Ke-24 guru yang hadir dalam acara ini adalah guru yang "tidak perlu diomelin orang-orang, karena sudah mengomelin diri sendiri" untuk belajar.
Dari ke-24 guru yang hadir sudah terkumpul pengalaman mengajar lebih dari 200 tahun. Pertanyaannya: sudah berapa anak yang sudah terpengaruh, baik ke arah baik maupun ke arah yang kurang baik.
Kalau dampak ke arah yang baik itu jelas dilakukan secara sengaja oleh guru. Guru itu tidak ada yang berniat melakukan sesuatu yang tidak baik kepada muridnya. Tetapi justru persoalannya ada pada yang tidak sengaja, yang bawah sadar. Nggak sengaja karena aslinya yang keluar. Aslinya judes, meskipun di depan pengawas sangat baik, ya keluar aslinya yang judes. Aslinya males, ya keluar aslinya males. Kenapa? Karena jadi pendidik ndak pernah bisa pura-pura. Jadi pendidik ndak pernah punya kesempatan untuk pura-pura. Sedikit pun tidak bisa. Kita yang biasa ngomong bergumam, meskipun kalau disupervisi berusaha dikeras-kerasken, ya akan keluar aslinya kalau ngomong hanya bergumam. Guru yang males ngomong. Di kelas kok males ngomong? Ada. Banyak guru yang males ngomong. Senengnya, "Anak-anak, coba lihat tugas kemarin yang halaman berapa? Hari ini tugas yang harus kalian kerjakan halaman 15. Cara ngerjainnya di situ ada contohnya." Dan guru yang kayak gitu adalah pembunuh kehidupan.
Secara tidak sengaja. Kenapa tidak sengaja? Karena ketika mengawali profesi sebagai pendidik, tidak ditekankan bahwa hal itu merupakan bagian penting dalam mendidik. Sehingga dalam situasi-situasi atau kondisi-kondisi atau posisi-posisi tertentu aslinya keluar semua. Bahkan sampai ada guru yang suka mengungkapkan kata-kata yang kurang tepat kepada rekannya. Dan banyak yang menganggap kalau itu tidak kepada muridnya hal itu tidak apa-apa. Padahal, ruhnya guru itu ada dalam dirinya, dalam tingkah lakunya kepada siapa pun.
Maka di sesi ini Bu Itje hanya akan bicara mengenai revitalisasi. Revitalisasi itu tidak pernah bisa dari orang lain. Orang lain hanya membukakan jalan untuk berpikir bagaimana saya merevitalisasi diri. Karena revitalisasi diri itu menyangkut banyak hal. Berbagai literatur mengatakan bahwa, "Teaching is the most complicated business in the world." Mengajar itu adalah urusan yang paling menjelimet di dunia. Jadi kalau ada guru enteng, itu saya kagum, karena betapa teganya dia membiarkan anak-anak, karena mengajar adalah sebuah urusan yang pelik. Kelas A dan Kelas B, bisa tidak kita persis melakukan hal yang sama? Tidak akan pernah bisa. Karena karakter di Kelas A dan Kelas B berbeda. Jelas karakter antar individu berbeda, tetapi sebagai kelompok pun itu atmosfernya lain.
Nah hal-hal seperti ini harus menjadi bagian pemikiran utama setiap seorang guru.
Nah sampai di sini masih OK? Masih setuju? Masih nyambung? Masih bisa dipikirin? Karena kalau mendengarkan apa-apa sudah tidak bisa dipikirim berarti sudah males mendengarkan. Termasuk anak-anak kita.
Anak-anak di kelas? Sering kali, gurunya, eye contact tidak ada. Suaranya tidak bervariasi. Anak-anak tidak mendengarkan katanya salah anak-anak. Halo! BUKAN, mohon maaf. Itu adalah gurunya yang belum bisa membuat anaknya nggak malas. Lo kok gitu sih? Hiya! Karena sebenarnya setiap anak itu ingin belajar.
Jadi di dalam kelas anak-anak butuh guru yang membuat mereka merasa ingin belajar. Perhatikan: anak-anak membutuhkan guru yang membuat mereka kepingin belajar. Bukan kepingin bisa. Karena apa yang dibisai anak-anak pada saat di sekolah itu belum tentu yang dipikirkan kalau dalam proses mengajar anak-anak tidak diajak mengolah informasi itu. Cuman dikasih, disuruh menghafalkan, menjawab soal.
Ini kemudian kita melihat dampaknya kepada Indonesia secara keseluruhan, mencermati hasil evaluasi secara internasional, karena proses di kelas kita adalah proses yang tidak mengajak berpikir.
Baca selanjutnya!
Laporan acara:
- Lokakarya Penulisan Artikel Pendidikan dengan tema: Pendidik Masa Depan
- Tuliskan Satu Kata tentang Diri Anda!
- Pertanyaan Awal Fasilitator
- Mengajukan Pertanyaan yang Menghasilkan Pesan
- Fakta atau Opini
- Apa Keinginan dan Kebutuhan Peserta Didik Kita?
- Siapa yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan lingkungan belajar?
- Sebagai Pendidik, saya ...
- Standar Kompetensi Guru
- Tantangan Abad 21 v.s. Kurikulum
- PISA dan Dilema Kebijakan Sekolah di Indonesia
- Mengubah mindset: refleksi terus-menerus sudahkah kita menjadi model pembelajaran?
- Ajari Anak Didik untuk Bertanya
- Galeri Foto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar