Foto oleh Ala J Graczyk |
Tegal
Kak Indah tak membagikan kuah mie rebusnya
Untuk Boli
Engkau marah-marah
Browny
Kauberi makan dari piringmu
Kaubedung dengan selimutmu
Kaumandikan dengan sabun wangi
Kaubedaki dengan pupur mahal dan parfum harum-harum
Tapi Boli, saudara seperurtmu?
Aku yang telah lunas belisku kautendang keluar
Lantas kupulang ke rumah ibuku
Malam itu juga
Dua malam engkau tak nyeyak, aku tahu itu
Maka pagi-pagi buta aku datang lagi
Membawa serta sakit perutku
Siapa tahu kaumau mengerti beban pikiranku
yang sudah memberat ke perut
Tapi kausibuk
Sibuk
sibuk
Setengah tiga subuh kaubangun
Mengurusi popcornmu
Aku muntah di depan matamu menjijiki tendanganmu tiga hari yang lalu itu
dan kau mengangkatku
Bukan untuk meninabobokanku di dadamu
seperti yang sudah-sudah
Tapi mengangkat buangku keluar melalui pintu dapur
Karena jijik
Rimis
Makin kuat
Menghantarku ke belakang dapur tetangga
Lalu mati di situ, di tanah orang
Meninggalkan Indah
dan semua kamu yang memang sungguh menyayangiku
Di subuh buta aku pergi
Di subuh buta aku mati tanpa ratap dan pedih penghabisan
Sebab kutakut Indah menangis
Melihat mayatku berair mata meratapi keterpisahan kami
Juga takut serumah duka
Aku
Duluan
dengan seluruh rinduanku padamu semua
Indah
Menguburkanku di bawah rimis
Menanami bunga di atas makamku
Semoga keharumannya mengisi ruang-ruang kita
yang tetap saja kosong tanpa aku
Di situ
Indah sedih
Mau berselfi terakhir kalinya dengan mayatku
Tapi pun urung karena takut padamu
Pulang dari Berastagi
Kau terburu-buru mengajak Indah
dan berdua mengatapi makamku malam-malam
Di bawah guyuran air mata langit
Dengan selembar seng merah hati ayam
Berian Jokowi
Kau menyesal, aku tahu
Cintamu kelewat kuat, itu pun kutahu
Tapi amarahmu?
Makam cinta kita
Perteguhen, 30 Oktober 2021