Photo by bishop tamrakar from Pexels |
Pagi cerah menjelang
Sengat matahari nembus kaca jendela
Ku terbangun menggeliat,
Tidurku terganggu oleh panasnya mentari
Lenyap pempek lenjer dalam mimpi
Rasa badan enggan berdiri
Karena sampai pagi kubegadang lagi
Jadwal tidur terus berganti
Sesuai aktivitas yang menepi.
Tapi perut telah lapar lagi.
Mata enggan menutup meski telah larut.
Siang telah terhempas merana
PSBB menutup kota kami
Hilang sudah mimpi tadi
Nikmati pempek lenjer di pagi hari.
Berjalan hanya antara kamar dan dapur,
Sejenak duduk di ruang tamu,
Sejauh bisa di pelataran rumah
Sembari berjemur badan menghangat
Menjaga sehat bagi raga
Terduduk aku di pinggir ranjang,
Menatap kaki telanjang
Hendak ke mana gerangan hari ini?
Akankah hanya sebatas pagar rumah lagi?
Betapa bosan hidup hanya di sini
Meski kucoba berbagai kreasi
Rindu sepenggal obrolan
Bersama sobat duduk rehat
Nikmati pempek lenjer pagi
Kapan kan berakhir
Aku rindu pempek lenjer
Di samping Benteng Kuto Besak
Tempat biasa kami berbagi
Pengalaman hari-hari dijalani.
Palembang lewat dini hari, 21-04-2020, 0:21
Tidak berhasil dapat gambar Ibu. Kalau mau pakai ilustrasi untuk puisi ini, terpaksa Ibu harus ambil foto sendiri nanti di bukunya.
BalasHapusIni bagus e..ga usah yang lain..
BalasHapusItu bukan pempek, itu makanan dari bangladesh
HapusMpek-mpeknya membuat saya lapar, Ibu.. hehe
BalasHapusSelamat Hari Kartini, Bu.
Halo bu Lusia..selamat pesta ya untuk kita..mari kita buka lebih jalan menuju emansipasi..
HapusSelamat pesta juga bu..mari kita buka pintu lebih luas lagi jntuk jalan emansipasi
HapusHidup peyeum! 💪💪
HapusOh..kagek ku cari dulu pak
BalasHapusCireeng
BalasHapusHa ha ya kang Manut..
BalasHapus