Jumat, 18 Agustus 2017

Tantangan Abad 21 v.s. Kurikulum

Baca sebelumnya!

Peserta didik itu hidupnya berbeda dengan zaman kita. Kehidupan abad 21 begitu globalnya. Begitu tanpa batasnya. Di seluruh dunia, bisa ditemukan berbagai produk yang ada di sekitar kita. Artinya apa? Hampir tidak ada batasan-batasan penting dalam pertukaran bisnis yang ada di dunia ini. Uber. Grab. Giant. Hypermart.

Jadi anak-anak kita hidup di zaman yang tanpa batas. Maka, tuntutan mereka di abad 21 juga banyak. Mereka dituntut untuk literasi secara informasi. Informasi yang boleh saya terima itu yang mana? Yang tidak hoax itu yang mana? Bagaimana caranya saya tahu mengonfirmasi informasi. Itu namanya information literate.

Bagaimana anak itu berinovasi. Lah kalau di kelas anak tidak pernah diajak untuk mikir bagaimana bisa berinovasi? Otaknya tidak punya perangkat cukup untuk berinovasi.

Creativity, problem solving, communication, critical thinking, ini semua wajib dimiliki ada dalam diri anak. Kenapa? Karena dunia kerja begitu bebasnya. Dunia kerja sudah tidak nanya lagi, Anda lulusan Gajah Mada, ya? Enggak! Melainkan, Anda terampil atau tidak? Anda bisa mikir atau tidak? Enggak ditanya, Anda S1 atau S2. Kalau tidak bisa tidak akan memungkinkan bagi dia untuk berpartisipasi di dunia global.

Critical thinking, mampu berpikir kritis. Tadi ketika kita membuka sesi ini, dengan mengajukan pertanyaan, Anda kerasa tidak kalau Anda sedang diajak untuk berpikir? Ternyata mengajak berpikir kita butuh belajar. Dan membisakan anak berpikir kita juga butuh belajar. Bagaimana menciptakan pertanyaan-pertanyaan, critical questions, pertanyaan-pertanyaan kritis yang membuat anak mikir?

Berarti keterampilan yang dimiliki anak abad 21 ini enggak bakal jadi kalau tidak dimiliki ada dalam gurunya. Dan kalau kita merasa bahwa kita guru abad 20, berarti kita harus lari kencang untuk mencari apa yang saya perlukan agar anak-anak saya bisa memiliki keterampilan abad 21 ini. (Hidup di zaman mereka lah!)

Sedangkan, saat ini, anak-anak kita diganggu oleh ini: UJIAN NASIONAL, kurikulum, text books, teaching quality, lesson plan, English lesson. Lah kita sebagai guru jangan menyerah! Karena apa? Ujian national itu batesnya cuma latihan soal, kok. Dan rata-rata sekarang sudah dibimbelkan. Lah masak guru cuman menyerah jadi bimbel saja.

Maka, kurikulum, the best curriculum is the teacher. TITIK. Sudah gitu aja. Karena kita sampai saat ini masih gojak-gajek perkara kurikulum. Kurikulum 2006 yang sudah jelas akan diganti dengan sesuatu yang tidak jelas. Sebetulnya kurikulum 2006 ini kita kan sudah mulai mengerti sekarang. Ketika Pak Menteri akan mengganti dengan Kurikulum 2013, sebenarnya guru itu sudah mulai nyaman dengan Kurikulum 2006, Sebelumnya itu belum nyaman. Masih mencari. Begitu nyaman kok kurikulumnya diganti. Dan penggantiannya juga makin enggak jelas.

Kemudian, text books. Lah kalau kurikulumnya tidak jelas, text books-nya otomatis juga kacau. Oleh sebab itu perlu dipikirkan, bahwa text book itu berupa guide lines. Text books bukan segala-galanya. Mengajar itu menghabiskan materi atau mencapai tujuan?
"Mencapai tujuan."
Nah sekarang praktiknya?
"Menghabiskan materi."
Sehingga kadang-kadang materinya kebanyakan, tujuan enggak tercapai. Atau tujuan sudah tercapai, materinya belum dipakai. Dan merasa kalau materi belum habis kayak belum selesai. Karena apa? Karena tidak menyadari tujuan. Kenapa tidak menyadari tujuan? Karena tidak mempelajari apa yang diminta oleh kurikulum. Sebetulnya di kurikulum itu mintanya itu jelas. Ketika dirinci, menjadi membingungkan. Karena guru sebenarnya memiliki kemampuan, kalau tujuannya ini, saya akan mencapainya lewat ini. Banyak guru yang mempunyai keterampilan yang diasah sendiri yang mudah tahu bahwa kalau tujuannya ini saya akan mencapai lewat ini, lewat ini, lewat ini, Tetapi kemudian diatur dengan berbagai administrasi. Akhirnya gurunya bingung, anaknya apalagi.

Teachers quality
Kualitas guru kita relatif masih jauh. Bahkan dari UKG yang nggak jelas itu, rata-rata guru kita nilainya masih di bawah 5. Dan kalau pemahaman kognitif saja--yang diujikan UKG itu kan masih pemahaman lo--masih rendah, praktiknya apa bisa lebih baik, ya? Karena pemahaman ini diharapkan sebagai landasan. Memang tidak ada yang mutlak benar dalam penilaian karena UKG juga tesnya belum bisa dinyatakan valid.

Baca selanjutnya


Laporan acara:

  1. Lokakarya Penulisan Artikel Pendidikan dengan tema: Pendidik Masa Depan
  2. Tuliskan Satu Kata tentang Diri Anda!
  3. Pertanyaan Awal Fasilitator
  4. Mengajukan Pertanyaan yang Menghasilkan Pesan
  5. Fakta atau Opini
  6. Apa Keinginan dan Kebutuhan Peserta Didik Kita?
  7. Siapa yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan lingkungan belajar?
  8. Sebagai Pendidik, saya ...
  9. Standar Kompetensi Guru
  10. Tantangan Abad 21 v.s. Kurikulum
  11. PISA dan Dilema Kebijakan Sekolah di Indonesia
  12. Mengubah mindset: refleksi terus-menerus sudahkah kita menjadi model pembelajaran?
  13. Ajari Anak Didik untuk Bertanya
  14. Galeri Foto

0 komentar:

Posting Komentar