Kisah Inspiratif Guru oleh FX. Suparta
Photo by Ummy Ummy from Pexels |
Wanita beruban bangun dari tidurnya. Pukul 22.30, wanita yang akrab dipanggil emak oleh anaknya, menyodorkan dua keping kue dan secangkir teh. “Minumlah, mumpung masih hangat!”
Lelaki muda, anak kedua tersenyum menatap ibunya, sejenak kemudian ia menatap lagi huruf demi huruf referensi tugas akhir kesarjanaannya. Tiga langkah dari mereka, wanita hemat bicara, yang tidak mengenyam bangku sekolah, setia menemaninya. Hari menunjukkan pukul 23.00, batang leher si Emak, tidak kuasa lagi menahan kepalanya. Rasa lelah kerja fisik seharian telah menderanya. Si Emak menyerah dalam dekapan malam.
Yang diberikan emak adalah kue kering yang biasa dimakan anak-anaknya setiap hari, yang dibeli dari warung sebelah. Namun, yang dilakukan emak malam itu, memperpanjang jam belajar anaknya. Bukan alasan pertama, nikmatnya kue dan sedapnya teh yang memotivasinya. Hati keibuan yang lebih kuat dari kelelahan raga si Emak, telah membangun kesadarannya. “Aku tidak boleh menyerah dan tugas mesti harus diselesaikan!” bisik anaknya dalam hati.
Kue dan teh hangat, bagi lelaki muda adalah peristiwa kecil yang menunjukkan cinta ibu kepada anaknya. Keberadaan ibu sebagai single parent yang membanting tulang tanpa menghitung waktu adalah cinta yang tidak dapat ditebus dengan apa pun. Wanita perkasa telah membesarkan ketiga anak sepeninggal suaminya dan bertahan dalam kesendiriannya hingga anak-anaknya meraih mimpi.
“Nak, kalian harus banyak belajar, berhemat, dan membantu ibu.” Itulah cara sederhana mendidik ketiga anak-anaknya ketika masih ingusan. Perjalanan tidak mudah, dan dalam keadaan tidak pasti, si Emak dibantu anaknya mencari dan menemukan cahaya rezeki-Nya.
“Nak, kamu harus mandiri,” katanya kepada anak kedua. Dalam perjalanannya, si Emak menanggung beban yang nyaris tidak tertanggungkan. Menantikan anaknya diwisuda semakin menambah panjang waktu yang berputar di benaknya. Dua petak sawah peninggalan suami, tidaklah cukup untuk biaya sekolah anaknya. Ketika semua itu harus digadai, sang Emak harus menutup lubang-lubang menganga untuk kebutuhan hidupnya.
Lelaki muda menemukan nasibnya. Menjadi guru, sarjana, dan kepala sekolah adalah berkat doa dan perjuangan emaknya. Sebagai rasa terima kasih dan penghormatannya, ia membawa kisah kue dan teh pada pleno tahunan yang dihadiri ratusan wali murid yang sebagian besar kaum ibu. Wajah mereka bersinar dan tatapan mereka lurus ke depan.
Di antara mereka bertanya, “Apakah bapak juga membuatkan minum putra bapak ketika sedang belajar?” Jawabnya, “ Saudara, yang dilakukan ibu, bukan sekadar urusan kue dan teh. Ibu telah mengalahkan diri agar kami memenangkan masa depan. Sebagai anak, saya meneladani sikapnya dan menerapkannya dalam keluarga, meskipun dengan cara berbeda. Ibu telah bersikap tepat di malam itu. Meneladani itu, saya mencoba memberi sesuatu yang dibutuhkan anak agar mereka berkembang sesuai usianya.”
Sang pemberi kue telah berpulang. Wanita yang telah bertambah ubannya itu, meninggalkan putra dan para cucunya. Mereka berharap ia menikmati kue kehidupan yang abadi. Demikian doa ketiga putranya yang sarjana dan hidup mandiri, sesuai harapan Emak di kala hidupnya.
***
Hidup dan berbagi itu indah.
FX. Suparta, adalah guru SMP Negeri 3 Kroya, Kabupaten Cilacap, pecinta buku kepemimpinan dan motivasi. Penghargaan yang diperolehnya antara lain Tanda Kehormatan Satya Lancana Karya Satya, 20 Tahun, dari Presiden RI, 2008. Email: fxsuparta@gmail.com.
Tulisan ini diambil dari buku KAPUR & PAPAN Kisah Inspiratif Guru 1 halaman 57-58, Pemenang Pertama dalam Lomba Nulis Kisah Inspiratif 1 Halaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar