Ada jabat erat dari satu tangan ke tangan lainnya. Ada satu sapa ke sapa yang lain, kenalkan saya dari Denpasar...dan sapaku berbalas dengan senyum hangat kalian...ada bu Ria Santati, ada bu Fiqih Nindya Palupi, ada bu Fikriana Nafi'a Elsimbany, ada bu Frida Fatmawati dan bu Eka Nur Apiyah, dan kita berenam telah antusias untuk berkegiatan, foto bersama , tanda tangan bersama, bahkan sebelum pintu ruang pertemuan terbuka. Ehmm..
Lalu riuh pun mulai menyelimuti seantero ruangan, karena kedatangan peserta yang kian mengalir. Senyum, tegur dan sapa, bahkan pekik kecil lantaran perjumpaan seseorang dengan seseorang yang selama ini dikenal melalui tulisan,sungguh mengalirkan aura tersendiri.
Menjadi bagian dari perjumpaan sebentar saja di Sabtu pagi itu, telah mematrikan semangat menulis. Menjaga nyala api pengabdian terhadap profesi sebagai guru, bukanlah basa-basi. Ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk lebih meneguhkan niat baik untuk tetap menjadi guru, yang sesungguhnya tidak pernah kehabisan pengalaman mendidik. Jika pengalaman-pengalaman itu layak dan pantas untuk dibagikan kepada sesama guru, kepada setiap orang yang menamakan dirinya mencintai dunia pendidikan, mengapa tidak lewat tulisan? Melaluinya tercipta kecintaan lebih mendalam terhadap anak didik. Pengalaman manis atau pahit sekalipun...
Maka adalah sebuah euforia ketika kita larut dalam sharing best practice.Sungguh menuntun kita menuju oase, mata air proses menulis yang tidak pernah mengering, atas pikiran, perasaan dan kecintaan terhadap anak didik, sumber inspirasi menulis. Inspirasi yang berbalut komitmen, integritas dan rela menderita.
Untuk segaris inspirasi menulis itu, tidak ada kata sulit mencari ide, karena sesungguhnya setiap hal yang kita rasakan, kita lihat, dan kita dengarkan adalah ide yang kita rekam dengan kamera batin kita. Mencerapnya dan melawati setiap hati lewat permenungan mendalam atas segala kearifan hidup.
Membidik kata menjadi paragraf cantik sesungguhnya sederhana saja, asalkan ada niatan untuk berbagi pengalaman , berfikir logis serta fokus pada satu persoalan, sehingga ulasan menjadi lebih tajam dan menukik.
Membidik kata menjadi paragraf cantik sesungguhnya membongkar tabungan atas bacaan-bacaan yang menjadi makanan rohani.
Akhirnya, teruslah membaca pengalaman dan menuliskan pengalaman mendidik. Teruslah membaca kebaikan dan menuliskan kebaikan, karena sejatinya tulisan menembus ruang dan waktu.
( pupus Maret 2015, sejumput kisah manis at Jogja )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar