Senin, 13 Maret 2017

Ajari Anak Didik untuk Bertanya

Catatan peserta lokakarya Temu Kangun 11 03 2017
oleh Ibu Yulia Loekito

Ibu Yulia Loekito

Carilah beberapa potongan gambar yang menurut Anda bermakna. Kemudian tantang diri Anda sendiri untuk membuat PERTANYAAN atas gambar tersebut. Bisakah Anda membuat pertanyaan yang kritis dan bermakna? Bisakah Anda menggali apakah sebenarmya konteks dari gambar tersebut? Pada akhirnya apakah pertanyaan yang Anda ungkapkan memungkinkan Anda menangkap pesan yang ingin disampaikan gambar tersebut?

Kalau kita mau jujur pada diri sendiri, kegiatan itu tidaklah mudah. Salah satu sebabnya mungkin karena kita tidak terbiasa. Tidak terbiasa berpikir kritis. Kenapa? Barangkali karena selama kita bersekolah kita memang belum banyak atau bahkan belum pernah dibelajarkan untuk berpikir kritis. Kita hanya disodori potongan-potongan informasi yamg suka kita telan mentah-mentah (hapalan-hapalan bisa jadi salah satu contohnya). Selama bersekolah kita tak banyak belajar untuk memecahkan persoalan, kita hanya mengerjakan catatan, ualngan, dan ujian. Selama bersekolah kita tak banyak diberi kesempatan untuk bereksplorasi.

Lalu "kita" yang "itu" sekarang menjadi Guru.

Maka sungguh perlu kita mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan penting berikut ini.
Sudahkan kita memberi banyak kesempatan bagi siswa untuk bertanya?

Kita boleh jawab dengan jujur, seberapa sering sih anak-anak di kelas itu bertanya ketimbang menjawab?

Sudah bisakah kita membimbing mereka untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang bermakna?
Sudah bisakah kita menyuguhkan pesan bermakna yang kontekstual pada pelajaran-pelajaran yang kita bawakan di dalam kelas? Ataukah masih sebatas potongan informasi tak bermakna?

"Karena dalam hidup ini, untuk satu pertanyaan, akan ada banyak pilihan jawaban. Namun, kemampuan bertanya adalah bekal anak untuk bisa bereksplorasi secara mandiri kelak," begitu tutur Bu Itje lugas.

Kenyataan dan kejujuran biasanya memang tak terlalu manis rupanya. Namun, pahit biasanya adalah bahan bakar terbaik untuk perubahan.

Mari kita merenungkan pertanyaan-pertanyaan di atas. Lalu lakukan sesuatu untuk anak-anak. Untuk siapkan bekal yang cukup buat mereka kelak.bisa jadi dewasa yang mampu "berpikir."

Kalau itu saya, mungkin saya akan memulai dengan menjawab pertanyaan anak dengan pertanyaan lain.
Tentang Srikaya
"Bu, ini apa?"
"Menurutmu?"
"Ini buah."
"Oh ya, betul. Ini memang buah. Kira-kira rasanya apa, ya?
"Hmm... aku belum pernah makan, Bu."
"Kamu mau mencicipi?"
"Mau. Oh rasanya, manis. Tapi banyak.bijinya."
"Enak ya? Kamu suka?"
"Suka. Di mana belinya, Bu?"
"Di pasar."
"Pasar mana, Bu?"
"Pasar Condong Catur. Kamu mau beli?"
" Iya mau. Tapi gimana ya, Bu bilangnya?"
"Kamu harus cari tahu nama buah itu dulu kan?"
"Oh, iya ya."
" Kayaknya di buku ini ada keterangan tentang macam-macam buah. Kamu mau membaca?"
"Mau! Oh ini dia, Bu. Namanya Srikaya."
...
Kenapa harus repot bicara panjang lebar, padahal segala sesuatu bisa jadi mudah dan aederhana kalau kita langsung jawab saja, "Srikaya."
Karena kita sedang mengajari murid kita berpikir untuk bisa bertanya sehingga ia punya bekal untuk banyak bereksplorasi di dunia yang kian tidak mudah didiami ini.

Sumber: slide ke -2 dari Presentasi Ibu Itje Chodidjah



Baca juga:
Tuliskan Satu Kata tentang Diri Anda!
Pertanyaan Awal Fasilitator
Ajari Anak Didik untuk Bertanya
Mengajukan Pertanyaan yang Menghasilkan Pesan
Galeri Foto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar