak ada ke mana kucari ...
Langkah rahmatmu banyak ... namun ku takut melangkah
Nodai berikan noktah dalam rasa permataku 
Kucoba tegakkan damai dalam gemuruh rasa, 
kutahu ku bisa karena Allah ada, sambutlah damai ...


dari buku Rumput Kering: Kumpulan Puisi KGM #27 halaman 8-10


Rabu, 17 Juni 2020

Abai dan Mengingkari

Puisi Hartini
Abai dan Mengingkari, Puisi Hartini
Photo by Dids from Pexels



Gemerincing nyaring
Pundi-pundi yang dia miliki
Mengalir dengan pasti
Hanyalah boleh dia yang menggiring

Masanya puan hendak meminta
Serta merta kucurkan dan tak perlu mengulang ucap
Namun bila masanya diri telah berulang kali berucap
Tak satu pun yang dia beri apalah dengan serta merta

Bolehlah dia kan terus melupa
Dengan apa yang dia ikrar dulu
Janji terpatri dengan Sang Maha Tahu
Kini dia abai dan entah mengapa

Berulang kali diri mengingatkan janji
Dengan kata penuh makna
Dengan mediasi penuh rencana
Namun dia tetap abai dan mengingkari

Biarlah diri berserah dan berikhlas hati
Tak dapat meminta di alam fana, biarkan di yaumil akhir terhisabkan
Telah gugur kewajiban diri tuk mengingatkan akan janji suci
Hanya Sang Ilahi yang mampu membolak-balikkan hati yang terpatri

Kelu lidah tuk berucap
Walau Sang Maha telah menjanjikan sebagai yang hak
Sepertinya tak pernah tersirat walau dia tahu siapa yang hak
Entah apa salah yang pernah terucap

Biarkan diri sabar dan tawakal
Menerima dia yang abai dan mengingkari
Walaupun dia mampu melenggang tanpa beban
Santai bagaikan di pantai
Tanpa harus berpikir hingga menuai uban
Kehendak Ilahi tak dapat dipungkiri

Kuningan, 12-05-2019


Pembacaan puisi ini bisa dinikmati di video berikut:

Selasa, 16 Juni 2020

menulis di tanah

Puisi Wakidi Kirjo Karsinadi

menulis di tanah, Puisi Wakidi Kirjo Karsinadi


pagi itu

seorang perempuan kedapatan
sedang berbuat zina
oleh lawan pezina
yang datang dengan motif busuk
menjebak dan mengorbankan sang perempuan
untuk menghilangkan sebuah ancaman

sesudah dinikmatinya perempuan itu
datanglah rombongan konspirator
menangkap basah keduanya

sang perempuan itu dilarak, diseret sepanjang jalan
dan lelaki lawan pezina ikut dalam rombongan
senang karena telah berhasil menjadi bagian dari sebuah rencana cerdik
dan tidak kehilangan bonus kenikmatan gratis pula

dan tibalah mereka di depan sesosok ancaman
yang ingin mereka binasakan

"ia kedapatan berzina
"ia harus dirajam
"bagaimana menurutmu?"
pertanyaan jebakan dilancarkan kepadanya

ia tidak segera menjawab
ia menunduk
ia diam

"apa katamu"
mereka mendesak

"yang merasa tidak bercela
silakan melemparkan batu pertama!"
ia menjawab
tanpa mengangkat kepala
tetap tertunduk
dengan jarinya
ia menulis di tanah

ia manusia langit
yang telah turun menjadi manusia tanah
ia ikut merasakan kegelisahan manusia tanah
perempuan yang sekarang menunggu bagaimana sebentar lagi ia akan kembali menjadi tanah
dirajam oleh para manusia atas angin yang ingin
menggantikan peran pemberi dan pencabut hidup

debu yang tersisih oleh jarinya beterbangan
butir demi butir mengenai hidung gerombolan itu
debu itu telah menjatuhkan mereka dari lesatan angin yang selama ini telah membekap mereka
mereka terjatuh kembali ke tanah
sadar dirinya juga terbuat dari tanah
yang lemah dan tidak bebas salah

satu demi satu, dimulai dari yang paling tua, rombongan itu
pergi meninggalkan perempuan dan lelaki yang menulis di tanah
meninggalkan keduanya di sana, saling berhadapan

sang perempuan tampak semakin gemetar
ia sedang berhadapan dengan sesosok, satu-satunya sosok ...
perginya gerombolan itu satu per satu menyadarkannya bahwa sosok di hadapannya itu adalah satu-satunya
yang memiliki kuasa untuk melemparkan batu pertama

ia gemetar, seluruh dayanya meluruh, menunggu ajal

lelaki itu bangkit
namun, bukannya untuk mengambil batu
melainkan mengulurkan tangannya
mengangkat perempuan itu

'hai manusia tanah
aku tidak akan melemparkan batu kepadamu
sebentar lagi aku akan bersatu dengan tanah
supaya engkau bisa dibebaskan dari hukum tanah"

kaget
tidak percaya
terpana

debu tanah yang menempel di jari itu menyentuh tangannya
tetapi kali ini debu itu ikut meluruhkan seluruh debu yang menempel di tubuhnya
di hatinya
di jiwanya
meninggalkannya menjadi manusia bersih

"jangan berbuat dosa lagi"

perempuan itu menangis bahagia
dalam hatinya ia tahu, mulai hari ini ia tidak perlu berbuat dosa lagi
ia sudah menjadi manusia baru
seluruh sisa hidupnya
telah dibawa ke level yang baru
hidup dalam karunia

karena lelaki itu sebentar lagi menggantikannya
menanggung semua beban dosanya

24 Maret 2018


dari buku berjudul Pulang ke Rahim Ibu: Kumpulan Puisi KGM #28 halaman 62-65

Pembacaan puisi ini bisa dinikmati di video berikut:

Aku Berkata Maka Aku [Ti]Ada




Tuhan mencipta maka semuanya ada
Tuhan mencipta dengan kata, yang keluar dari mulut-Nya

Demikian pun manusia, dicipta dengan kata
ia menemukan kedahsyatan kekuatannya.
Dengan kata, manusia juga mencipta
segala hal yang menjadi keinginan hatinya
Dengan kata-kata manusia mencipta keluarga,
berawal dari kata cinta, mereka mengikat diri menjadi suami istri, melahirkan anak-anak dan terciptalah keluarga.
Dengan kata-kata manusia mencipta hak atas tanah, rumah, segala harta benda, 
mereka menciptakan wilayah, negara
dan mengesahkannya menjadi miliknya.
Dengan kata-kata manusia menciptakan segalanya
Dengan kata-kata, manusia mengubah adat satu dengan adat lainnya, mendirikann kerajaan satu di atas kehancuran lainnya, menegakkan budaya satu di atas runtuhnya kebudayaan lainnya, 
menghidupkan manusia satu, bangsa satu, bahasa satu, kelompok satu, di atas manusia lainnya, bangsa lainnya, bahasa lainnya, kelompok lainnya, dan seterusnya.

Kini, setelah manusia menyadari betapa dahsyatnya kekuatannya, manusia mengeksplorasi kata-kata, kata demi kata, merangkai demikian rupa, membangun narasi dan wacana
mengubah hitam menjadi putih, putih jadi hitam, mengubah ada jadi tiada, tiada jadi ada, membalik atas jadi bawah, bawah jadi atas, menukar yang mulia dengan cela, cela dengan mulia
dengan kata-kata, manusia berusaha saling menelan lainnya, saling membinasakan kelompok lainnya, bangsa lainnya, budaya lainnya, ada lainnya
manusia berperang dengan kata-kata.
Kata-kata, entah dari mana datangnya, berseliweran di atas kepala kita, memenuhi atmosfer kita, menghujani pikiran kita, melumpuhkan akal sehat kita, menaklukkan hati nurani kita, memperhamba kita 

kata-kata itu begitu luar biasa, menyelinap, menyusup, menghujam jauh ke dalam setiap inti sel otak kita, menguasai daya nalar kita, pelan tapi pasti mengubah hati kita, membentuk perasaan kita, dan menguasai serta melahirkan kehendak ... kita

dan mengubah kita menjadi kata-kata.
Entah kapan persisnya, tiba-tiba saja semua berubah menjadi kata-kata.

Mulut kita mencerocoskan kata-kata yang entah dari mana datangnya, 
pikiran kita menambahkan makna seperlunya,
hati kita menguatkan dengan nuansa-nuansa
tangan kita menembakkan dan memberondongkan kata-kata dengan begitu rajinnya.

Kita memetik kata-kata yang berseliweran di udara, memberinya isi dan mengemasnya dengan sejuta nuansa, kemudian melontarkannya kembali ke udara

kata-kata itu menjadi sedemikiann indah, kuat dan perkasa, sekaligus sedemikian garang, mengancam, dan berbahaya
merajalela dan sangat berkuasa.

Manusia telah menjadi hamba kata-kata, memperkuat dan siap menyukseskan misinya, tanpa pernah tahu terlahir dari mulut siapa, atas kehendak siapa, demi tujuan apa.

Tuhan menggunakan kata-kata untuk menjadikan manusia ada
Manusia menggunakan kata-kata untuk saling meniada.




diambil dari buku Balada Ban Luar: Kumpulan Puisi Mei 2019 halaman 60

Pembacaan puisi ini bisa dinikmati dalam video berikut:

Batas Akhir

oleh Lusia Yuli Hastiti

Batas Akhir oleh Lusia Yuli Hastiti
Photo by Lusia




pasti sulit menerima sebuah
kenyataan yang lebih sering
bukan keinginan kita sendiri.

kondisi demikian
seperti berada
di daerah perbatasan;
antara merelakan atau
terbelenggu dalam penyesalan;
antara melepaskan atau
menggenggam kembali
erat jabat tangan.

aku ingin sekali menggambarmu
sebagai perempuan tak bermuka,
atau lelaki yang tak berkelamin;
sebab aku hanya bisa
menemukanmu dalam bentuk bayang.
jika aku ingin menyebutmu,
aku ingin menyebutmu
dengan sembarang nama;
atau memanggilmu dengan
sembarang bahasa.

Girimulyo, 16 Juni 2018

A Poem A Day
Puisi diambil dari Kumpulan Puisi Juli 2019
#Hujan dan Sepotong Kenangan#halaman 53

Senin, 15 Juni 2020

Gadis Pemanggul Mawar


Puisi Pujarsono
Gadis Pemanggul Mawar, Puisi Pujarsono
Photo by Irina Iriser from Pexels



: Untuk Farida Ari Kusuma

Wahai gadis pemanggul mawar
Lepaskan segala kesal
Tinggalkan semua sesal
Berjalanlah lurus ke depan
Tuluskan berkarya tanpa beban

Wahai gadis pemanggul mawar
Biarkan kuncup mawar merekah
Menebar wangi memberi berkah
Janganlah engkau menuntut balas
Bungkuslah amalmu dengan ikhlas

Wahai gadis pemanggul mawar
Janganlah engkau mengeluh
Pada suatu yang belum kau rengkuh
Bagai petani yang menanam benih
Saat panen citamu pasti kauraih

Wahai gadis pemanggul mawar
Hari ini kaubawa mawar biru
Walau tengah malam meninggalkanmu
Majulah dan melangkahlah terus
Jangan sampai asa pupus

Wahai gadis pemanggul mawar
Doaku selalu kupanjatkan untukmu
Semoga engkau segera bertemu imammu
Bersanding dengan yang engkau rindukan
Dalam misteri rindu yang tertahan

Kulonprogo, 14 Oktober 2019

dari buku berjudul Pulang ke Rahim Ibu: Kumpulan Puisi KGM #28 halaman 54-55

Pembacaan puisi ini bisa dinikmati di video berikut:

Di Hati-Mu yang Kudus, Tuhan

Di Hati-Mu yang Kudus, Tuhan: Puisi Lodevika Endang Sulastri
Ilustrasi oleh Teresa Gowinda Artati


Di Hati-Mu yang kudus,
Aku mengenal arti kasih
Kasih sesungguhnya bukan pura-pura
Kasih yang mengampuni, memberi ruang
Kasih yang adalah pisungsung diri
Kasih penuh pengorbanan.

Di Hati-Mu yang terluka, Yesus
Aku menemukan tempat perlindungan
Jua kulihat darah suci-Mu
Terbagi untuk kami semua
Dan daging-Mu yang Kudus
Mengenyangkan jiwa-jiwa kami
Yang lapar dan lara

Di Hati-Mu yang bolong,
Ada silih yang dipersembahkan
Ada pengorbanan suci di altar-altar umat
Ada jiwa-jiwa mendamba
Kasih yang mengalir dari darah dan air

Di examen consientia,
aku menemukan-Mu, Tuhan
Bahwa aku hanyalah sebutir debu
Yang bukan siapa-siapa
Tapi Kauangkat jiwa ini
Jadi putra dan saudara-saudari-Mu

Di Hati-Mu yang mendamba
Umat kembali pada Bapa
Dalam persatuan cinta

Di Hati-Mu yang terluka
Aku belajar mengeja
Arti ketulusan dan damai
Pengorbanan dan persembahan diri

Di Hati-Mu yang kudus
Aku bersandar untuk belajar terus
Melangkahkan kaki meneruskan
Peziarahan yang harus diselesaikan

Di Hati-Mu yang kudus
Pintu perjanjian surga
Menjadi penawar dahaga
Kala gelap gulita dan gersang
Jiwa mohonkan air kehidupan.

Di Hati-Mu yang suci

Palembang hari ke-6 noven HKY


Puisi ini dimuat di buku Memandang Dia yang Tertikam: Puisi Butiran Kontemplasi halaman 13

Minggu, 14 Juni 2020

Lilin itu masih menyala

Lilin itu masih menyala, Puisi Lodevika Endang Sulastri
Photo by Dhivakaran S from Pexels



Lilin itu masih menyala,
Tatkala aku tersungkur
Dan lututku merasakan pedihnya
Benturan dengan kerasnya lantai keramik.

Lilin itu masih menyala,
Menjadi saksi satu-satunya
Kala tangan tak kuasa
Menjemput seberkas cahaya

Lilin itu masih menyala,
Dan membisu tak terkata
Saat kaki tak mampu menopang
Badan tergoyah dan nyaris tercampak

Lilin itu masih menyala
Bahkan pandang mataku melewati
Sesaat peristiwa yang mengguncang

Lilin itu masih menyala



Hanya Cinta

Puisi Muji Rahayu
Hanya Cinta, Puisi Muji Rahayu
Photo by Pixabay from Pexels



Hari ini kau kembali
Menegurku
Membelengguku dengan rindu
Jadilah angin yang menerbangkan sepiku
Jadilah matahari yang menghangatkan dinginku
Jadilah rembulan yang menerangi gelapku
Jadilah apa pun yang mewarnai mimpiku

Kutuliskan kegelisahanku dalam sajak 
Ketika engkau mulai melupakanku ...

Dulu aku bertanya, apa itu bahagia?
Jawabannya ada di cinta
Dia tahu segalanya
Segala yang tak pernah kita duga

Aku akan terus melukiskan rasa sakit ini dalam rima
Sebab, cinta sudah tak mampu lagi menanggung kesedihannya sendiri

Cinta ... ya ... cinta
Jangan pernah melupakanku
agar cinta tak sia-sia ...
Jangan pernah lupa untuk mengingatku
agar cinta selalu ada dalam hidupmu

Katanya ... suatu ketika
Hanya itu yang aku mampu mengingatnya



dari buku berjudul Pulang ke Rahim Ibu: Kumpulan Puisi KGM #28 halaman 50

Pembacaan puisi ini bisa dinikmati di video berikut: