Proyek Penulisan dan Penerbitan Puisi Anak

Yuk nulis puisi untuk anak-anak kita.

Proyek Penulisan dan Penerbitan Cerpen

Terbitkan cerpen Anda jadi buku ber-ISBN

Proyek Penerbitan Cerpen Anak

Anak-anak pun perlu bacaan yang baik. Yuk nulis dan nerbitkan cerita pendek untuk anak.

Karyatunggalkan Puisimu!

Yuk terbitkan puisinya dalam buku karya tunggal

Terbitkan 5 Puisi

Punya 5 puisi? Yuk terbitin bareng-bareng jadi buku ber-ISBN.

Penerbitan 500 Puisi Akrostik

Terbitkan puisi akrostikmu jadi buku 500 AKROSTIK ber-ISBN.

Proyek Penerbitan Kisah Pengalaman Inspiratif Pendek Guru

Tuliskan pengalaman inspiratif Anda sebagai guru dan terbitkan jadi buku ber-ISBN.

Proyek Penerbitan Kisah Pengalaman LUCU Guru

Tuliskan pengalaman LUCU Anda sebagai guru dan terbitkan jadi buku ber-ISBN.

Proyek Penerbitan Best Practices

Terbitkan best practices Anda jadi buku ber-ISBN.

Proyek Penerbitan Best Practices

Terbitkan artikel pendidikan Anda jadi buku ber-ISBN.

Penerbitan 5000 Pantun Pendidikan

Terbitkan pantun pendidikan dalam 5000 PANTUN PENDIDIKAN

Rabu, 30 Agustus 2017

Narrative Devices or Motifs, ways of telling a story

by Alfredo Santos
RtR Writers Workshop, Yogyakarta, 18--21 August 2017

1. One Day (or Night) in the Life of ...
Stories about everyday life, including school and family life. Or "slice of life".

2. Travelogue or Journey
The character journeys from one space to another, often with an urgent goal/objective

3. Dream Motif
The character falls asleep and dreams or transitions into a dream-like experience

4. Allegorical Device
A symbolic story that offers a deeper message to the reader.

5. Natural Cycle
Stories around recurring natural events such as changing of seasons, the water cycle, butterfly and flowers, day and night, etc.

6. Metamorphosis
An animal or an object develops or grows into its full form (tadpole-frog, caterpillar-butterfly, seed-plant, etc.)

7. Problem-Solving
A character encounters a problem and finds/discovers ways to overcome the problem, usually combined with humor. This can often include increasingly difficult obstacles getting in the character's way.

8. Trick Device
A trick is used to defeat a competitor or an enemy, win a race, or to resolve a conflict or problem. Examples are Kancil stories.

9. Cause and Effect (Action-Reaction)
An action or event triggers a series of actions or events
An action triggers a corresponding reaction

10. Numerical Sequences or Patters
Classification of colors, bodies of water, shapes, plants, etc.
Seasons, days of week, months, hours, etc.
Steps or procedures for cooking, playing a game, swimming, making a kite, etc.


Jumat, 18 Agustus 2017

Mengubah mindset: refleksi terus-menerus sudahkah kita menjadi model pembelajaran

Baca sebelumnya!

Apa yang harus kita lakukan sekarang?
Pertama, menemukan formulasi yang tepat untuk mendidik anak-anak zaman sekarang. Yes. Siapa yang menemukan? Ya kita, para guru, jangan menunggu dikasih SK. Cari sendiri. Baca. Kenapa literasi kita rendah? Karena gurunya sendiri nggak baca kok, cuma nyuruh muridnya yang baca.

Yang kedua dan yang utama adalah semangat belajar, mau menjadi pembelajar. Karena ketika Anda sudah tidak mau belajar sebetulnya Anda sudah tidak layak mengajar. Ketika Anda sudah tidak mau membaca, Anda tidak patut mengajar, karena melakukan kebohongan-kebohongan, iya to?

Yang ketiga, menjadi kunci, adalah perubahan mindset, dari sekadar mengajar menuju melakukan eksplorasi dalam proses pembelajaran. Belajar bertanyalah! Belajar bertanya yang tepat. Belajar bertanya yang efisien.

Yang keempat, tumbuhkanlah suasana belajar di sekolah. Dengan cara apa? Dengan cara, kalau ngobrol, ngorolnya yang mutu. Jangan hanya ngobrolin sertifikasi melulu (bagi yang negeri), atau gaji (bagi yang swasta). Tumbuhkan pbrolan yang profesional, atau professional talk. Obrolan-obrolan yang perlu yang menyangkut apa yang perlu di sekolah. Jadi Anda memiliki figur mendidik.Pilihlah teman guru yang tidak berlawanan dengan Anda. Pilih teman ngobrol yang sepaham dengan Anda, yang punya visi yang sama. Sesudah itu ajaklah teman ngobrol yang agak-agaknya agak beda jauh. Diajak ngobrol bersama, bertiga, lalu berempat. Ngobrol apa yang perlu untuk kemajuan sekolah. Semakin lama semakin melibatkan banyak orang. Lalu kalau sudah cukup banyak, izin kepala sekolah untuk ngobrol melibatkan semakin banyak guru dis ekolah. Ngobrol mengenai, misalnya, bagaimana membantu anak-anak yang bermasalah di kelas-kelas tertentu.

Tidak usah terlalu lama, setengah jam sudah cukup.Direncanakan! Karena kalau tidak direncanakan, tidak akan jalan. Dan yang terpenting, itu dilakukan secara sukarela. Karena kalau tidak sukarela, lagi-lagi, Anda hanya memenuhi permintaan orang lain.

Apalagi kalau pimpinannya yang memulai, lebih keren lagi. Kan kalau Anda pimpinan, Anda akan tahu, dari guru-guru yang Anda pimpin, ada yang mendekati ideal, ada yang agak mendekati, ada yang agak ke tengah, ada yang jauh. La ini yang jauh ini pelan-pelan. Yang deket ini yang diajak dahulu.

Yang paling penting, sadari keterampilan yang perlu dikembangkan di abad 21, yaitu 4C: critical thinking, communication, collaboration, dan creativity. Keempat keterampilan ini Anda sebagai guru harus kembangkan. Di kelas Anda harus menjadi model untuk keempat keterampilan ini. Karena anak-anak hidupnya perlu itu. Itu kunci utama.

Kadang kita, sebagai guru, sering memandang sebelah mata anak-anak yang pandai berkomunikasi, "Oh dia itu kalau ngomong bagus, tetapi nilainya ...". nilainya yang ditekankan. Padahal nilai itu belum tentu merupakan representasi keterampilan.

Itu Bapak Ibu sekalian yang harus kita lakukan terus-menerus. Mari kita terus melakukan refleksi: Sudahkah kita mengembangkan kemampuan yang harus dimiliki siswa untuk hidup pada zamannya nanti. Ini harus dijadikan refleksi utamanya. Saya ini mengajar untuk memenuhi kewajiban atau menyiapkan anak-anak untuk hidup lewat pelajaran saya. Jangan-jangan kita kayaknya sudah iya tetapi saat mengajar ternyata bukan.

Sebetulnya ini mindset yang harus diubah, mindset untuk terus bertanya pada diri kita sendiri. Senantiasa belajar dan melakukan refleksi atas tingkah laku, tindak tutur dan tindakan sebagai pendidik dan pemimpin pembelajaran di sekolah dan masyarakat.

Terus saja reflect. Orang itu kalau mawas diri, mau melakukan yang aneh-aneh itu, enggan. Karena terus melihat dirinya, "O iya, ya, saya itu pemimpin pembelajaran." Itu akan membantu kita.

Semoga kesempatan belajar ini bisa memacu kita untuk terus melakukan revitalisasi terhadap diri kita sebagai seorang pendidik.

Laporan acara:
  1. Lokakarya Penulisan Artikel Pendidikan dengan tema: Pendidik Masa Depan
  2. Tuliskan Satu Kata tentang Diri Anda!
  3. Pertanyaan Awal Fasilitator
  4. Mengajukan Pertanyaan yang Menghasilkan Pesan
  5. Fakta atau Opini
  6. Apa Keinginan dan Kebutuhan Peserta Didik Kita?
  7. Siapa yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan lingkungan belajar?
  8. Sebagai Pendidik, saya ...
  9. Standar Kompetensi Guru
  10. Tantangan Abad 21 v.s. Kurikulum
  11. PISA dan Dilema Kebijakan Sekolah di Indonesia
  12. Mengubah mindset: refleksi terus-menerus sudahkah kita menjadi model pembelajaran?
  13. Ajari Anak Didik untuk Bertanya
  14. Galeri Foto

PISA dan dilema kebijakan sekolah di Indonesia

baca sebelumnya

Dalam kemampuan literasi, kemampuan sains, dan matematika, dibandingkan dengan anak-anak lain di seluruh dunia, anak-anak kita di peringkat bawah. Data PISA (The Programme for International Students Assessment) tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 69 dari 76 negara. Sesama negara Asia, Malaysia peringkat 52, Thailand 47, Vietnam 12, Korea Selatan 3 dan Singapura menduduki peringkat pertama.

Ini semua laporan yang terbuka yang bisa dibaca oleh semua orang dari seluruh dunia. Sehingga orang yang membaca mengerti bahwa kapasitas anak Indonesia hanya segitu. Jadi kalau kemudian sekarang orang lain pingin dateng ke Indonesia untuk bekerja, hal itu wajar. Karena mereka tahu kemungkinannya tinggi. Kenapa? Karena pekerjaan-pekerjaan di abad 21 mungkin tidak bisa dipenuhi oleh anak-anak Indonesia.

Ini adalah efeknya kita, lo. Efeknya setiap individu guru. Karena kalau setiap individu guru mau dan mampu menyadari perannya, maka kebutuhan administrasi tidak dijadikan prioritas yang paling tinggi, melainkan itu prioritas berikutnya. Walaupun itu, ya, kerjakan saja sesuai adat istiadat, lah. Itu kan cuman sajen-sajen buat para birokrat itu. Buatlah sajen-sajen itu sesuai kemauan mereka, tetapi buatlah kelas kita sesuai kebutuhan anak. Karena anak kita sudah diketahui oleh dunia.

PISA 2015 memang menunjukkan kenaikan dibandingkan sebelumnya. Tetapi hanya sedikit. Kita masih di peringkat bawah. Apakah itu valid? Belum tentu. Tetapi paling tidak gunakan itu untuk berkaca. Tidak ada yang mutlak di atas bumi ini. Karena ini dibandingkan dengan banyak negara, mari kita gunakan ini sebagai patokan. Korea Selatan, ketika mendapatkan hasil PISA ini, semua sekolah, semua kampus, terus mendengungkan PISA ini. Bahkan di televisi di radio itu disiarkan. Menjadi penting. Dan oleh sebab itu menjadi penting bagi seluruh komponen bangsanya untuk memperbaiki. Dan Korea selalu berada di 5 besar. Karena Korea menyikapi hasil ini dengan serius, walaupun mereka tahu ini bukan hasil mutlak.

Nah sekarang ada Masyarakat Ekonomi Asean, di dalamnya ada Singapura dan Vietnam, ada Malaysia, ada Thailand yang hasilnya jauh di atas kita. Ayuk kita mikir yuk! Yang lebih kenceng lagi, agar nantinya anak-anak kita mampu berpartisipasi dan tidak tergeser posisinya oleh anak-anak dari negara lain.

Apakah itu mungkin? Sangat sangat sangat mungkin sekali.

Dikatakan oleh seorang ahli dari Harvard University bahwa Indonesia membutuhkan waktu sekitar 317 tahun untuk mencapai posisinya seperti Singapura. Untuk kota besar di Indonesia, menurut Balitbang Kementerian, dibutuhkan waktu sekitar 30--50 tahun baru bisa menyamai Singapura. Itu kalau kitanya berkembang. Kalau gini-gini aja ya mungkin memang perlu waktu 317 tahun.

You see my point here? Saya berbagi kegalauan ini supaya para pelaku ikut galau dan memperbaiki. Dan jangan mencari excuse karena pemerintah begini-begini. Itu memang sudah adat-istiadatnya. Wis ben. Makan situ. Tetapi marilah kita di kelas sebagai pemimpin kelas dalam pembelajaran mencari alternatif-alternatif untuk mengembangkan yang lebih baik.

Bisa dilakukan tidak? Sangat bisa sekali. Karena yang nggak bisa itu cuman kemauan.

Nah kalau kita melihat ASEAN. ASEAN itu populasinya 600 juta dan Indonesia 250 juta. Sisanya ada di 9 negara. Sembilan negara itu termasuk negara maju, yaitu Singapura. Kemudian diikuti Malaysia, Brunei. Dan berikutnya ada Filipina. Dan sekarang Vietnam sangat-sangat gencar. Kenapa Vietnam begitu cepat naik di level 12? Karena mereka sangat concern terhadap sekolah. Salah satu contoh, karena saya berlatang belakang bahasa Inggris, saya diminta beberapa kali untuk datang ke sana, membantu membuat kebijakan, apakah bahasa Inggris diajarkan di SD atau tidak? Dan itu secara serius dibahas sampai akhirnya diputuskan diajarkan sejak kelas 3. Dan itu dilakukan secara serius mempertimbangkan Masyarakat Ekonomi ASEAN ini. Kenapa? Karena bahasa utama Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah bahasa Inggris. Walaupun kita dominan secara populasi, tetapi kita tidak memiliki kewenangan untuk mengganti bahasa utama ASEAN.

Bahkan sekarang Kamboja sangat gencar belajar bahasa Indonesia. Thailand sangat gencar belajar bahasa Indonesia. Alasannya satu: so they can work in Indonesia. That's it! Segampang itu. Jadi orang asing itu bukan rambut pirang mata hijau. Malah rambut pirang mata hijau itu kita. Pakai softlense. Orang asing itu sama dengan kita. Wajahnya Asia. Sama dengan kita. Kalau bicara baru ketahuan logatnya. Dan kebijakan ASEAN Economic Community demands all members to equip young people with English to participate in the dynamic market. Because the working language is English.

Yang terjadi di negara kita malahan bahasa Inggris di SMA dan SMK dikurangi, bahasa Inggris di SD dihapus. Jadi kita berjalan melawan arus. Sedangkan 10 negara ASEAN lainnya: Malaysia, Singapura, Brunei dan Filipina telah menjadi bahasa Inggris sebagai bahasa ibu di masyarakat. Sedangkan Vietnam, Laos, Kamboja,  Myanmar telah mengajarkan bahasa Inggris sejak SD dan di tingkat SMP dan SMA tidak kurang dari 6 jam dalam seminggu. La kita di SMP 4 jam tetapi di SMA 2 jam.

Terus sekarang ribut karena tenaga asing masuk Indonesia. Ya iya lah! Wong tenaga kita nggak bisa kok! Tenaga kita tidak bisa dipakai karena kebijakan sekolah tidak menunjang anak-anak untuk sekolah dan bisa dipakai.

Dunia kerja
Sebagian jenis pekerjaan hari akan hilang di masa depan. Banyak pekerjaan mekanis yang sudah diganti mesin. Sekarang jalan tol karena sudah ada kartu tinggal nempelin, tidak perlu ada orang. Dengan ditemukannya barcode, segala macem sudah bisa di-barcode-kan, karena barcode tidak bisa ditipu, seperti sidik jari manusia. Karena memang awal perkembangan barcode itu dari sidik jari, dari abad 18.

Nah, 35% keterampilan dasar akan berubah di tahun 2020. Dua milyar pekerjaan akan hilang karena terancam otomatisasi. Migrasi tenaga ahli terampil antar-ASEAN akan naik dari 6,8 juta menjadi 14 juta di tahun 2025, yang legal.

La ini kalau kita nggak membekali anak-anak kita ikut salah. Karena kontribusi kita itu tinggi terhadap keberhasilan ini. Makanya sekarang sisihkan kebijakan. Apa-apa yang berbau kebijakan itu, bikin sajen saja pokoknya. Lakukan sesuai adat saja. Namun, mari kita sama-sama membuat anak di kelas kita, mari fokus di kelas kita.

Melihat mobilitas tenaga kerja antar-ASEAN. Kalau dari Indonesia ke Malaysia yang 16% itu sebenarnya jadi apa to? Sedangkan tenaga asing yang bekerja di Indonesia?

Saya menunjukkan ini supaya kita tahu bahwa kita ini adalah pemimpin yang menentukan apakah anak-anak kita akan mampu bersaing di negara kita sendiri atau tidak? Jadi jangan hanya kaget, "Lo kok gitu?" Karena yang membuat mereka seperti itu ya kita paa guru, kok! Jadi mari kita mulai melakukan sesuatu.

Kita-kira kalau dokter lulusan kita dikirim ke Singapura, bisa dipakai atau tidak? Belum tentu. Tetapi kalau dokter Singapura laku di mana-mana. Di Philipina, mereka serius menyiapkan perawat. Sedangkan di Indonesia, tidak banyak yang serius menyiapkan perawat. Hanya beberapa saja, misalnya UPH.

Hotel-hotel internasional, kalau sudah tidak bisa mencari tenaga lulusan Indonesia yang bisa kerja, mereka akan mencari dari luar. Tahun 2015 Garuda mencari 6000 tenaga perhotelan dalam negeri, hanya mendapatkan 400. Akhirnya nyari ke Malaysia dan Singapura.

Saat ini posisi tenaga kerja kita pada posisi tenaga kerja dasar. Malaysia didominasi level menengah. Negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) rata-rata didominasi tenaga kerja level tinggi dan menengah.

Ini perlu saya sodorkan kepada para pendidik di Indonesia, supaya tahu anak-anak kita nanti posisinya akan di mana.

baca sesudahnya


Laporan acara:
  1. Lokakarya Penulisan Artikel Pendidikan dengan tema: Pendidik Masa Depan
  2. Tuliskan Satu Kata tentang Diri Anda!
  3. Pertanyaan Awal Fasilitator
  4. Mengajukan Pertanyaan yang Menghasilkan Pesan
  5. Fakta atau Opini
  6. Apa Keinginan dan Kebutuhan Peserta Didik Kita?
  7. Siapa yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan lingkungan belajar?
  8. Sebagai Pendidik, saya ...
  9. Standar Kompetensi Guru
  10. Tantangan Abad 21 v.s. Kurikulum
  11. PISA dan Dilema Kebijakan Sekolah di Indonesia
  12. Mengubah mindset: refleksi terus-menerus sudahkah kita menjadi model pembelajaran?
  13. Ajari Anak Didik untuk Bertanya
  14. Galeri Foto

Tantangan Abad 21 v.s. Kurikulum

Baca sebelumnya!

Peserta didik itu hidupnya berbeda dengan zaman kita. Kehidupan abad 21 begitu globalnya. Begitu tanpa batasnya. Di seluruh dunia, bisa ditemukan berbagai produk yang ada di sekitar kita. Artinya apa? Hampir tidak ada batasan-batasan penting dalam pertukaran bisnis yang ada di dunia ini. Uber. Grab. Giant. Hypermart.

Jadi anak-anak kita hidup di zaman yang tanpa batas. Maka, tuntutan mereka di abad 21 juga banyak. Mereka dituntut untuk literasi secara informasi. Informasi yang boleh saya terima itu yang mana? Yang tidak hoax itu yang mana? Bagaimana caranya saya tahu mengonfirmasi informasi. Itu namanya information literate.

Bagaimana anak itu berinovasi. Lah kalau di kelas anak tidak pernah diajak untuk mikir bagaimana bisa berinovasi? Otaknya tidak punya perangkat cukup untuk berinovasi.

Creativity, problem solving, communication, critical thinking, ini semua wajib dimiliki ada dalam diri anak. Kenapa? Karena dunia kerja begitu bebasnya. Dunia kerja sudah tidak nanya lagi, Anda lulusan Gajah Mada, ya? Enggak! Melainkan, Anda terampil atau tidak? Anda bisa mikir atau tidak? Enggak ditanya, Anda S1 atau S2. Kalau tidak bisa tidak akan memungkinkan bagi dia untuk berpartisipasi di dunia global.

Critical thinking, mampu berpikir kritis. Tadi ketika kita membuka sesi ini, dengan mengajukan pertanyaan, Anda kerasa tidak kalau Anda sedang diajak untuk berpikir? Ternyata mengajak berpikir kita butuh belajar. Dan membisakan anak berpikir kita juga butuh belajar. Bagaimana menciptakan pertanyaan-pertanyaan, critical questions, pertanyaan-pertanyaan kritis yang membuat anak mikir?

Berarti keterampilan yang dimiliki anak abad 21 ini enggak bakal jadi kalau tidak dimiliki ada dalam gurunya. Dan kalau kita merasa bahwa kita guru abad 20, berarti kita harus lari kencang untuk mencari apa yang saya perlukan agar anak-anak saya bisa memiliki keterampilan abad 21 ini. (Hidup di zaman mereka lah!)

Sedangkan, saat ini, anak-anak kita diganggu oleh ini: UJIAN NASIONAL, kurikulum, text books, teaching quality, lesson plan, English lesson. Lah kita sebagai guru jangan menyerah! Karena apa? Ujian national itu batesnya cuma latihan soal, kok. Dan rata-rata sekarang sudah dibimbelkan. Lah masak guru cuman menyerah jadi bimbel saja.

Maka, kurikulum, the best curriculum is the teacher. TITIK. Sudah gitu aja. Karena kita sampai saat ini masih gojak-gajek perkara kurikulum. Kurikulum 2006 yang sudah jelas akan diganti dengan sesuatu yang tidak jelas. Sebetulnya kurikulum 2006 ini kita kan sudah mulai mengerti sekarang. Ketika Pak Menteri akan mengganti dengan Kurikulum 2013, sebenarnya guru itu sudah mulai nyaman dengan Kurikulum 2006, Sebelumnya itu belum nyaman. Masih mencari. Begitu nyaman kok kurikulumnya diganti. Dan penggantiannya juga makin enggak jelas.

Kemudian, text books. Lah kalau kurikulumnya tidak jelas, text books-nya otomatis juga kacau. Oleh sebab itu perlu dipikirkan, bahwa text book itu berupa guide lines. Text books bukan segala-galanya. Mengajar itu menghabiskan materi atau mencapai tujuan?
"Mencapai tujuan."
Nah sekarang praktiknya?
"Menghabiskan materi."
Sehingga kadang-kadang materinya kebanyakan, tujuan enggak tercapai. Atau tujuan sudah tercapai, materinya belum dipakai. Dan merasa kalau materi belum habis kayak belum selesai. Karena apa? Karena tidak menyadari tujuan. Kenapa tidak menyadari tujuan? Karena tidak mempelajari apa yang diminta oleh kurikulum. Sebetulnya di kurikulum itu mintanya itu jelas. Ketika dirinci, menjadi membingungkan. Karena guru sebenarnya memiliki kemampuan, kalau tujuannya ini, saya akan mencapainya lewat ini. Banyak guru yang mempunyai keterampilan yang diasah sendiri yang mudah tahu bahwa kalau tujuannya ini saya akan mencapai lewat ini, lewat ini, lewat ini, Tetapi kemudian diatur dengan berbagai administrasi. Akhirnya gurunya bingung, anaknya apalagi.

Teachers quality
Kualitas guru kita relatif masih jauh. Bahkan dari UKG yang nggak jelas itu, rata-rata guru kita nilainya masih di bawah 5. Dan kalau pemahaman kognitif saja--yang diujikan UKG itu kan masih pemahaman lo--masih rendah, praktiknya apa bisa lebih baik, ya? Karena pemahaman ini diharapkan sebagai landasan. Memang tidak ada yang mutlak benar dalam penilaian karena UKG juga tesnya belum bisa dinyatakan valid.

Baca selanjutnya


Laporan acara:
  1. Lokakarya Penulisan Artikel Pendidikan dengan tema: Pendidik Masa Depan
  2. Tuliskan Satu Kata tentang Diri Anda!
  3. Pertanyaan Awal Fasilitator
  4. Mengajukan Pertanyaan yang Menghasilkan Pesan
  5. Fakta atau Opini
  6. Apa Keinginan dan Kebutuhan Peserta Didik Kita?
  7. Siapa yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan lingkungan belajar?
  8. Sebagai Pendidik, saya ...
  9. Standar Kompetensi Guru
  10. Tantangan Abad 21 v.s. Kurikulum
  11. PISA dan Dilema Kebijakan Sekolah di Indonesia
  12. Mengubah mindset: refleksi terus-menerus sudahkah kita menjadi model pembelajaran?
  13. Ajari Anak Didik untuk Bertanya
  14. Galeri Foto

Rabu, 16 Agustus 2017

Haiku #2, haiku Ngedan: haiku haiki haiyo hapiye haembuh

Ehm ...

Proyek haiku #2 kita agak ngedan, yuk! Sebut saja ini proyek

haiku
haiki
haiyo
hapiye
haembuh


haiku = untuk haiku standar dalam bahasa Indonesia, puisi 3 baris dengan 5-7-5 suku kata, 5 suku kata baris pertama, 7 suku kata baris kedua, 5 suku kata baris ketiga
haiki = adalah haiku standar dalam bahasa Inggris
haiyo = untuk menyebut haiku standar dalam bahasa daerah
hapiye = pokoknya mirip haiku, puisi pendek 3 baris, namun tidak harus 5-7-5 suku kata
haembuh = pokoknya mirip haiku dalam bahasa daerah

Cara Pengiriman Naskah:
Dikirim via email terbitkanbuku@gmail.com

Ketentuan Pengiriman Naskah:
Sertakan:
1. Foto KTP penulis
2. Biodata Narasi (tentang penulis) maksimal 50 kata.
3. Foto diri close up (maksimal setengah badan)
4. Mengisi  DATA PENULIS dalam format yang disampaikan bersamaan dengan email balasan konfirmasi penerimaan naskah.

Syarat dan Biaya:
Sanggup membiayai penerbitan ini secara bersama-sama dan biaya tersebut dibayarkan sesudah menerima konfirmasi dari panitia bahwa naskah Anda layak diterbitkan. Biaya penerbitan ditentukan oleh jumlah haiku yang Anda kirimkan (atau halaman hasil layout) sebagai berikut.

Jumlah
Kontributor

Jumlah
Haiku

Maksimal
Halaman
Per
Kontributor

Maksimal
Halaman
Total
Buku

Biaya per
Kontributor

Jumlah
Contoh
Terbit

Lebih dari
5 kontributor

1-25

6 hal.

72 hal.

Rp 125,000

2 eks.

26-50

11 hal.

72 hal.

Rp 165,000

3 eks.

51-75

16 hal.

72 hal.

Rp 235,000

4 eks.

76-100

21 hal.

72 hal.

Rp 305,000

5 eks.

3 kontributor

51-75

16 hal.

48 hal.

Rp 275,000

4 eks.

2 kontributor

76-100

21 hal.

42 hal.

Rp 355,000

4 eks.

101-125

26 hal.

52 hal.

Rp 415,000

5 eks.

126-150

31 hal.

62 hal.

Rp 485,000

6 eks.

1 kontributor
(karya solo)

151-175

36 hal.

36 hal.

Rp 580,000

6 eks.

176-200

44 hal.

44 hal.

Rp 695,000

7 eks.

201-225

56 hal.

56 hal.

Rp 815,000

8 eks.

226-350

72 hal.

72 hal.

Rp 955,000

10 eks.

Biaya di atas masih ditambah ongkos kirim. Biaya ini bukanlah biaya pembelian buku melainkan biaya proses penerbitan yang mencakup: editinglayoutdesain coveradministrasi penerbitanpengurusan ISBN, dan pencetakan contoh terbit.

Kelengkapan:
  • Menyertakan foto KTP
  • Menyertakan foto diri
  • Menyertakan narasi biodata maksimal 100 kata.
  • Mengisi DATA PENULIS yang akan dikirimkan dalam email balasan.

Penting: 
  • Naskah Anda akan melewati proses penerbitan standar dan akan diterbitkan oleh Penerbit Anggota IKAPINaskah Anda akan benar-benar diedit (dari segi isi dan bahasa) oleh seorang editor.
  • Mohon tidak mengirimkan naskah jika Anda tidak menyepakati dengan segala ketentuan yang tertulis mengenai proyek ini.

Jumat, 11 Agustus 2017

Pantun Gokil: Proyek Pantun #3


Sesudah 2 buku kumpulan pantun berhasil diterbitkan oleh Komunitas Guru Menulis, yakni Pantun Pendidikan dan Guru Berpantun, yuk kita berlanjut ke proyek pantun #3. Kali ini kita akan bikin Pantun Gokil.

Pantun Gokil

Perhatikan:
1. Buat sampiran yang gokil, nakal, cerdas, menggoda
2. Kemudian tembak dengan isi yang mak jleb
3. Pastikan rimanya abab
4. Usahakan setiap baris maksimal 12 suku kata

Cara Pengiriman Naskah:
Ada dua cara untuk mengirim naskah:
1. diketikkan langsung pada komentar di postingan Facebook, ikuti tautan ini Pantun Gokil
2. dikirim via email terbitkanbuku@gmail.com 

Ketentuan Pengiriman Naskah:
Sertakan:
1. Biodata Narasi (tentang penulis) maksimal 100 kata
2. Foto diri close up (maksimal setengah badan) dikirim dalam forma JPG (tidak boleh ditempel di Word)
3. Foto KTP
4. Mengisi DATA PENULIS dalam Google Form yang linknya akan disampaikan sesudah Anda mengirimkan naskah.


Syarat dan Biaya
Sanggup membiayai penerbitan ini secara bersama-sama. Biaya dihitung bersadarkan jumlah pantun yang dikirim dan dibayarkan sesudah konfirmasi penerimaan naskah. Besarnya sebagai berikut:

Jumlah
Kontributor

Jumlah
Pantun

Maksimal
Halaman
Per
Kontributor

Maksimal
Halaman
Total
Buku

Biaya per
Kontributor

Jumlah
Contoh
Terbit

Lebih dari
5 kontributor

1-30

6 hal.

72 hal.

Rp 125,000

2 eks.

31-60

11 hal.

72 hal.

Rp 165,000

3 eks.

61-90

16 hal.

72 hal.

Rp 235,000

4 eks.

91-120

21 hal.

72 hal.

Rp 305,000

5 eks.

3 kontributor

61-90

16 hal.

48 hal.

Rp 275,000

4 eks.

2 kontributor

91-120

21 hal.

42 hal.

Rp 355,000

4 eks.

121-150

26 hal.

52 hal.

Rp 415,000

5 eks.

151-180

31 hal.

62 hal.

Rp 485,000

6 eks.

1 kontributor
(karya solo)

181-210

36 hal.

36 hal.

Rp 580,000

6 eks.

211-240

44 hal.

44 hal.

Rp 695,000

7 eks.

241-300

56 hal.

56 hal.

Rp 815,000

8 eks.

301-419

72 hal.

72 hal.

Rp 955,000

10 eks.

ketentuan ini berlaku per 1 Februari 2021 dan sewaktu-waktu bisa berubah tanpa pemberitahuan, 

Catatan:
  1. Biaya di atas masih ditambah ongkos kirim. Biaya ini bukanlah biaya pembelian buku melainkan biaya proses penerbitan yang mencakup: editinglayoutdesain coveradministrasi penerbitanpengurusan ISBN, dan pencetakan contoh terbit.
  2. Jika jumlah halaman jadi melebihi batas maksimal maka akan masuk ke perhitungan berikutnya. Misalnya penulis mengirimkan 5 puisi (dengan mengandaikan biaya kontribusi Rp125.000 dan mendapatkan 2 eks buku); namun setelah diedit dan di-layout ternyata jadi 7 halaman (melebihi batas maksimal 6 halaman untuk 5 puisi), maka perhitungannya masuk ke kelompok berikutnya dengan biaya kontribusi Rp165.000 dan akan mendapatkan 3 eks buku.
  3. Seandainya membutuhkan lebih dari eksemplar yang tertera, Anda dapat memesan buku tambahan dengan diskon 25%. 

Penting: 
  • Naskah Anda akan melewati proses penerbitan standar dan akan diterbitkan oleh Penerbit Anggota IKAPINaskah Anda akan benar-benar diedit (dari segi isi dan bahasa) oleh seorang editor.
  • Mohon tidak mengirimkan naskah jika Anda tidak menyepakati dengan segala ketentuan yang tertulis mengenai proyek ini.
Struktur dan Penentuan Judul Buku
Untuk antologi pantun dari beberapa penulis, penentuan struktur bukunya (urutan pantunnya) akan ditentukan oleh editor. Bisa jadi tetap dikelompokkan per penulis, namun juga tidak menutup kemungkinan untuk dikelompokkan per tema yang sama.