Sabtu, 30 April 2022

Tapi Sayang



Photo by Jamaludin Muh from Pexels




Masakan mamaku

Enaknya tercium sampai ke luar jauh
Semua berdatangan
Makan minum
Bersenang
Senang

Anjing
Di tepi tungku
Menelan liur menanti ajakan

"Ayo!"

Tapi sayang

Pintubesi, 29 April 2022

Kamis, 28 April 2022

Pantun Pagi (3)





Ama Ladda pahlawan kami
Serdadunya tawon dan lebah keramat.
Hati bersih selama di bumi
Jalannya lurus sampai kiamat.

Merantau jauh ke Baubau
Pulang membangun lima menara.
Biarpun jauh di tanah rantau
Jangan lupa sanak saudara.

Masuk hutan mencari mangga
Dapat sebuah bagi berlima
Dalam hidup berumah tangga
Susah senang tanggung bersama

Pergi ke pasar bawa delima
Ada yang jatuh sampai ke tanah.
Semua ejekan kami terima
Jadi awasan untuk berbenah.

Perteguhen, 29 April 2022

Pantun Pagi (2)





Lamalera tempat wisata
Lihat nelayan menangkap paus
Membangun jalan lingkar Lembata
Agar sama merasa puas

Papan jati jangan dibuang
Ditempa jadi peti sejati
Sejak kampanye andalkan uang
Bisa ditebak ujungnya nanti

Di Lamaingu banyak rusa
Dikejar anjing sampai ke Tanggir
Kita semua sama senusa
Mengapa tirikan lain ke pinggir

Perteguhen, 28 April 2022

Selasa, 26 April 2022

Pantun Pagi (1)






Sepeda butut dalam garasi
Kenangan Patua dari Lelata.
Kalau sudah di atas kursi
Jangan lupa pada jelata.

Indah nian tanah Lembata
Berpagar mawar penuh duri.
Menutup mata pada jelata
Patahkan kaki kursi sendiri.

Menjemur baju di Riangbaka
Setelah direndam dalam kanji.
Suara rakyat emas belaka
Bayarkan dengan tepati janji.

Kopi Boto enak sekali
Harumnya sampai ke Sina Jawa.
Janji diumbar berkali-kali
Tak ditepati menyiksa jiwa.

Kami merantau ke Malaysia
Berbekal ketupat dan jagung titi
Kami pun sesamamu manusia
Kenapa pinggirkan ke gigir titi?

Perteguhen, 27 April 2022


Sabtu, 16 April 2022

Bau Bangkai

Photo by Lucas Andrade from Pexels




Bau
Itu tali
Terulur keluar dari bangkai
Terbawa ke mana mau angin

Sampai
di hidung anjing
Tali itu tercocok tak lepas-lepas
Tegalnya terikat lapar berat

Anjing menuruti tali

Tiba
di pangkalnya
Anjing melahap habis bangkai
Kota tak bau lagi

Tapi
Anjing
Tetap jijikan
Diusir-usir di mana pun ia
Dari rumah jagaannya sekalipun

Lima malam berselang
Setelah usiran terakhir
Tersiar kabar

Pengusir
Membangkai
Dadanya berlobang
Dan hatinya dimakan kucing
Penyuka bangkai dalam bentengan dadanya

Siapa suruh
Menyimpan bangkai

Baobolak, 02 Juni 2011
Perteguhen, 16 Aparil 2022






Jumat, 15 April 2022

Tauke Arang

Photo by Pixabay from Pexels




Arang
Sehitam ini pun
Boleh untuk menuliskan namamu
yang putih itu?

Kalau tidak
Masukkan saja
Ke dalam besi seterika arang
Untuk menggosok jubahmu itu, Tuhan

Ia pun mau
Malah jadi tauke arang
Hingga ke kampung-kampung
dan aku langganan tetapnya sampai sekarang

Berastepu, 07 Agustus 2011

Selumbar dalam Mata

Foto oleh Leonardo Luz dari Pexels




Diam
tenang sahaja pun
Sudah menyakitkan
Apa lagi gerak, menghindar-hindar tak karuan

Tubuhku
Kasar dan tajam-tajam
Mengapa pula peluk kelopkmu
menawanku lama-lama di dalam sini?

Sengsara
Tak memelukmu, jawabnya
Sambil menyelimutiku dengan kain hangatnya
Ia membisikkan ini

Selamat
Tinggal di sini

Teluk Sasah, 13 Februari 2003

Rabu, 13 April 2022

Payung

Foto oleh Kaique Rocha dari Pexels




Di bawah atap yang ini pun
Kami masih saja didera hujan
Buatan

Ini
Lantaran kita
Tak berbisa beli payung

O?

Lobam, 13 Maret 2003

Bom

Foto oleh Pixabay dari Pexels




Bom!

Ledakan ini
Membongkar kuburan

Siapa di dalam?

Semua tunduk tenang
Ingat piring

Lobam, 13 Maret 2003

Miniatur

Foto oleh RODNAE Productions dari Pexels




Kampungku kecil
Indah dan rapi sekali

Gedung-gedungnya
Tersusun satu
Di belakang lain

Balok-balok rangka atasnya
bersehubungan timbal balik satu sama lain
Didempul tebal-tebal sampai tak kelihatan
Ujung-ujungnya

Bila masuk
Sampai ke dalam-dalamnya
Barulah kau pun tahu dengan hidungmu sendiri
Betapa tengiknya selimut ini
dan kau pun terpental 
Sebab hidung tak mau mati tersumbat

Mereka pun berpesta ria
Rayakan kemenangan
Palsu belaka

Miniatur!
Gumammu sambil menjepit hidung

Baobolak, 05 April 2010


Kapal Keruk

Foto oleh Alexey Komissarov dari Pexels





Setelah kaukeruk habis pasir dasar lautan
Kautelan pula pantai dan dermaga
di atasnya

Pulau
Pindah
Ke dalam perutmu

Bagaimana menjangkar
di lautan tak berdasar

Kapal
Keruk rakusmu
Hingga kenyang semesta kita

Mentigi, 15 Juli 2002

Selasa, 12 April 2022

Asap Doa

Foto oleh NEOSiAM 2021 dari Pexels




Asap doaku
yang membubung naik malam-malam
Menyesakkan dadamu
dan kau kena batuk berdarah

Dahak
dan darahmu yang jatuh
Kutadah dengan lidah dan dua tanganku
Sampai tertidur-tidur di sudut doa

Begitu terbangun
Kudapati lidahku tercocok
Tali yang di pinggangnya itu

Aku
Pun menurut
Tak berdalih lagi

Perteguhen, 15 September 2014


Bola

Foto oleh Mong Mong dari Pexels





Bola
yang kautendang tadi
Menggelinding kencang
ke mulut gawang

Kita
Lalu berebutan mengejarnya
Tapi kiper yang mengawasi permainan kita yang selama ini
Cepat-cepat menjemput dia
dengan pelukannya

Di situ
Kita terbagi
Sebagian senang bertempik sorak
Sebagian lagi kesel salahkan kaki
Sampai-sampai diamputasi

Kita
Memang selalu
Baru mengejar setelah menendang
Sampai semua terbagi habis
Tak satu lagi

Kau di mana?

Perteguhen, 14 September 2014




Sungguh

Foto oleh Pixabay dari Pexels




Engkau
Siapa pun engkau
Sungguh engkau pendoaku

Susah
Senangku
Tergantung doamu pada dia
yang menempatkan engkau 
Tepat di hadapanku

Apapun 
alasan dan dalihku
Aku tak boleh sewenang-wenang lagi
Terhadap engkau yang diutusnya 
Khusus untukku di sini
Sekarang ini

Riak
Gembiramu
atau teriak jerit sakitmu
yang benar-benar bersebabkan daku
Sudah doa agung paling lantang di hadapan dia

Sungguh dia di pihakmu
Tangan terentangnya
Menimbang kita

Perteguhen, 08 September 2014




Senin, 11 April 2022

Kampanye

Foto oleh Rosemary Ketchum dari Pexels




Di panggung Loang

Para kandidat
dan politisi-politisi bayaran
Berunjuk gigi di hadapan kami orang-orang kampung
Masing-masing membuka sumbat botol mereka
dengan taringnya sendiri-sendiri

Kami
yang menyaksikannya
Terbego-bego dibuatnya
Sebab isi botol mereka ternyata
Kentut melulu

Itulah
Kampanye kentut
Menebarkan kentut lawan ke tengah ramai
Sampai di hidung kami jadi kentutnya sendiri
Sebab hidung kami masih punya penyaring
yang berurat berakar dalam kalbu
Tak tercerabut oleh kuku beruang mana pun

Bicaralah
Apa adanya saja
Sebab bila orang yang bicara
Kami tatap tengkuknya
Tegal tengkuk tak bisa disembunyikan

Baobolak, 19 Mei 2011

Sekolah

Foto oleh 周 康 dari Pexels




Sekolah
Bukan apa-apa
Kalau cuma mau memborong bintang
Menjejerkannya sepenuh pundak
Terangi jidat sendiri

Sedang
Renta di depan mata
Jatuh terjerembap patah tongkat
Terinjak kakimu

dan sekolah bukan apa-apa
Kalau cuma mau membujuk mentari
Turun hanguskan lalang
Bakal atap pondok piatu
dan janda yatim

dan sekolah bukan apa-apa
Kalau cuma mau merebut kursi
dan berongkang-ongkang
di atas jerih lelah jelata

dan sekolah bukan apa-apa
Kalau cuma mau bodohi kami
Jadi beo bego

dan sekolah bukan apa-apa lagi
Kalau begitu

Dibacakan pada pesta emas SDK
Baobolak, 21 Agustus 2009

Minggu, 10 April 2022

Junjungan Kami




    
                Di Kaki Salib Tuhanku


Turun dengan kepalaku mendulu

Aku
Didaulat
Menjunjung bulat bumi
dengan lembutan ubunku ini
Biar pun berdarah-darah terhantam para wadas

dan aku tak takut mati
Sebab darah yang membual keluar
melalui gerbangnya yang di ubunku ini
Adalah sungai yang berhulu langsung di pedalaman rahim langit
Mengaliriku sumsum susu dan madu manis
Hingga ke anak cucu dan seluruh keturunanku
dan aku tak takut lapar lagi
Di bawah atap
Telapak kakimu ini

Di bawah atapanmu ini

Kami
Berdiri
Menadah-nadahkan tangan dan bibir kami
Menanti turun titis-titis darah
dan remah robek tubuhmu
Untuk menawar lapar kami
dan haus kersang kami hari-hari

Tuhan
Junjungan kamu
Tumpuan kehidupan kami

Pintubesi, 02 Agustus 2011




Sabtu, 09 April 2022

Api di Tungku

Foto oleh Naomi Salome dari Pexels




Api
yang di tungku kami
Makan kayu hari-hari

Tapi pun tunduk
Menjunjung panci dengan lidahnya
yang lapar merah itu
Sekalipun hitam pantat panci
Terpasang ke lidahnya

Ia
Tak nyesel ia
Sampai habis kayu di tanganmu pun


Baobolak, 02 Juni 2011

Ayam Dahan

Foto oleh Avinash reddy Kosna dari Pexels




                    Jumat Agung di kampungku

Ia
Memang begitu
Subuh-subuh sudah bangun
Berkokok sendiri berulang-ulang
Sampai 'ku bangun memungut jagung
yang di tebar tuan tadi malam di kintal kami

Sayang sekali ia
Kalau-kalau tak kebagian lagi daku
Karena keduluan terjilat fajar
Seperti yang sudah-sudah

Ia
Memang begitu
Tak mau makan sendiri milik kami
Seujung kuku pun

Ia
Sayang sekali padaku
Sekalipun di dahan saja tidurnya

Baobokak, 02 April 210


Kaki Lima

Wikipedia



Dengan kaki berlebih ini pun

Masih
Tak tersanggah
Lapar anak dan keluh si bini
Mengapa pula kaugusur paksa
dan patah ratakan segenapnya sesukamu

Lolong lapar kanak-kanak
dan keluh linang janda yatim malam-malam
Belum sampai-sampai jugakah
Menggugat tidur kekenyanganmu

Nyanyian-nyanyian ini
Mengiringi tarian lunglai perut-perut kosong
Mengantri roti di mejamu

Roti tiada
Bagi tiada

Tapi masih tersisakah remahnya
Untuk kami yang masih jauh sekali
di belakang sini?

Tuan

Tuan
Tak berlapar
Indahkan pulau lapar kami

Tanjung Uban, 08 Maret 2003

Matahari

Foto oleh Hernan Pauccara dari Pexels




Mari
Depan-depan kita bertarung
Agar kita tak lagi meraba-raba dalam lamun
entah siapa paling gigih di kesetiaan ini

Tapi aku
Biarpun susah sulit melilitku
Sepelilitan kulit pengutuh tubuhku

Aku tetap
Tidak kuberi rupa padamu juga kepada engkau
Kalau engkau pun tidak setia seperti hujan
yang masih tak tentu-tentu turunnya
Ke kampung kami
Sampai kini

Tapi bila kau setia
Seperti terbitmu yang selama ini kutahu
Sekalipun engkau bersikukuh terbit di barat

Aku tetap
Bertimur tegar padamu
Matahariku, satu-satunyaku

Teluk Sasah, 21 Februari 2003

Untuk Tenang Kami

Foto oleh Meruyert Gonullu dari Pexels




Jangan tanya
Mengapa pagi-pagi biniku usil
dan mengaduh-aduh, Tuhan

Orang ramai
Mati tungku

Berapa lama lagi kaupalang langkahku
dan membiarkan kami
Tanpa rizki

Tuhan

Tulang
dan remah-remah itu pun cukup
Untuk tenang kami
dan hidup nanti
Tuhan

Teluk Sasah, 31 Januari 1999

Perang Gila

Foto oleh cottonbro studio dari Pexels




Berperang melawanmu
Merebut dia yang kita cinta
Aku tak mau mundur menepi 
dan tunduk menyerah, Tuhan

Sebab cinta
dan dambaku yang mengalir menggila
Mengejar-ngejar dia sepanjang musim-musimku

Sama
Seperti juga
yang kaupunya itu, Tuhan

Mengapa kauberi kucinta sekuat kuatmu
Sehingga berperang melawanmu ini sekalipun
Aku tambah bara dan tergila-gila

Tuhan

Aku
Tak mau mengalah lagi sebelum kau mengaku
Kepada siapakah kautitipkan dia
yang sekarang ini

Mentigi, 22 Februari 1996


Kamis, 07 April 2022

Anjing Kudisan

Foto oleh Alexas Fotos dari Pexels



Malam

Tak tidur-tidur
Luka nanah dan darah-darah

Siapa tahan
Kalau kau yang tak datang-datang

Tuan
Sakitku sepanjang ini
Kaca medis gagal menanggap apa kuman

Tuan
Beriku tahu menangkap

Tuanku
Kuman kudisku

Malaka, 19 April 2001

Keringat Ibuku


Foto oleh Meenakshi Vinay Rai dari Pexels



Keringat ibuku
Kentalan lelah letihnya
di penghimpitan terik hari dan perih perut
Tertampung utuh di telapak
Tangannya

Itulah luah ladang
yang dibawanya pulang
Tiap-tiap senja menjelang malam
Dipeluknya erat-erat sampai larut dalam doa berbara harap
Lalu digenggamkannya ke tangan kami saban pagi
Setiap hendak beranjak pergi
Sekolah

Di pintu
Tumpangan kami
Ia berdiri menghantar kami
Sampai pulang lagi senyumnya
Di kertas kami

Ibu
Begitu teguh
Dalam pedih demi kami

Itulah
Sebab beratnya
Mengapa tak kulepas lagi
Lembar-lembar keringatnya di genggamanku
Kalau tak untuk belanja lapar perut
dan buku sekolah

Takut aku
Kering keringat ibuku tersia

Senyum ibuku
Kembali petang ini tadi
Berbunga-bunga di kertas kami
Melucut letih kami

Kupu pun
Menari riang sekali
Menghiasi senyumnya di bibir kami
Sayap-sayap kecilnya menghapus halus air matanya
Di pipi kami

Keringat ibuku
Oase segar tengah terik
Susu penguat awet ulet kami
Bekal kehidupan kami

Perteguhen, 21 November 2020
Pintubesi, 16 Juni 2021




*) Luah= Oleh-oleh ( kata bahasa daerah Karo, Sumut).

Senin, 04 April 2022

Sajak

Foto oleh Pixabay dari Pexels

Sajak

Ini 
Makamku
Tak bertutup tak berpeti
Menyimpan-nyibakkan utuh runyam mukaku
Tak berpupur perisai
Sebenang pun

Bagaimana bangkai sembunyikan muka?

Kalau tak sampai tanganmu
menyentuh keningku di hari penghabisanku
Karena tersekat jarak
Nganga makamku kekal menanti
Hidungmu

Atau engkau pun menjijiki awetan bangkaiku yang ini?

Bunga
yang mengharumi doamu malam-malam
Makan juga dari bangkaiku 
Tapi tak payah datang
Kalau kau pun jauh
Terlalu

Sajak
Sambung tangan
Usia suaku-engkau
dan sembah sembahyangku
Memeluk kita

Lobam, 21 Februari 2003