Praktik mengguru pernah ditelanjangi dengan sangat terbuka tanpa tedeng aling-aling oleh Bapak Rai Sujaya dalam tulisannya yang berjudul "Guru Mendidik dan Mengajar, Yang Mana?" dalam buku Kapur & Papan Kumpulan Kisah Pengalaman Guru yang Jujur dan Menggugah.
Jujur Ibu Bapak, ketika harus memilih, (1) anak dari keluarga baik-baik, kaya lagi, tampan, cerdas, pintar, baik hati, penuh pengertian, atau (2) bermasalah, nakal, hampir tidak pernah melakukan yang benar, pembuat onar. Mana yang Ibu Bapak pilih?
Situasi yang kedua itulah yang dihadapi Ibu Udayati. Bukan saja ia berhadapan dengan anak yang menjengkelkan, tetapi juga ancaman orang tua murid lain yang akan menarik anaknya dari sekolah itu seandainya si pembuat onar masih ada di sekolah itu. Apa yang akan Ibu Bapak lakukan ketika berhadapan dengan situasi yang sama?
Jalan paling gampang tentu saja mengeluarkan anak nakal itu. Tetapi kondisi anak ini justru menghunjamkan serangan tepat di titik hati tempat panggilan keguruan itu berada. Ibu Udayati memilih menyelamatkan si anak jahanam, meski ia tidak bisa menemukan sesuatu yang bisa digenggam untuk meyakinkan pilihannya, dengan risiko yang sudah sangat jelas menanti kegagalannya.
Seorang pendidik memang harus menjadi guru untuk muridnya, seperti yang ingin dikatakan oleh buku tulisan Bapak St Kartono. Di sini juga Ibu Udayati memilih menjadi guru untuk muridnya, murid yang tersingkirkan, murid yang tiada memberikan seberkas pun harapan. Seorang pendidik berani mengambil risiko bahkan yang paling menakutkan sekali pun, termasuk ancaman orang tua.
Kisah ini mengingatkan kita, para guru, bahwa tugas kita adalah membaikkan yang belum baik, memintarkan yang belum pintar, menyantun yang memerlukan kasih, mengayakan yang belum kaya. Bukan memilih anak yang sudah pintar, yang sudah baik, yang sudah santun.
Dan ... pilihan Ibu Udayati ternyata tidaklah sia-sia. Apa yang dilakukannya dan bagaimana akhir kisahnya, baca saja tulisannya berjudul "Menggantikan Cinta yang Hilang" dalam buku Cinta Sang Guru.
Saya sangat terkesan dengan kisah Ibu Udayati. Seorang guru yang memilih anak didik yang jahanam. Tulisannya akan saya cari terus. Keep writing Ibu Udayati.
BalasHapusbenar sekali
Hapusguru yang "menyelamatkan."
BalasHapusmemilih melakukan yang benar kadang butuh keberanian besar
HapusCerita yang sangat menggugah hati, secara manusiawi mungkin kita akan memilih siswa yg cerdas dan pintar daripada harus sibuk mengurus anak yang malas :)
BalasHapushidup adalah tentang memilih yang benar
Hapus