Puisi Yerem B. Warat
Kamis, 27 Mei 2021
Minggu, 23 Mei 2021
Persembahan Si Janda Miskin
Puisi Yerem B. Warat
Di pintu
Mama menaruh mata
Anjing gonggong
Mata itu turun mencari ke kiri dan kanan
Entah dia yang disapa anjing itu
Deru kendara yang lalu
Ketika kampung lelap tertidur
Mata itu turun lagi meraba-raba dalam kelam
Entah dia ada di antara para penumpang
yang turun persis di pintu rumah
Mata
Makin tak nyenyak
Turun mencari dia dalam dada
Di situ
Dia tertidur
Nyenyak dalam luka hatinya merindu
Mamaku
Tersenyum lebar sekali ini
Sambil mengelus ubunku, berbisik
Tinggallah
Tetap di rumahmu ini, Mias
dan jangan ke mana lagi
Mamaku
Lalu tertidur tenang sekali
Sampai pulang bersama gendongan hatinya
yang kupunya cuma ini
Photo by Mehmet Turgut Kirkgoz from Pexels |
Di pintu
Mama menaruh mata
Anjing gonggong
Mata itu turun mencari ke kiri dan kanan
Entah dia yang disapa anjing itu
Deru kendara yang lalu
Ketika kampung lelap tertidur
Mata itu turun lagi meraba-raba dalam kelam
Entah dia ada di antara para penumpang
yang turun persis di pintu rumah
Mata
Makin tak nyenyak
Turun mencari dia dalam dada
Di situ
Dia tertidur
Nyenyak dalam luka hatinya merindu
Mamaku
Tersenyum lebar sekali ini
Sambil mengelus ubunku, berbisik
Tinggallah
Tetap di rumahmu ini, Mias
dan jangan ke mana lagi
Mamaku
Lalu tertidur tenang sekali
Sampai pulang bersama gendongan hatinya
yang kupunya cuma ini
Untukmu
Tuhan
Dari Medan Jauh, 25 Januari 2021
Dari Medan Jauh, 25 Januari 2021
Sabtu, 22 Mei 2021
Anjing Kurus
Puisi Yerem B. Warat
Anjing kurus
Kenyang makian
dan muntahan demi muntahan
yang kausemburkan tepat ke jidatnya
Kapan saja kaumau
Anjing kurus
Menadah makian
dan semua muntahan
Dengan lidah dan mulutnya terbuka
Lebih lebar dari liang mulut pemuntah
Anjing kurus
Mengunya
Makian dan muntahan berkali-kali
Photo by Petr Ganaj from Pexels |
Anjing kurus
Kenyang makian
dan muntahan demi muntahan
yang kausemburkan tepat ke jidatnya
Kapan saja kaumau
Anjing kurus
Menadah makian
dan semua muntahan
Dengan lidah dan mulutnya terbuka
Lebih lebar dari liang mulut pemuntah
Anjing kurus
Mengunya
Makian dan muntahan berkali-kali
Lalu menelannya
Setelah menyapu bersih dengan lidahnya
Semua sisa yang mengotori kota
Amis najis
Tersapu bersih
Oleh lidah anjing kurus
Anjing kurus
Pemburu babi binaan dan tupai piaraan
yang kaubesarkan dalam piringmu
Anjing kurus
Semua sisa yang mengotori kota
Amis najis
Tersapu bersih
Oleh lidah anjing kurus
Anjing kurus
Pemburu babi binaan dan tupai piaraan
yang kaubesarkan dalam piringmu
Anjing kurus
Puas muntahan
Tahan tindasan
Anjing kurus
Siapa punya
Perteguhen, 23 Mei 2021
Perteguhen, 23 Mei 2021
Jumat, 21 Mei 2021
Tali Waru
Puisi Yerem B. Warat
Di bawah
Remang rembulan
Ayah memintal tali waru
Begitu kuat
dan alit pintalan itu
Agar tak putus mengikat kambing
pada pohon di ladang kami
Seperti
Tali pada kambing
Kami pada ayah dan bunda
Terpintal pilin oleh kasih sayang mereka
Terikat kekal
Pada
Dia
Takut
Tak sampai ke pohon itu
Bulan cepat-cepat mengulurkan sinarnya
Menyambung lagi tali waru
Kambing
Kami
Sama
Terikat
Pada bulan
Buah pohon itu
Perteguhen, 22 Mei 2021
Gambar oleh daramsri dari Pixabay |
Di bawah
Remang rembulan
Ayah memintal tali waru
Begitu kuat
dan alit pintalan itu
Agar tak putus mengikat kambing
pada pohon di ladang kami
Seperti
Tali pada kambing
Kami pada ayah dan bunda
Terpintal pilin oleh kasih sayang mereka
Terikat kekal
Pada
Dia
Takut
Tak sampai ke pohon itu
Bulan cepat-cepat mengulurkan sinarnya
Menyambung lagi tali waru
Kambing
Kami
Sama
Terikat
Pada bulan
Buah pohon itu
Perteguhen, 22 Mei 2021
Rabu, 19 Mei 2021
Wisata Bahari
Puisi Yerem B. Warat
Saking
Prihatinnya pada kami
yang pingin memancing di lautan
Tapi rumah kami jauh sungguh di pedalaman sini
Maka segerombolan babi hutan turun ke jalan
Bergotong royong memperlebar luas lubang
Sepanjang jalan ke kampung kami
Boto-Belang
Tak ketinggalan pula langit
Meneteskan air matanya berhari-hari
Turun memenuhi lubang galian babi-babi itu tadi
Jadi danau, miniatur laut impian
Sepanjang jalan kami
Itulah
Lautan terseksi
Unik dan satu-satunya
dan itu di Lembata sini, Bro
Sejak itulah
Semua oto jurusan pantai selatan
Dirombak habis jadi sampan, perahu dan kapal pesiar
Semua berpelesiran sampai jauh
Sambil memancing belut, hiu dan paus buas
Peledang-peledang Lamalera
Berselancar mencari paus yang berduyun-duyun
Meninggalkan laut pantai selatan
Hijrah ke lautan luas
Tengah gunung
Jalan berlubang Boto-Belang
Wisata bahari tengah gunung
Ini proyek siapa punya
Kawan
Dari Medan Jauh, 20 Mei 2021
Foto:Disbudparntt https://aengaeng.com/ |
Saking
Prihatinnya pada kami
yang pingin memancing di lautan
Tapi rumah kami jauh sungguh di pedalaman sini
Maka segerombolan babi hutan turun ke jalan
Bergotong royong memperlebar luas lubang
Sepanjang jalan ke kampung kami
Boto-Belang
Tak ketinggalan pula langit
Meneteskan air matanya berhari-hari
Turun memenuhi lubang galian babi-babi itu tadi
Jadi danau, miniatur laut impian
Sepanjang jalan kami
Itulah
Lautan terseksi
Unik dan satu-satunya
dan itu di Lembata sini, Bro
Sejak itulah
Semua oto jurusan pantai selatan
Dirombak habis jadi sampan, perahu dan kapal pesiar
Semua berpelesiran sampai jauh
Sambil memancing belut, hiu dan paus buas
Peledang-peledang Lamalera
Berselancar mencari paus yang berduyun-duyun
Meninggalkan laut pantai selatan
Hijrah ke lautan luas
Tengah gunung
Jalan berlubang Boto-Belang
Wisata bahari tengah gunung
Ini proyek siapa punya
Kawan
Dari Medan Jauh, 20 Mei 2021
Selasa, 18 Mei 2021
Kota Matahari: Kumpulan Puisi #37
Spesifikasi:
Kode: 0120053
Judul: Kota Matahari: Kumpulan Puisi #37
Penulis: Agus Supriyanto, Emi Wahyuni, Iskarina, Riska Ulfia Khoirotunnisa, Wakidi Kirjo Karsinadi, Yanti Rosa
ISBN: 978-623-7421-43-6
Terbit: 21-Mei-21
Tebal: 84 (viii+76) halaman
Ukuran: 14.5x21 cm
Harga: Rp40.000
Deskripsi:
Buku kumpulan puisi ke-37 ini adalah hasil dari proyek penulisan dan penerbitan puisi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Komunitas Guru Menulis sejak tahun 2016. Buku ini diberi judul Kota Matahari, mengambil salah satu judul puisi yang ada dalam buku ini. Kali ini ada 6 penulis dengan total 51 puisi.
Penulis dan puisinya:
Agus Supriyanto
- Membedakan
- Cermin Wajah
- Hidup Berpengharapan
- Kehilangan
- Nilai
- Kesendirian dalam Kebersamaan yang Sunyi
- Memahami Kontradiksi
- Menjadi Sesama
Yanti Rosa
- Kecewa
- Komitmen
- Lara Sendiri
- Jalan Tak Berujung
- Membatu Rasaku
- Dalam Diamku …Nakhoda yang Limbung
- Tak Seperti Mauku
- Jangan Rampas Bayangmu
- Cinta Biru
- Luka Berdarah
Iskarina
Riska Ulfia Khoirotunnisa
Emi Wahyuni
Wakidi Kirjo Karsinadi
- Ruang Rasa
- Takdir
- Ruang Kosong
- Menghamba
- Kasih-Mu
- Candu
- Berharap
- Siluet
- Belajar
- Kebodohanku
- Hati
- Kopi Pahit
- Ujian
- Kamu
- Jangan Lupa Bahagia
- Pergilah
- Usai
Riska Ulfia Khoirotunnisa
- Jemu
- Bungkam
- Senjang
- Bentang Asa
- Kota-Matahari
Emi Wahyuni
- Antara Aku dan Kamu
- Cinta Terlarang
- Pak Menteri
- Jatuh Cinta
- Goodbye
- Renunganku
- Anak Muda
Wakidi Kirjo Karsinadi
- jalan pulang
- pertama
- mudik
Senin, 17 Mei 2021
Menghitung Jari
Puisi Yerem B. Warat
Ibuku
Duduk berdiri tak karuan
Menghitung jari-jari tangannya sendiri
yang didekap rapat pada dada
dan meninabobokannya dengan oha Teti Hadun
Agar tenang tenteram semua
Selama malam
Jauh malam
Bangun lagi menghitung lagi
Paginya
Sebelum fajar membuka hari
Ibuku bangun menghitung jarinya lagi
Satu demi satu
Ibuku menghitung jari
Sampai ke lahat
Tegal
Tak genap-genap
Serumah Duka, Senin 25 Januari 2021
https://www.facebook.com/yeremias.warat |
Ibuku
Duduk berdiri tak karuan
Menghitung jari-jari tangannya sendiri
yang didekap rapat pada dada
dan meninabobokannya dengan oha Teti Hadun
Agar tenang tenteram semua
Selama malam
Jauh malam
Bangun lagi menghitung lagi
Paginya
Sebelum fajar membuka hari
Ibuku bangun menghitung jarinya lagi
Satu demi satu
Ibuku menghitung jari
Sampai ke lahat
Tegal
Tak genap-genap
Serumah Duka, Senin 25 Januari 2021
Sabtu, 15 Mei 2021
Burung Gereja
Puisi Yerem B. Warat
Photo by Jeswin Thomas from Pexels |
Bom
Bunuh gereja
Menerbangkan burung itu tinggi-tinggi
Mengaisi awang entah ada lagi lindungan
Baginya
Sebab
Sangkar di emperan gereja
Dengan enam telurnya di dalam
Hancur
Lebur
Esok
Sebelum mengisi perutnya
Burung terbang pelan menembus garis polisi
dan jagaan ketat kota
Mencari remukan telur-telurnya
Di tengah kehancuran itu
Burung
Mengendus
Memungut secarik kertas
yang bernoda kuning keemasan
Membawanya pergi jadi bahan sarangnya lagi
Setelah yakin itu noda
Kuning telurnya
Sendiri
Burung
dengan secarik kertas di paruh
Meluncur masuk ke tengah Ibadah suci
Sebelum hinggap
Kertas jatuh pas di atas kitab terbuka
Lagi dibaca seorang alim
Alim kaget
Melihat burung jauh di atas
yang turunkan kertas
Ke atas kitab
Alim jijik
Lalu lari tinggalkan kertas
Pun pula kitab
Haram! Haram! Haram!
Teriaknya
Tak putus-putus
Sepanjang sisa jalannya
Alim
Tinggalkan kitab
Gila haraman sendiri
Oase Kalbu, 15 Mei 2021
Gila haraman sendiri
Oase Kalbu, 15 Mei 2021
Jumat, 14 Mei 2021
Akar Air
Puisi Yerem B. Warat
Kami
Menimba air
dari sumur peninggalan
Dikelilingi nyiur dan rumpunan pisang
Sering
Gambar oleh Appenzell9050 dari Pixabay |
Kami
Menimba air
dari sumur peninggalan
Dikelilingi nyiur dan rumpunan pisang
Sering
Timba-timba yang paling berdekatan
Bergesekan
Berebut air di dasar sumur yang sama
Hingga pun pecah
Berantakan
Tali putus
Timba pun pecah
Ketel kosong darah kering
Nyiur
Nyinyiri timba
Berebut tak terebutkan
Hanya pelukan
Mengakarkan air
Dalam bara sekalipun
Pintubesi, 15 Mei 2021
Bergesekan
Berebut air di dasar sumur yang sama
Hingga pun pecah
Berantakan
Tali putus
Timba pun pecah
Ketel kosong darah kering
Nyiur
Nyinyiri timba
Berebut tak terebutkan
Hanya pelukan
Mengakarkan air
Dalam bara sekalipun
Pintubesi, 15 Mei 2021
Kamis, 13 Mei 2021
Tukang Tendang
Puisi Yerem B. Warat
Geram
Pada tukang tendang
yang telah mengakibatkan begitu banyak orang
Patah kaki
Tuhan
Menyamar
Jadi seorang perampok
Masuk ke rumahnya malam-malam
Ketika penyamar hendak merampok nyawanya
Tukang tendang melayangkan sebuah tendangan
Menyasar ke dada
Penyamar
Duel hebat pun terjadi
Keduanya mati
Terkapar
Sekamar
Tiba
Di pintu sorga
Tukang tendang mengetuk pintu
Tapi pintu tetap tertutup rapat ketat
Ia pun pulang
Mendapatkan penyamar tadi
Masih terkapar di lantai kamar dengan kunci di tangan
Lengkap dengan logo
Kunci Sorga
Tukang tendang kaget hebat
Pantas saja
Pintu tertutup untukku
Sedang yang lain-lain begitu bebas masuk
Ke dalamnya
Ternyata yang kutendang tadi dan dulu lalu
Semata samaran Tuhan belaka
Pemilik sorga baka
Penguji imanku
Sesalnya
Relung Kalbu, 14 Mei 2021
Photo by Anna Tarazevich from Pexels |
Geram
Pada tukang tendang
yang telah mengakibatkan begitu banyak orang
Patah kaki
Tuhan
Menyamar
Jadi seorang perampok
Masuk ke rumahnya malam-malam
Ketika penyamar hendak merampok nyawanya
Tukang tendang melayangkan sebuah tendangan
Menyasar ke dada
Penyamar
Duel hebat pun terjadi
Keduanya mati
Terkapar
Sekamar
Tiba
Di pintu sorga
Tukang tendang mengetuk pintu
Tapi pintu tetap tertutup rapat ketat
Ia pun pulang
Mendapatkan penyamar tadi
Masih terkapar di lantai kamar dengan kunci di tangan
Lengkap dengan logo
Kunci Sorga
Tukang tendang kaget hebat
Pantas saja
Pintu tertutup untukku
Sedang yang lain-lain begitu bebas masuk
Ke dalamnya
Ternyata yang kutendang tadi dan dulu lalu
Semata samaran Tuhan belaka
Pemilik sorga baka
Penguji imanku
Sesalnya
Relung Kalbu, 14 Mei 2021
13 Mei 2021
Puisi Yerem B. Warat
Itu
Tangga
Turun dari sorga
Membawa kami naik kembali
Setelah lama bergigitan tuding-menuding
Merebut dia, rahim semua kami
Ia
Tahu
Kapan pasnya menyatukan kami
Sebelum pupus segenap harap
dan daya raga
13 Mei 2021
Pada
Hari raya makan
dan haram berpuasa ini
Semua kami kaukenyangkan
Agar bertenaga kekuatanmu sendiri
Sama kami menaikkan doa dan diri
Ke hadiratmu
Melalui
Tangga ini
Dari lubuk jiwa, 13 Mei 2021
*) Pada hari Kenaikan Isa, dan Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah
Itu
Tangga
Turun dari sorga
Membawa kami naik kembali
Setelah lama bergigitan tuding-menuding
Merebut dia, rahim semua kami
Ia
Tahu
Kapan pasnya menyatukan kami
Sebelum pupus segenap harap
dan daya raga
13 Mei 2021
Pada
Hari raya makan
dan haram berpuasa ini
Semua kami kaukenyangkan
Agar bertenaga kekuatanmu sendiri
Sama kami menaikkan doa dan diri
Ke hadiratmu
Melalui
Tangga ini
Dari lubuk jiwa, 13 Mei 2021
*) Pada hari Kenaikan Isa, dan Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah
Rabu, 12 Mei 2021
Menulis di Kertas
Puisi Yerem B. Warat
Menulis
Melukai kertas
dengan tajaman pena
dan mengobatinya dengan tinta itu juga
Dalam luka tertanam benih
Apa pun!
Perteguhen, 30 Maret 2021
Gambar oleh Wolfgang Claussen dari Pixabay |
Menulis
Melukai kertas
dengan tajaman pena
dan mengobatinya dengan tinta itu juga
Dalam luka tertanam benih
Apa pun!
Perteguhen, 30 Maret 2021
Jaket Jokowi
Puisi Yerem B. Warat
Facebook Jokowi |
Membaca kunjungan Jokowi <4>
Jaket
Pelindung tubuhmu
yang kurus kerempeng itu
Kauikhlaskan untuk Frans Uran
yang masih sungguh kuat dan kekar bugar
Engkau
Butuh jaket itu
Tapi engkau lebih butuh
Perlindungan bagi dia terhadap deraan panas hari
dan dingin malam
Jaket Joko Widodo
Jaket Presiden
Jaket Negara
Pelindung ternyata satuindonesia
Pelindung ternyata satulembata
Penyatu ternyata bangsa
Jaket Jokowi
Bedung nurani bangsa
Dari Medan Jauh, 11 April 2021
Loh Baru
Puisi Yerem B. Warat
Sesudah
Musa memecahkan kedua loh batu itu
Seseorang mengumpulkan pecahan-pecahannya
Meremukkannya halus-halus
dan dicampurkannya dengan sedikit air matanya
dan membentuknya kembali
Jadi dua loh baru
Ia lalu menggantungkan keduanya
Di ruang tidurnya
Dalam dadaku
Kasihan
Melihatnya
Duduk berdiri tak tidur-tidur
Memandangi hiasan itu
Sesekali ia bangkit
Memeluk dan menciumi kedua loh batu itu
Membasahinya dengan air dari matanya
Lalu menyekanya dengan lidah
Seperti anjing menjilati lukaku dulu
Sampai sembuh
Begini
Barulah
Tertidur dia
Dalam biliknya
Dengan lidah di lukaku
Dari ladang, 02 Mei 2020
Gambar oleh Goran Horvat dari Pixabay |
Sesudah
Musa memecahkan kedua loh batu itu
Seseorang mengumpulkan pecahan-pecahannya
Meremukkannya halus-halus
dan dicampurkannya dengan sedikit air matanya
dan membentuknya kembali
Jadi dua loh baru
Ia lalu menggantungkan keduanya
Di ruang tidurnya
Dalam dadaku
Kasihan
Melihatnya
Duduk berdiri tak tidur-tidur
Memandangi hiasan itu
Sesekali ia bangkit
Memeluk dan menciumi kedua loh batu itu
Membasahinya dengan air dari matanya
Lalu menyekanya dengan lidah
Seperti anjing menjilati lukaku dulu
Sampai sembuh
Begini
Barulah
Tertidur dia
Dalam biliknya
Dengan lidah di lukaku
Dari ladang, 02 Mei 2020
Senyum
Puisi Yerem B. Warat
Senyum
Mengubah mata parang
Jadi pisau peracik bumbu dapur
Penyedap masakan kami hari-hari
Suatu petang
Seseorang mengambil pisau itu
Menyambungkannya pada tongkat di genggamannya
Jadi lembing
Belakangan
Barulah kutahu
Itulah lembing Longinus
Penikam lambung Tuhanku
Jadi tambang berkat dan rahmat
Sumur pembasuh salah dosa
Rahim kelahiran baru
Gua doa bunda
Tempat pasrahan diri dan kami pada-Mu
Pintu tunggal rumah Bapa yang terbuka kekal
Menanti pulang si anak hilang
Obat luka-Mu itu
Tuhan
Senyum membelia renta
Tak berajal
Perteguhen, 10 Febuari 2020
Fresco by Fra Angelico |
Senyum
Mengubah mata parang
Jadi pisau peracik bumbu dapur
Penyedap masakan kami hari-hari
Suatu petang
Seseorang mengambil pisau itu
Menyambungkannya pada tongkat di genggamannya
Jadi lembing
Belakangan
Barulah kutahu
Itulah lembing Longinus
Penikam lambung Tuhanku
Jadi tambang berkat dan rahmat
Sumur pembasuh salah dosa
Rahim kelahiran baru
Gua doa bunda
Tempat pasrahan diri dan kami pada-Mu
Pintu tunggal rumah Bapa yang terbuka kekal
Menanti pulang si anak hilang
Obat luka-Mu itu
Tuhan
Senyum membelia renta
Tak berajal
Perteguhen, 10 Febuari 2020
Pisau
Puisi Yerem B. Warat
Pisau
Di tangan dokter
Membelah perut pasien
dan memotong umbai cacing
Gudang batu pasir di ujung ususnya
Dokter
Mengambil batu pasir itu
Memeriksanya di bawah mikroskop
dan menganalisnya dengan saksama
Ternyata!
Batu pasir
Material dasar
Pembangunan Kerajaan Perut
Pasien sembuh
Dokter beralih jadi tukang bangunan
dan pisaunya jadi sendok tukang
Pisau
Perombak total Kerajaan Perut
Jadi negara bangsa
Segala harta dan kekayaan
yang terkandung dalam perut pertiwi
dan dalam perut koruptor tingkat metropolitan
Hingga ke kampung-kampung
Dikelola negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya
Bagi kesejahteraan rakyat banyak
Bukan sedikit
Pisau
Perombak
Menyayatmu?
Dari ladang, 18 April 2020
Gambar oleh æ„šæœ¨æ··æ ª Cdd20 dari Pixabay |
Pisau
Di tangan dokter
Membelah perut pasien
dan memotong umbai cacing
Gudang batu pasir di ujung ususnya
Dokter
Mengambil batu pasir itu
Memeriksanya di bawah mikroskop
dan menganalisnya dengan saksama
Ternyata!
Batu pasir
Material dasar
Pembangunan Kerajaan Perut
Pasien sembuh
Dokter beralih jadi tukang bangunan
dan pisaunya jadi sendok tukang
Pisau
Perombak total Kerajaan Perut
Jadi negara bangsa
Segala harta dan kekayaan
yang terkandung dalam perut pertiwi
dan dalam perut koruptor tingkat metropolitan
Hingga ke kampung-kampung
Dikelola negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya
Bagi kesejahteraan rakyat banyak
Bukan sedikit
Pisau
Perombak
Menyayatmu?
Dari ladang, 18 April 2020
Selasa, 11 Mei 2021
Lembu
Puisi Yerem B. Warat
Photo by Kat Jayne from Pexels |
Lembu
Berteduh
Di bawah kulitnya sendiri
Enaknya
Sekampung
Dari ladang, 13 Mei 2020
Ia Telah Membaca
Puisi Yerem B. Warat
https://www.wallpaperflare.com/ |
Setiap sore
Ia panjati pohon lontar jauh di ladang
Mengambil tuak yang tertampung sepanjang siang
Lalu turun
Minum mabuk dengan para sahabat
Saban malam
Begitu
Suatu sore
Sebelum bermabuk-mabukan lagi
Ia kaget melihat si bungsu semaput kelaparan
Di atas tikar tengah rumah
Tungku
Tak berasap
Piring tertelungkup
Memasang pantat ke mukanya
Ini
Makanlah
Kata piring itu
Tuak seruas bambu
Bekal mabuk malam itu pun
Langsung ditukarkannya dengan dua rantang beras
Milik tetangga
Ia pun
Urung mabuk malam itu
dan malam-malam berikutnya
Setelah membaca
Perteguhen, 05 Oktober 2020
Ia panjati pohon lontar jauh di ladang
Mengambil tuak yang tertampung sepanjang siang
Lalu turun
Minum mabuk dengan para sahabat
Saban malam
Begitu
Suatu sore
Sebelum bermabuk-mabukan lagi
Ia kaget melihat si bungsu semaput kelaparan
Di atas tikar tengah rumah
Tungku
Tak berasap
Piring tertelungkup
Memasang pantat ke mukanya
Ini
Makanlah
Kata piring itu
Tuak seruas bambu
Bekal mabuk malam itu pun
Langsung ditukarkannya dengan dua rantang beras
Milik tetangga
Ia pun
Urung mabuk malam itu
dan malam-malam berikutnya
Setelah membaca
Perteguhen, 05 Oktober 2020
Dilaga
Puisi Yerem B. Warat
Turun
Dari ranjang
Ia langsung memandikan ayam laganya
Si bungsu
yang merengek minta dimandikan kena bentak
dan si ibu yang lagi sibuk memasak
Terpaksa merangkap tugas
Demi ayam laga
Tercinta
Ayam dilaga
Dengan anak sendiri
Pintubesi, 25 Oktober 2020
Gambar oleh Capri23auto dari Pixabay |
Membaca ayam laga <2>
Turun
Dari ranjang
Ia langsung memandikan ayam laganya
Si bungsu
yang merengek minta dimandikan kena bentak
dan si ibu yang lagi sibuk memasak
Terpaksa merangkap tugas
Demi ayam laga
Tercinta
Ayam dilaga
Dengan anak sendiri
Pintubesi, 25 Oktober 2020
Ayam Laga
Puisi Yerem B. Warat
Sesampai di rumah
Si bungsu tak mau makan
Sekalipun lauknya daging lembu
Setelah dibujuk-bujuk sang ibu
Mau juga ia makan tapi lauknya daging ayam laga
Piaraan ayahnya
Ibu bingung
Mengapa hal tak biasa itu terjadi
Tapi demi putera satu-satunya
Ayam kesayangan ayah
-yang berapi-api berkotbah tadi di gereja tentang batu sandungan-
Pun dipotong juga
Ayah
yang datang bersama seorang konconya
Terkejut berat melihat si bungsu lemas kelaparan menanti masakan lezat siang itu
Ketika ditanya mengapa tak mau makan
Ia mendadak bangun
Menceramahi ayahnya
Tadi di gereja
Bapa bilang jangan jadi batu sandungan
Maka kupotong kedua ekor ayam laga di kandang itu
Supaya hilanglah batu sandungan yang bapa kotbahkan tadi
Di gereja itu
Ayah
dan konconya, si pembeli ayam laga itu terdiam
Sebab sebagian uang itu sudah amblas dibelanjakan
Untuk sepaket ganja dan alkohol
Sepulang kebaktian
Tadi ini
Ssst!
Pintubesi, 04 September 2020
Gambar oleh zoosnow dari Pixabay |
Membaca ayam laga <1>
Sesampai di rumah
Si bungsu tak mau makan
Sekalipun lauknya daging lembu
Setelah dibujuk-bujuk sang ibu
Mau juga ia makan tapi lauknya daging ayam laga
Piaraan ayahnya
Ibu bingung
Mengapa hal tak biasa itu terjadi
Tapi demi putera satu-satunya
Ayam kesayangan ayah
-yang berapi-api berkotbah tadi di gereja tentang batu sandungan-
Pun dipotong juga
Ayah
yang datang bersama seorang konconya
Terkejut berat melihat si bungsu lemas kelaparan menanti masakan lezat siang itu
Ketika ditanya mengapa tak mau makan
Ia mendadak bangun
Menceramahi ayahnya
Tadi di gereja
Bapa bilang jangan jadi batu sandungan
Maka kupotong kedua ekor ayam laga di kandang itu
Supaya hilanglah batu sandungan yang bapa kotbahkan tadi
Di gereja itu
Ayah
dan konconya, si pembeli ayam laga itu terdiam
Sebab sebagian uang itu sudah amblas dibelanjakan
Untuk sepaket ganja dan alkohol
Sepulang kebaktian
Tadi ini
Ssst!
Pintubesi, 04 September 2020
Mulut
Puisi Yerem B. Warat
Itu
Tambang
Emas atau pun bangkai
Tergantung benih
Darinya
Semesta tahu
EGYPTIAN MINISTRY OF ANTIQUITIES VIA BBC INDONESIA |
Itu
Tambang
Emas atau pun bangkai
Tergantung benih
Darinya
Semesta tahu
entah emas bernas
ataukah bangkai belaka yang terbungkus rapi
ataukah bangkai belaka yang terbungkus rapi
Dalam balutan busana indah,
lipstik tebal pun pupur harum
Selama ini
Bangkai
Tak tertutupi pupur sebumi
Betapapun mulut berlipstik emas
Selama ini
Bangkai
Tak tertutupi pupur sebumi
Betapapun mulut berlipstik emas
Seberat bumi
Mulut
Pelucut
Huntara Pintubesi, 16 Agustus 2019
Mulut
Pelucut
Huntara Pintubesi, 16 Agustus 2019
Bekal
Puisi Yerem B. Warat
Setelah semua pergi meninggalkanku
Kuambil pisau
Kubelah dadaku
Kuambil juga seluruh sisa hatiku
yang menyatu mati temani dia
Dalam dadaku selama ini
Karena takut
Jangan-jangan kubunuh diri
Cepat-cepat diambilnya sisa hatiku itu
Hati yang kujadikan lauk kami siang malam
Ia
Mengucap berkat atasnya
Lalu membagi-bagikannya kepada semua
Setelah diubahnya jadi roti
Di padang itu
Semut
Tikus, cicak
dan kutu kepinding semuanya kebagian
Tak berkehabisan lagi
Melihat mereka
yang berduyun-duyun saban hari
Mengantri roti tak berhabis itu
Semua yang tercecer dan tercerai-berai selama ini pun
Kembali menyatu
Serumah kami lagi
Hati
Penyatu
Tak habis terbagi
Istana Jiwa, 23 Juni 2020
Gambar oleh tolyaasch dari Pixabay |
Setelah semua pergi meninggalkanku
Kuambil pisau
Kubelah dadaku
Kuambil juga seluruh sisa hatiku
yang menyatu mati temani dia
Dalam dadaku selama ini
Karena takut
Jangan-jangan kubunuh diri
Cepat-cepat diambilnya sisa hatiku itu
Hati yang kujadikan lauk kami siang malam
Ia
Mengucap berkat atasnya
Lalu membagi-bagikannya kepada semua
Setelah diubahnya jadi roti
Di padang itu
Semut
Tikus, cicak
dan kutu kepinding semuanya kebagian
Tak berkehabisan lagi
Melihat mereka
yang berduyun-duyun saban hari
Mengantri roti tak berhabis itu
Semua yang tercecer dan tercerai-berai selama ini pun
Kembali menyatu
Serumah kami lagi
Hati
Penyatu
Tak habis terbagi
Istana Jiwa, 23 Juni 2020
Sayembara Listrik
Puisi Yerem B. Warat
Karena malu
Bahwa di era serba listrik ini
Lamanuna masih belum berlistrik
Maka pemangku adat seluruh Lembata
Mengadakan sayembara listrik
Di Lewoleba
Kota mati
Tak ada sepercik api pun
diperbolehkan meneranginya
Sebelum sayembara berakhir terang
Sayembara pun digelar
Setiap hadirin berantrian naik panggung
Menyampaikan pidato pengadaan listrik Lamanuna
Enam hari sayembara dalam gelap
Kota kelam
Akhirnya
Pada malam ketujuh sayembara itu
Naiklah Ketua De-pe-er-de ke atas panggung
Lengkap dengan pajeronya
Kentalan keringat rakyat di era corona itu
Begitu dihidupkannya lampu pajero
dan terang pun mengusir malam paling kelam itu
Bertitahlah ia dengan suara merendah
Inilah
Terang dari terang benar
yang mengalir dari rahim jiwaku
Ke Lamanuna kampung kecintaan satu Lembata
Lalu diam dia
Sediam Tuhanku
Di hadapan Pilatus dulu
Maka berdirilah bulu kuduk satu Lembata
Pemangku adat pun naik ke panggung
Mentakhtakan mahkota listrik Lamanuna
Ke atas kepala sang ketua
Sambil berkata
Inilah
Bupati Nurani Satu Lembata
Siapa berkotek sadar sendiri
Gong mendengung
Tanda Leluhur dan Lewotana pun
Merestui penganugerahan itu
Dalam gelap
Terlihat kelam
Istana Jiwa, 24 Juni 2020
Gambar oleh Colin Behrens dari Pixabay |
Karena malu
Bahwa di era serba listrik ini
Lamanuna masih belum berlistrik
Maka pemangku adat seluruh Lembata
Mengadakan sayembara listrik
Di Lewoleba
Kota mati
Tak ada sepercik api pun
diperbolehkan meneranginya
Sebelum sayembara berakhir terang
Sayembara pun digelar
Setiap hadirin berantrian naik panggung
Menyampaikan pidato pengadaan listrik Lamanuna
Enam hari sayembara dalam gelap
Kota kelam
Akhirnya
Pada malam ketujuh sayembara itu
Naiklah Ketua De-pe-er-de ke atas panggung
Lengkap dengan pajeronya
Kentalan keringat rakyat di era corona itu
Begitu dihidupkannya lampu pajero
dan terang pun mengusir malam paling kelam itu
Bertitahlah ia dengan suara merendah
Inilah
Terang dari terang benar
yang mengalir dari rahim jiwaku
Ke Lamanuna kampung kecintaan satu Lembata
Lalu diam dia
Sediam Tuhanku
Di hadapan Pilatus dulu
Maka berdirilah bulu kuduk satu Lembata
Pemangku adat pun naik ke panggung
Mentakhtakan mahkota listrik Lamanuna
Ke atas kepala sang ketua
Sambil berkata
Inilah
Bupati Nurani Satu Lembata
Siapa berkotek sadar sendiri
Gong mendengung
Tanda Leluhur dan Lewotana pun
Merestui penganugerahan itu
Dalam gelap
Terlihat kelam
Istana Jiwa, 24 Juni 2020
Sarjana
Puisi Yerem B. Warat
Supaya heboh
Semua dibalikkan
Manusia dikandangkan
Supaya menurut saja seperti kambing
Anjing dirumahkan jadi teman tidur
Gantikan pasangan yang lebih suka di luar rumah
Pagi tadi
Kulihat seorang bocah memeluk anjing
Begitu eratnya dan ketika kutanya
Ia bilang itu ayahnya yang lama tak pulang tiap malam
Hamburkan uang di meja judi dan mabuk narkoba
Ayahku
Rajin kerja
Lebih rajin lagi judinya
Maka para lajang sekampung ini pun
Sudah semua sarjana judi dan narkoba hasil gemblengannya
yang masih es-de pun
Sudah sarjana
Mau belajar?
Istana Jiwa, 20 Agustus 2020
Photo by Thgusstavo Santana from Pexels |
Supaya heboh
Semua dibalikkan
Manusia dikandangkan
Supaya menurut saja seperti kambing
Anjing dirumahkan jadi teman tidur
Gantikan pasangan yang lebih suka di luar rumah
Pagi tadi
Kulihat seorang bocah memeluk anjing
Begitu eratnya dan ketika kutanya
Ia bilang itu ayahnya yang lama tak pulang tiap malam
Hamburkan uang di meja judi dan mabuk narkoba
Ayahku
Rajin kerja
Lebih rajin lagi judinya
Maka para lajang sekampung ini pun
Sudah semua sarjana judi dan narkoba hasil gemblengannya
yang masih es-de pun
Sudah sarjana
Mau belajar?
Istana Jiwa, 20 Agustus 2020
Menanti Engkau
Puisi Yerem B. Warat
Di ladang
Di bawah rimis senjakala
Aku dan ayahmu terbungkuk-bungkuk
Dirundung rindangan rindu
Padamu
Dalam pondok tengah ladang kami berteduh
Dudu di balai-balai bambu
Tempat engkau kulahirkan
dan ayahmu dokter kita
Tegal kita tak berkaki ke puskesmas terdekat
Sembilu
Pemotong tali pusatmu
Memerihkan lambung berdua sekarang
Tegal kau tak pulang-pulang
Engkau
Buah setubuhan jiwa raga kami
Padi merunduk sayur layu di bawah rimis
Bagaimana bisa segar
Kalau kau yang tak pulang-pulang
Seladang
Rindu
Dari ladang rindu, 02 Juli 2020
Gambar oleh Peter H dari Pixabay |
Antologi corona 1
Di ladang
Di bawah rimis senjakala
Aku dan ayahmu terbungkuk-bungkuk
Dirundung rindangan rindu
Padamu
Dalam pondok tengah ladang kami berteduh
Dudu di balai-balai bambu
Tempat engkau kulahirkan
dan ayahmu dokter kita
Tegal kita tak berkaki ke puskesmas terdekat
Sembilu
Pemotong tali pusatmu
Memerihkan lambung berdua sekarang
Tegal kau tak pulang-pulang
Engkau
Buah setubuhan jiwa raga kami
Padi merunduk sayur layu di bawah rimis
Bagaimana bisa segar
Kalau kau yang tak pulang-pulang
Seladang
Rindu
Dari ladang rindu, 02 Juli 2020
Remora dan Hiu
Puisi Yerem B. Warat
Remora
Menahan hiu
Lalu menumpang pergi
Menjelajajahi lautan mahaluas
dengan menempel pada sisi kapal raksasa itu
Kapal
Tak terganggu
akan penumpang kecil segitu
dan membawanya pergi keliling dunia
Bagai engkau membawaku pergi
ke mana maumu
Engkau
Hiu pembawaku
Bagaimana gelisah lagi
Biarpun tempelan saja aku ini di sisimu
Mengisi perutku dengan remah-remah
yang jatuh dari pinggir
Bibirmu
Betapa senangnya aku ini
Walau begini
Kaubuatku
Istana Jiwa, 03 Juli 2020
Photo by Noah Munivez from Pexels |
Remora
Menahan hiu
Lalu menumpang pergi
Menjelajajahi lautan mahaluas
dengan menempel pada sisi kapal raksasa itu
Kapal
Tak terganggu
akan penumpang kecil segitu
dan membawanya pergi keliling dunia
Bagai engkau membawaku pergi
ke mana maumu
Engkau
Hiu pembawaku
Bagaimana gelisah lagi
Biarpun tempelan saja aku ini di sisimu
Mengisi perutku dengan remah-remah
yang jatuh dari pinggir
Bibirmu
Betapa senangnya aku ini
Walau begini
Kaubuatku
Istana Jiwa, 03 Juli 2020
Ke Pulau Adapandan
Puisi Yerem B. Warat
https://id.wikipedia.org/ |
Membaca Pandan Mingar <8>
Dari
Pulau Hilangpandan
Bumi berlayar membawa pergi para penumpang
Ke pulau Adapandan
Penyu-penyu
yang biasanya menitipkan telur di bawah pandan
Sesenggukan minta turut dalam pelayaran itu
Sebab pandan, pelindung bakal bayi-bayi mereka
Telah tiada digusur besi
Juragan
Turun ke pantai
Menampung jeritan meraka
Kami kecil
dan tak berarti bagimu lagi
Tapi anak-anak sekampung ini
Masih suka sekali menggali pasir di pantai Watan Raja ini
Mencari telur yang kami sembunyikan saban bulan
Di bawah pandan
Menemukan telur-telur sembunyian kami
Adalah pesta besar sekampung
Sekalipun sebutir
Serumah
Setelah tertampung semua aspirasi
Juragan menaikkan semua penyu serta telur-telur mereka
dan mengungsilah semua
Ke pulau Adapandan
Lembata
Pulau Hilangpandan
Tinggal dongeng malam-malam
dalam khayal dan igauan anak-cucu kami
Bila bulan bertengger di atas kampung
Bermahkota aurora isyarat penyu turun bertelur
Di pasir pantai itu dulu
Sekarang?
Pesta duka sekampung rindukan telur
Penyu-penyu sibuk sembunyi
Dalam cangkang
Sendiri
Dari Medan Jauh, 16 Juli 2020
Pulau Hilangpandan
Bumi berlayar membawa pergi para penumpang
Ke pulau Adapandan
Penyu-penyu
yang biasanya menitipkan telur di bawah pandan
Sesenggukan minta turut dalam pelayaran itu
Sebab pandan, pelindung bakal bayi-bayi mereka
Telah tiada digusur besi
Juragan
Turun ke pantai
Menampung jeritan meraka
Kami kecil
dan tak berarti bagimu lagi
Tapi anak-anak sekampung ini
Masih suka sekali menggali pasir di pantai Watan Raja ini
Mencari telur yang kami sembunyikan saban bulan
Di bawah pandan
Menemukan telur-telur sembunyian kami
Adalah pesta besar sekampung
Sekalipun sebutir
Serumah
Setelah tertampung semua aspirasi
Juragan menaikkan semua penyu serta telur-telur mereka
dan mengungsilah semua
Ke pulau Adapandan
Lembata
Pulau Hilangpandan
Tinggal dongeng malam-malam
dalam khayal dan igauan anak-cucu kami
Bila bulan bertengger di atas kampung
Bermahkota aurora isyarat penyu turun bertelur
Di pasir pantai itu dulu
Sekarang?
Pesta duka sekampung rindukan telur
Penyu-penyu sibuk sembunyi
Dalam cangkang
Sendiri
Dari Medan Jauh, 16 Juli 2020
Senin, 10 Mei 2021
Bangku Tempel
Puisi Yerem B. Warat
Tuhan
Penumpang
Penuh membeludak dalam bus ini
Namun aku nganggur
Tak ada yang menempatiku
Dua penumpang yang tak kebagian kursi
Tak duduk di atasku
Mereka malah menendangku
ke mana mau
Aku diam menikmati
Permainan asyik
Itu!
Ketika kendara hampir terbalik
Karena kondisi jalan yang rusak parah
Kedua mereka berebutan duduk
Di atasku
Aku diam juga
Menjunjung mereka yang berebutan duduki aku
Setelah tadi bergiliran mereka
Menendangku
Tuhan
Tempelan sajakah
Ladang Jiwa, 04 Agustus 2020
Flikr |
Tuhan
Penumpang
Penuh membeludak dalam bus ini
Namun aku nganggur
Tak ada yang menempatiku
Dua penumpang yang tak kebagian kursi
Tak duduk di atasku
Mereka malah menendangku
ke mana mau
Aku diam menikmati
Permainan asyik
Itu!
Ketika kendara hampir terbalik
Karena kondisi jalan yang rusak parah
Kedua mereka berebutan duduk
Di atasku
Aku diam juga
Menjunjung mereka yang berebutan duduki aku
Setelah tadi bergiliran mereka
Menendangku
Tuhan
Tempelan sajakah
Ladang Jiwa, 04 Agustus 2020
Dacing
Puisi Yerem B. Warat
Di pasar
Tukang timbang
Menggeser batu timbangan ke kiri, tengah, dan kanan
Mencari (-cari) kesetimbangan
Setelah pas
Transaksi pun dimulai
Tapi
Pas menurut siapa
Tanya timbangan dalam dada
Tukang timbang menimbang lagi
Pada dacing
Diri tertimbang
Istana Jiwa, 28 Agustus 2020
Gambar oleh Janine Bolon dari Pixabay |
Di pasar
Tukang timbang
Menggeser batu timbangan ke kiri, tengah, dan kanan
Mencari (-cari) kesetimbangan
Setelah pas
Transaksi pun dimulai
Tapi
Pas menurut siapa
Tanya timbangan dalam dada
Tukang timbang menimbang lagi
Pada dacing
Diri tertimbang
Istana Jiwa, 28 Agustus 2020
Rindu Padamu
Puisi Yerem B. Warat
Rindu padamu
Menuntun pulang burung-burung ke sarang
Sapi ke kandang, belut ke liang, tani ke ladang
Dewan ke rakyat
Uang ke kas
Perang
Damai
Aku
Padamu
Istana Jiwa, 07 September 2020
Photo by Kevin Blanzy from Pexels |
Rindu padamu
Menuntun pulang burung-burung ke sarang
Sapi ke kandang, belut ke liang, tani ke ladang
Dewan ke rakyat
Uang ke kas
Perang
Damai
Aku
Padamu
Istana Jiwa, 07 September 2020
Rusa dengan Luka di Belakang
Puisi Yerem B. Warat
Seekor rusa
Turun ke kali mencari air di celah batu
Sebelum lidah yang kehausan ditarik kembali
Bersama dengan air penyejuk kerongkongannya yang kersang
Ajing pencari air yang sama menggigitnya
Dari belakang
Rusa lari
Membawa luka di belakang
Lalat yang memang gila pada luka sembarang luka
Beterbangan keluar dari rimba sembunyian
Merubungnya
Rusa galau
Membawa luka di belakang
Menyelam menyembunyikannya
sampai ke dasar lautan
Pedih
Menggarami luka.
Rusa sabar
Sampai pulih luka di belakang
Membekaskan gambar sekuntum mawar
Mekar mengharumi hutan tadi pagi
Kupu aneka warna
Berdatangan menimba nektar
Di dasar kuntum
Luka itu
Nektar luka
Memabukkan kupu sealam
Istana Jiwa, 30 Juni 2020
Photo by Rudolf Kirchner from Pexels |
Seekor rusa
Turun ke kali mencari air di celah batu
Sebelum lidah yang kehausan ditarik kembali
Bersama dengan air penyejuk kerongkongannya yang kersang
Ajing pencari air yang sama menggigitnya
Dari belakang
Rusa lari
Membawa luka di belakang
Lalat yang memang gila pada luka sembarang luka
Beterbangan keluar dari rimba sembunyian
Merubungnya
Rusa galau
Membawa luka di belakang
Menyelam menyembunyikannya
sampai ke dasar lautan
Pedih
Menggarami luka.
Rusa sabar
Sampai pulih luka di belakang
Membekaskan gambar sekuntum mawar
Mekar mengharumi hutan tadi pagi
Kupu aneka warna
Berdatangan menimba nektar
Di dasar kuntum
Luka itu
Nektar luka
Memabukkan kupu sealam
Istana Jiwa, 30 Juni 2020
Singa Jantan
Puisi Yerem B. Warat
Rindu padamu
Tak tertampung rumah ini lagi
Sejak kau pergi pagi itu
Tanpa isyarat
Sekerdip
Lamunanku
Di hari-hari belakangan ini
Hanya terisi bauan kita
yang lengket basah pada bantal
Alas terakhir kita
Itulah
yang mengaduk-aduk ingatanku
Bila senja mulai memerahkan bibirnya
menjemput malam
Berlarut jauh ke dalam sana
Sedang daku menduda
Di rimba rindu
Singa jantan
Mendongak tinggi
Melolong sejadi-jadinya
Mencabik rabikkan rimba malam itu
Lengking runcing tajam tembusi langit
Menikam lambungmu untuk kutahu
Dari apakah hatimu terbuat
Hingga meninggalkan aku
Sampai begini
Singa
Menduda
Terhukum rindu
Sejak liangnya kaubawa pergi, Kasih
Istana Jiwa, 26 Juni 2020
Photo by Francesco Ungaro from Pexels |
Rindu padamu
Tak tertampung rumah ini lagi
Sejak kau pergi pagi itu
Tanpa isyarat
Sekerdip
Lamunanku
Di hari-hari belakangan ini
Hanya terisi bauan kita
yang lengket basah pada bantal
Alas terakhir kita
Itulah
yang mengaduk-aduk ingatanku
Bila senja mulai memerahkan bibirnya
menjemput malam
Berlarut jauh ke dalam sana
Sedang daku menduda
Di rimba rindu
Singa jantan
Mendongak tinggi
Melolong sejadi-jadinya
Mencabik rabikkan rimba malam itu
Lengking runcing tajam tembusi langit
Menikam lambungmu untuk kutahu
Dari apakah hatimu terbuat
Hingga meninggalkan aku
Sampai begini
Singa
Menduda
Terhukum rindu
Sejak liangnya kaubawa pergi, Kasih
Istana Jiwa, 26 Juni 2020
Minggu, 09 Mei 2021
Bayi Nurani
Puisi Yerem B. Warat
Di pangkal hari
Aku duduk memerhatikan embun
Turun dari luka lambung langit
yang tertusuk
Dahaga
Daun
Juluran lidah pohon
Menadah-nadah sejak subuh
Sampai begini
Embun yang turun ke daun
Terasa basah lidahku
Ditetesi susu
Ibuku
Kerinduan
Image by Geri Art from Pixabay |
Di pangkal hari
Aku duduk memerhatikan embun
Turun dari luka lambung langit
yang tertusuk
Dahaga
Daun
Juluran lidah pohon
Menadah-nadah sejak subuh
Sampai begini
Embun yang turun ke daun
Terasa basah lidahku
Ditetesi susu
Ibuku
Kerinduan
Bayi nurani
Malam jauh, 10 Mei 2021
Malam jauh, 10 Mei 2021