Kamis, 09 April 2020

“1001” Cara Menumbuhkan Literasi di SD Nasional KPS Balikpapan

Artikel Pendidikan oleh Tutwuri Yuliarti, M.Pd.*
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) saat ini telah dicanangkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Gerakan ini merupakan upaya yang melibatkan semua warga sekolah, orang tua (keluarga), dan masyarakat sebagai komponen trilogi pendidikan dalam membudayakan literasi.
Tujuan GLS adalah untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajar agar warga sekolah mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan dapat memenuhi perannya di era teknologi informasi (Kemdikbud, 2015).
Roger Farr (Apandi, 2016: xi) mengatakan bahwa jantung pendidikan adalah membaca. Tanpa membaca, pendidikan akan mati. Sebagai bangsa yang mulai berkembang, Indonesia harus membudayakan membaca kepada warganya. Gerakan literasi ini harus segera diimplementasikan di sekolah, masyarakat, dan keluarga. Untuk itulah, Kemdikbud mencanangkan gerakan literasi sejak tahun 2015.
Peran sekolah dalam menyosialisasikan program pemerintah ini sangat penting. Sebagai tempat belajar anak-anak, sekolah harus mempunyai program membaca. Sekolah perlu membuat program literasi yang inovatif dan kreatif untuk menumbuhkan minat literasi siswa. Hal ini dilakukan agar siswa lebih tertarik pada kegiatan literasi. Diharapkan pula, budaya literasi akan mengakar dalam kehidupan siswa.
Masalah
Fakta yang terjadi di SD Nasional KPS Balikpapan menunjukkan bahwa minat membaca siswa masih sangat kurang. Saat istirahat sekolah, siswa lebih banyak mengisi waktu dengan bercanda yang berlebihan bersama teman-teman, duduk-duduk tanpa aktivitas, dan bermain di kelas. Sering kali terjadi kecelakaan kecil akibat anak-anak bermain yang terlalu berlebihan, misalnya kening siswa terbentur tiang kayu, mulut siswa berdarah karena jatuh saat lari-lari dikejar temannya, atau tangan siswa terjepit pintu kelas.
Berdasarkan pendapat Thornburg (Apandi,2016), siswa usia SD memang masa yang sedang berkembang, sehingga tidak diragukan lagi keberaniannya menghadapi tantangan. Pernyataan tersebut menggambarkan kondisi siswa-siswa di sekolah yang rata-rata sangat aktif, baik di kelas maupun di luar kelas. Berikut data kasus siswa dalam catatan guru piket yang terjadi akibat bermain yang terlalu berlebihan.
Fakta lainnya menunjukkan informasi dari angket yang diisi siswa mengenai kebiasaan membaca dengan sampel siswa dari kelas III sampai kelas VI yang berjumlah 340 siswa.
Angket Siswa
Nama : ___________
Kelas : ___________
Tanggapilah pertanyaan berikut dengan menyilang pilihan jawaban!
  1. Kegiatan apa yang kamu lakukan saat libur sekolah?
    1. membaca buku
    2. menonton
    3. bermain gadget
    4. olahraga
  1. Dalam waktu satu bulan, berapa buku yang telah kamu baca?
    1. 1 buku
    2. 2 buku
    3. 3 buku
    4. tidak pernah
  1. Apakah orang tuamu sering mengajakmu ke toko buku saat liburan?
    1. sering
    2. jarang
    3. tidak pernah
Berikut diagram batang hasil angket siswa


Diagram 1. Kegiatan yang dilakukan saat libur


Diagram 2. Jumlah buku yang dibaca dalam 1 bulan


Diagram 3. Frekuensi kunjungan ke toko buku
Berdasarkan hasil diagram 1, kegiatan yang anak-anak lakukan saat libur yaitu lebih banyak menonton dan bermain gadget. Pilihan membaca hanya dipilih beberapa anak. Berdasarkan hal ini, tampak bahwa minat siswa pada kegiatan membaca masih sangat kurang. Anak-anak yang hidup pada era teknologi saat ini mulai ketagihan pada gadget.
Berdasarkan hasil diagram 2, kebiasaan siswa yang kurang membaca menyebabkan jumlah buku yang dibaca siswa sangat kurang. Secara umum, siswa membaca satu buku setiap bulannya. Bahkan, ada juga siswa yang tidak pernah menargetkan harus membaca satu buku setiap bulannya.
Berdasarkan hasil diagram 3, frekuensi siswa pergi ke toko buku tergolong jarang. Sebagian besar orang tua siswa jarang mengajak siswa ke toko buku. Tampaknya, peran orang tua untuk mengembangkan literasi di rumah masih sangat kurang. Keluarga sebagai unit terkecil dari organisasi masyarakat belum menjadi pelopor gerakan literasi di rumah.
Saat akhir pekan, orang tua lebih sering membiarkan anak-anaknya bermain gadget seharian agar tidak mengganggu pekerjaan mereka. Orang tua juga tidak menjadikan toko buku sebagai tujuan utama. Penyediaan buku-buku di rumah juga masih sangat minim. Kebiasaan anak-anak di lingkungan rumah yang kurang berinteraksi dengan buku-buku menyebabkan mereka enggan pula berinteraksi dengan buku-buku saat berada di sekolah.
Pembahasan dan solusi
Setelah mengevaluasi latar belakang masalah penyebab rendahnya minat baca siswa serta masukan hasil musyawarah guru, SD Nasional KPS Balikpapan segera bersiap untuk melaksanakan GLS. Program literasi yang disusun bertujuan untuk mengisi waktu luang siswa dengan kegiatan literasi.
Kepala sekolah lantas membentuk tim literasi. Tim yang dibentuk kepala sekolah terdiri dari empat guru. Saya sendiri turut menjadi anggota tim. Tugas tim ini adalah menyusun program literasi untuk siswa dari kelas I sampai kelas VI.
Berikut ini merupakan “1001” cara yang dilakukan SD Nasional KPS untuk mengisi waktu siswa dengan kegiatan literasi.
  1. Lingkungan sekolah berbasis literasi
Lingkungan SD Nasional KPS dilengkapi dengan tampilan literasi. Untuk mewujudkan lingkungan yang berbasis literasi, setiap sudut sekolah dipenuhi dengan media literasi dengan harapan agar ke mana pun dan di mana pun siswa berada, mereka selalu membaca dan memahami tulisan yang ada di sekitarnya. Gambar maupun tulisan di sekitar siswa merupakan media untuk belajar. Beberapa hal yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
  1. Memajang foto kegiatan pembelajaran siswa, prestasi siswa, guru, dan sekolah di koridor sekolah.
    (Dokumentasi SD Nasional KPS)
    Foto kegiatan siswa dipajang di depan pintu masuk.

    (Dokumentasi SD Nasional KPS)
    Prestasi siswa, guru, dan sekolah dipajang di koridor kelas.
  2. Dinding kelas dihiasi dengan karya-karya siswa
    (Dokumentasi SD Nasional KPS)
    Hasil karya siswa dipajang di kelas.
  3. Memasang poster-poster motivasi di koridor kelas.
    (Dokumentasi SD Nasional KPS)

    Poster berisi kata-kata motivasi dipasang di koridor kelas.
    1. Raja dan Ratu Perpustakaan
      Pemilihan Raja dan Ratu Perpustakaan dilakukan setiap akhir tahun pelajaran. Siswa yang terpilih sebagai Raja dan Ratu Perpustakaan adalah siswa yang frekuensi kunjungan ke perpustakaan paling banyak sekaligus frekuensi meminjam buku paling sering. Siswa yang terpilih diberi mahkota sebagai simbol raja dan ratu.
      Agar siswa yang terpilih sebagai Raja dan Ratu Perpustakaan semakin gemar membaca, maka reward yang diberikan berupa buku-buku bacaan. Tugas siswa yang terpilih menjadi Raja dan Ratu Perpustakaan adalah mempromosikan kegiatan dan buku-buku baru yang ada di perpustakaan.
      Pada saat istirahat, Raja dan Ratu Perpustakaan berbaur bersama teman-teman sekaligus mengajak mereka untuk berkunjung ke perpustakaan. Dengan adanya ajakan dari Raja dan Ratu Perpustakaan, siswa tidak merasa malu atau segan mengikuti atau menolak ajakan temannya, karena usia mereka sepadan.
      Selama ini pengaruh Raja dan Ratu Perpustakaan sangat terasa. Setiap hari ada banyak siswa yang berkunjung ke perpustakaan.

      (Dokumentasi SD Nasional KPS)
      Pemilihan Raja dan Ratu Perpustakaan tahun pelajaran 2014/2015.

      (Dokumentasi SD Nasional KPS)
      Pemilihan Raja dan Ratu Perpustakaan tahun pelajaran 2015/2016.
    2. Pojok literasi di setiap kelas
      Setiap kelas dilengkapi dengan rak buku untuk pojok literasi. Posisi rak buku diatur semenarik mungkin. Buku-buku yang ada di kelas berasal dari sumbangan siswa di masing-masing kelas. Jenis buku yang ada cukup beragam, misalnya cerpen, ensiklopedi, dan kamus. Setiap selesai membaca, siswa dibiasakan untuk disiplin menata kembali buku-buku tersebut. Saat istirahat, siswa bisa mengisi waktu dengan membaca di kelas.

      (Dokumentasi SD Nasional KPS)
      Siswa bisa membaca di kelas saat istirahat.
    3. Jurnal membaca di kelas
      Kegiatan literasi dilaksanakan 15 menit sebelum proses belajar dimulai. Buku yang dibaca siswa diatur sesuai program, yakni minggu bebas dan minggu cerpen. Minggu bebas artinya buku yang dibaca siswa selama satu minggu adalah buku sesuai kesukaan siswa. Sedangkan minggu cerpen artinya bacaan siswa yang dibaca selama satu minggu adalah cerita pendek.
      Tagihan setelah siswa membaca adalah mengisi jurnal membaca pada buku literasi. Kegiatan juga diselingi dengan siswa membacakan jurnal hasil membacanya.

      (Dokumentasi SD Nasional KPS)
      Siswa menuliskan jurnal membaca dalam buku literasi dan diari karakter.
    4. Fasilitas perpustakaan
      Perpustakaan SD Nasional KPS ditata sedemikian rupa dan senyaman mungkin agar siswa tertarik berkunjung ke perpustakaan. Sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan di perpustakaan dilengkapi oleh pihak sekolah. Perpustakaan dilengkapi dengan jenis tempat duduk yang berbeda, yakni sofa, lesehan, dan meja. Siswa bisa memilih posisi membaca yang nyaman sesuai keinginan mereka.
      Selain itu, perpustakaan juga dilengkapi televisi untuk menonton film-film edukatif (setiap hari Jumat). Setiap satu minggu sekali, informasi mengenai film edukatif yang akan ditayangkan lebih dulu diinformasikan di papan informasi.
      Buku-buku di perpustakaan juga selalu diperbarui setiap enam tahun sekali. Dalam hal pelayanan sirkulasi peminjaman buku, perpustakaan SD Nasional KPS sudah menggunakan layanan elektronik. Petugas perpustakaan memindai barcode dari buku-buku yang dipinjam. Dengan layanan elektronik seperti ini, sirkulasi peminjaman dan pengembalian buku menjadi lebih cepat dan mudah.

      (Dokumentasi SD Nasional KPS)
      Area membaca dengan duduk di sofa ini paling digemari siswa.

      (Dokumentasi SD Nasional KPS)
      Area karpet untuk membaca sambil lesehan.

      (Dokumentasi SD Nasional KPS)
      Papan pengumuman selalu di-update informasinya agar siswa tertarik membaca buku-buku yang ada di perpustakaan.

      (Dokumentasi SD Nasional KPS)
      Setiap seminggu sekali perpustakaan memutar film edukatif untuk menarik minat siswa berkunjung ke perpustakaan.
    5. Membaca massal
Setiap hari Kamis merupakan jadwal literasi agama. Pada jam pertama, semua siswa berkumpul di pendapa sekolah untuk membaca Asmaul Husna dan hafalan arti surah Al Fatihah. Kegiatan membaca Asmaul Husna diiringi dengan permainan alat musik kohan, gitar, dan hadrah.


(Dokumentasi SD Nasional KPS)
Siswa membaca Asmaul Husna.
Kesimpulan dan harapan
“1001” cara membudayakan literasi yang telah dilaksanakan oleh sekolah SD Nasional KPS Balikpapan merupakan langkah-langkah inovatif dan kreatif. Hal ini merupakan usaha untuk menumbuhkan minat literasi siswa. Program literasi mulai diwujudkan menjadi sebuah gerakan massal. Untuk itu, dukungan dari seluruh warga sekolah, baik itu siswa, guru, maupun karyawan sekolah, sangat diperlukan.
Program-program literasi yang digagas dalam “1001” cara membudayakan literasi juga ditunjang oleh sistem. Dana pendidikan juga dialokasikan untuk penyediaan sarana dan prasarana. Dana yang dialokasikan diwujudkan untuk pengadaan rak-rak buku untuk pojok literasi, menambah sarana di perpustakaan, serta program literasi yang lain.
“1001” cara yang ditempuh untuk membangkitkan budaya literasi di sekolah sudah mulai menampakkan hasil. Siswa mulai terbiasa dengan program-program literasi yang dilaksanakan setiap hari, misalnya siswa akan menanyakan apabila jadwal jurnal membaca tidak dilaksanakan. Demikian juga siswa akan bertanya mengapa hari ini tidak ada membaca massal. Permintaan siswa ini merupakan bukti jika budaya literasi yang digagas oleh sekolah telah menjadi kebiasaan bagi siswa.
Budaya literasi yang mulai tumbuh di kalangan siswa ini merupakan hasil yang sangat menggembirakan. Namun, pihak sekolah akan terus melakukan langkah-langkah inovatif dan kreatif untuk selalu menumbuhkan budaya literasi di kalangan siswa. Semangat dan kecintaan siswa pada literasi akan selalu dijaga agar tidak padam.
Saya berharap, budaya literasi yang sudah mulai tumbuh dalam diri siswa yang cinta buku akan menular kepada teman-teman yang belum tumbuh kecintaannya pada buku. Pengaruh kebiasaan literasi akan cepat meluas apabila jumlah siswa yang cinta literasi lebih banyak. Apabila ekosistem gemar literasi ini sudah terwujud, maka budaya literasi akan mengakar dengan kuat.
Daftar Pustaka
Bangsa Indonesia Malas Membaca Buku. http://www.kompasiana.com/nuru/bangsa-indonesia-malas-membaca-buku_551ao427813311fc7c9de0d0
Idris, Apandi. 2016. Literasi atau Mati. Bandung: Lekkas
Kemdikbud. 2016. Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Jakarta: Kemdikbud

Tutwuri Yuliarti, M.Pd.
Lahir di Malang, 7 Juli 1982. Anak kelima dari bersaudara dari pasangan Rosiyan Kasian Arif dan Puji Astutik. Menikah dengan Abdul Hamid Sudiyono pada tahun 2008. Dikaruniai dua orang anak , yaitu Alif Hafidzuddhin Arsyad dan Adiba Silmi Kaffah. Pendidikan formal ditempuh di SDN 1 Mangunrejo Kepanjen melanjutkan ke SMPN 4 Kepanjen lalu ke SMAN 1 Kepanjen. Pendidikan S-1 ditempuh di Universitas Negeri Malang pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan melanjutkan S-2 di jurusan Pendidikan Dasar di Unesa Surabaya. Setelah lulus S-1 bekerja sebagai guru di SD Nasional KPS Balikpapan sejak 2007 sampai sekarang.


Tulisan ini diambil dari buku Manajemen Ta’an To’u Meneroka Sempena #3 Kumpulan Artikel Pendidikan halaman 98-110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar